Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pengaruh Aktivitas Lalu Lintas Terhadap Manusia
23 Oktober 2024 18:13 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Malika Hifzi Agnia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Aktivitas lalu lintas di jalan raya selalu bergerak tanpa henti. Ketersediaan infrastruktur seperti jalan raya, memberikan kemudahan bagi pengemudi mobil dan motor. Selain itu, dengan adanya jalan raya, masyarakat dapat merasakan kemudahan dalam mengakses transportasi umum. Namun, di sisi lain keberadaan transportasi seperti mobil dan motor akan memberikan dampak kebisingan bagi penghuni rumah atau pemukiman yang bearada di dekat jalan raya. Rumah merupakan tempat yang memenuhi kebutuhan fisiologis dasar dan membantu individu untuk mempertahankan hidupnya (HablemitoÄŸlu et al., 2010). Rumah ditujukan sebagai tempat untuk beristirahat dan mencari kenyamanan, namun bagaimana jika individu merasa tidak nyaman akibat aktivitas lalu lintas?
ADVERTISEMENT
Suara yang Tak Terkendali
Mengutip dalam buku (Steg & De Groot, 2019), kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan dan biasanya ditandai dengan intensitas (misalnya desibel), frekuensi (misalnya nada), periodisitas (terus menerus atau terputus-putus), dan durasi (akut atau kronis). Suara memang diperlukan di dunia ini untuk berkomunikasi atau melakukan aktivitas sehari-hari, namun jika terlalu mengganggu dan mengakibatkan kebisingan akan mempengaruhi fisik dan psikologis seseorang. Kebisingan yang intens dan tidak terkendali dapat menimbulkan perasaan negatif pada individu. Sedangkan, kebisingan yang kronis menyebabkan stress fisiologis dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pada sisi psikologis dan perilaku, kebisingan yang kronis dapat mempengaruhi kinerja dan dapat mengubah kemampuan untuk membagi perhatian. (Evans, sebagaimana dikutip dalam Steg & De Groot, 2019). Adapun penelitian yang membuktikan bahwa kebisingan pada lalu lintas dapat menyebabkan stres dan dapat mempengaruhi respon fisiologis tubuh, seperti tekanan darah naik, hormon tertentu yang berlebihan, dan gangguan detak jantung (Bechtel & Wiley, 2002).
Hal ini didukung dari hasil wawancara pada salah satu warga yang berpemukiman dekat jalan raya Ciledug, Tangerang. Narasumber merupakan seorang mahasiswa yang sering terganggu ketika ia sedang belajar akibat aktivitas jalan raya di dekat rumahnya. Kebisingan yang ia sering dengar adalah suara klakson dari pengendara mobil, motor, dan transportasi umum (angkot dan bus). Akibat dari kebisingan yang dirasakan oleh narasumber, ia menjadi terganggu ketika beraktivitas di rumah dan sulit berkomunikasi dengan keluarganya karena kebisingan tersebut. Ketika narasumber merasa bahwa kebisingan tersebut tidak terkendali, ia merasa mudah marah dan kesulitan untuk fokus hingga menyebabkan stres.
ADVERTISEMENT
Stres yang terjadi akibat hasil dari paparan kebisingan yang tak terkendali perlu diperhatikan dengan serius. Respon individu terhadap ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan respons individu disebut sebagai stres. Respons atas ketidakseimbangan ini meliputi fisiologi, afek negatif, dan kegelisahan (Steg & De Groot, 2019). Hal ini sejalan dengan jawaban narasumber terkait respon yang dialaminya ketika merasakan kebisingan, ia merasa bahwa dirinya menjadi mudah marah yang tercermin dalam afek negatif. Di sisi lain, ada sebagian individu kurang menyadari bahwa kualitas udara lalu lintas bisa sangat buruk. Hal ini dirasakan pada individu yang tinggal di area dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi, sehingga mereka cenderung kurang menerima adanya polusi udara sebagai masalah (Nickerson, 2003).
ADVERTISEMENT
Polusi Udara Kerap Terjadi
Selain merasakan kebisingan, narasumber juga merasa terganggu akibat polusi yang dihasilkan dari transportasi di dekat rumahnya. Meskipun paparan polusi hanya terjadi selama terjadi aktivitas lalu lintas, namun para pengguna transportasi maupun orang-orang di sekitar secara langsung merasakan paparan sumber polusi, terutama jika terjadi kemacetan. Dampak yang dirasakan ketika menghirup polusi cukup dikatakan berbahaya, karena di dalam polusi mengandung konsentrasi zat kimia yang tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Zhu et al., 2023), bahwa dampak dari polusi udara dari lalu lintas dapat menimbulkan gangguan fungsi paru-paru dan gejala pernapasan. Berkaitan dengan hal ini, Indonesia merupakan negara dengan pencemaran udara tertinggi di dunia. Pada tahun 2022, Indonesia menduduki peringkat ke-26 dengan konsentrasi polusi udara tertinggi di Asia Tenggara (Syahputri et al., 2023). Dikutip dalam Data Indonesia.id, Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah yang menempati peringkat ke-1 dari delapan kota dengan tingkat polusi udara tertinggi di Indonesia (Pratiwi, 2024).
ADVERTISEMENT
Meningkatnya polusi udara lalu lintas dikarenakan minimnya masyarakat dalam menggunakan transportasi atau kendaraan umum dan dapat dikatakan bahwa masyarakat di Indonesia ketergantungan terhadap transportasi pribadi. Berdasarkan (Syahputri et al., 2023), pada tahun 2020 hanya 5,47% masyarakat Indonesia yang menggunakan transportasi umum, sedangkan persentase tersebut hanya meningkat sebesar 0,9% dibandingkan pada tahun 2017. Hal ini dapat dikatakan bahwa selama tiga tahun berturut-turut masyarakat masih ketergantungan dengan penggunaan transportasi pribadi dan belum peduli dengan dampak yang terjadi akibat polusi udara lalu lintas.
Kebisingan dan polusi udara yang berasal dari aktivitas lalu lintas memberikan dampak buruk bagi pengguna transportasi dan orang-orang di sekitar. Dampak yang dirasakan tidak hanya secara fisik saja, namun juga dapat dirasakan secara psikologis. Untuk mengurangi dampak yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, kita bisa mengubah kebiasaan akan ketergantungan terhadap kendaraan pribadi. Misalnya, kita bisa menggunakan transportasi umum ketika ada pembangunan atau konstruksi yang memblokir setengah jalan, sehingga tidak terjadi kepadatan lalu lintas dan polusi dari kendaraan akan berkurang. Selain itu, pemerintah juga dapat mengambil peran dalam menyediakan infrastruktur untuk transportasi umum dan memberikan pelayanan harga transportasi umum yang terjangkau (Hamann et al., 2016). Walaupun transportasi umum juga berkontribusi terhadap meningkatnya polusi di udara, namun setidaknya penggunaan transportasi pribadi akan berkurang dan tidak menimbulkan kepadatan lalu lintas.
ADVERTISEMENT
Referensi
Bechtel, R. B., & Wiley, J. (2002). Handbook of environmental psychology.
Hablemitoğlu, Ş., Ozkan, Y., & Purutçuoglu, E. (2010). The assessment of the housing in the theory of Maslow’s hierarchy of needs. https://www.researchgate.net/publication/296563787_The_assessment_of_the_housing_in_the_theory_of_Maslow’s_hierarchy_of_needs
Hamann, K., Baumann, A., & Löschinger, D. (2016). Psychology of environmental psychology - handbook for encouraging sustainable actions. www.oekom.de.
Nickerson, R. S. (2003). Psychology and environmental change.
Pratiwi, F. S. (2024). 8 kota Indonesia dengan polusi udara tertinggi, Tangerang Selatan teratas (25 maret 2024). DataIndonesia.Id. https://dataindonesia.id/varia/detail/8-kota-indonesia-dengan-polusi-udara-tertinggi-tangerang-selatan-teratas-25-maret-2024
Steg, L., & De Groot, J. (2019). Environmental psychology. http://psychsource.bps.org.uk
Syahputri, J., Suarga, E. B., Rahman, I., Zahari, T. N., & Ramdani, D. A. (2023). Dampak polusi udara dari transportasi terhadap kesehatan di Indonesia. https://lcdi-indonesia.id/wp-content/uploads/2024/03/1-IND-Policy-Note-2023.10.16.pdf
ADVERTISEMENT
Zhu, X., Zhang, Q., Du, X., Jiang, Y., Niu, Y., Wei, Y., Zhang, Y., Chillrud, S. N., Liang, D., Li, H., Chen, R., Kan, H., & Cai, J. (2023). Respiratory effects of traffic-related air pollution: a randomized, crossover analysis of lung function, airway metabolome, and biomarkers of airway injury. Environmental Health Perspectives, 131(5). https://doi.org/10.1289/EHP11139