Sampai Jumpa Sahabatku

Ali Muhammad Alfi Fahrozi Raihan
Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
17 Januari 2022 21:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ali Muhammad Alfi Fahrozi Raihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“sahabat bukan dia yang seberapa lama denganmu,
tapi dia yang ada dalam keadaan terburuk sekalipun”
Ilustrasi Foto : Pixabay/chachaoriginal
***
ADVERTISEMENT
Rai seorang pria yang sangat misterius sejak sekolah menengah. Banyak orang yang menilai Rai seperti itu. Namun ketika masuk perkuliahan dan bertemu Hana, Hani, dan Fadil a berubah. Ia menjadi sedikit lebih peduli (hanya dengan Hana, Hani, dan Fadil).
***
“Awalnya kukira kau orang yang sombong, Rai” ujar Hana.
“Aku juga berpikiran sama sepertimu, Hana” sambung Hani.
“Kau juga terlihat lebih tua dari kita semua, mungkin karena kau jarang senyum” sahut Fadil sambil tertawa meledek.
Memang Fadil adalah orang yang blakblakan, ia terlihat seperti "Keanu". Kalian pasti bisa membayangkan bagaimana rasanya berteman dengan dua wanita dan satu laki-laki yang agak Kewanitaan”.
Aku hanya membalas dengan senyuman. Mereka tidak tahu saja bahwa aku adalah orang yang murah senyum. Hanya saja, senyumku tipis jadi tidak terlihat.
ADVERTISEMENT
Biar kuperkenalkan mereka terlebih dahulu. Hana adalah seorang perempuan sosialita, apapun yang kami lakukan ia akan selalu sibuk untuk membuat status. kemudian Hani, ia adalah seorang perempuan yang lebih baik dari kami. Maksudku, ia hanya lebih rajin Salat dibanding kami. Dan terakhir Fadil, ia adalah perempuan. Tidak, maksudku ia adalah laki-laki yang sangat buruk, kelakuannya membuat orang-orang sangat ingin memukulnya. Sebenarnya Ia baik hanya saja ia terlalu blakblakan. Kalian pasti akan mudah sakit hati dengan perkataannya. Ia ingin menjadi aktor atau minimal terkenal seperti “Keanu” katanya, dan ia yang paling jarang Salat di antara kami.
Perlu kalian ketahui, Hana dan Hani tidak kembar mereka hanya memiliki nama yang hampir sama.
ADVERTISEMENT
***
Semuanya berjalan sangat cepat, kami menjalani hari-hari dengan terus berkomunikasi satu sama lain. Hingga banyak orang membicarakan kami, mengatakan bahwa kami memilih-milih dalam berteman.
Namun di setiap pertemanan tidak mungkin akan selalu baik-baik saja. Seperti yang kami alami, Hana dan Fadil bertengkar karena ada kesalahpahaman antara keduanya.
Selama beberapa minggu kami terpisah. Hana dan Hani, Aku dengan Fadil. Awalnya aku tidak menyadari adanya masalah karena mereka tidak membicarakan apapun kepadaku. Namun lama-kelamaan aku menyadari seperti ada yang aneh dengan semuanya dan aku memutuskan untuk bertemu Hani.
“Hani, apa yang terjadi dengan Hana dan Fadil?” tanyaku kepada Hani.
Wajar saja aku bertanya dengannya, Hani adalah tempat kami bercerita dan pasti ia lebih tahu apa yang sedang terjadi.
ADVERTISEMENT
Hani menjelaskan dengan detail dan aku mendengarkan. Hani bercerita sambil menangis, ia mengatakan “Aku tidak ingin seperti ini Rai, baru saja aku merasa bahagia bertemu kalian".
“Mengapa aku tidak mengetahui semuanya?” tanyaku.
“Mereka bilang jangan bicarakan ini kepadamu, namun aku tak tahan lagi” Hani kembali bercerita.
Kukatakan kepadanya jangan menangis dan aku akan menyelesaikan masalah yang terjadi. Hani mengangguk sambil mengusap air matanya.
“Besok kita bertemu lagi akan kuajak keduanya.” ucapku kepada Hani seraya pamit ingin bertemu Hana dan Fadil.
Sebenarnya aku tidak suka mengurusi hal seperti ini hanya saja aku kasihan dengan Hani, ia sampai menangis karena ini.
Aku berjalan ke rumah Fadil dan Hana tanpa memikirkan apapun. Ya, aku memang tidak suka memikirkan hal-hal yang tidak membuatku senang.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di rumah Fadil aku tidak menanyakan masalahnya, aku hanya mengajak bertemu esok. Begitu juga saat di rumah Hana.
***
Keesokan harinya di tempat yang sudah ditentukan aku datang lebih awal menunggu yang lain datang.
“Seharusnya aku masih bersantai jam segini” gumamku dalam hati.
Setengah jam aku menunggu rasanya aku ingin kembali kerumah dan melanjutkan mimpiku.
Tak lama Fadil pun datang ia langsung duduk tanpa aku persilahkan.
“Sudah pesan?” tanya fadil.
“Pikirmu? apa ada minuman dan makanan di meja?”.
Fadil tertawa terpaksa.
Sebenarnya aku sudah memesan, hanya saja pelayannya tadi tiba-tiba mengambil minumku ketika aku sedang ke toilet.
Tiba-tiba Hani datang, disusul Hana.
“Hai Hani, akhirnya datang juga” sapaku.
“Hai Rai, maaf terlambat tadi ada sedikit halangan”.
ADVERTISEMENT
“Ya tidak apa”.
“Hai Hana” sapaku kepada Hana.
Hana hanya membalas dengan senyum, mungkin ia tidak senang karena melihat Fadil.
Belum sempat Hana dan Hani duduk, Fadil berbisik kepadaku
“Mengapa tidak bilang kalau ada mereka”
Aku tidak menjawab karena sibuk berbicara dengan Hani.
***
Semua memesan makan dan minum, hanya Hana yang belum memesan.
“Mengapa kamu tidak memesan, Hana?” tanyaku.
Ia hanya menjawab
“Aku sedang tidak ingin makan”.
“Setidaknya pesan minuman” Aku memaksa dan ia tetap tidak mau memesan apapun.
Fadil hanya diam sedari tadi.
***
Setelah semuanya selesai, aku langsung membuka percakapan.
“Ada apa dengan kalian?”.
Tidak ada yang menjawab.
“Aku bertanya, mengapa tidak ada yang menjawab”
Semuanya tetap diam.
ADVERTISEMENT
“Baiklah kalau tidak ada yang mau menjawab”
“Hani, bisa tolong ceritakan apa yang kamu ceritakan kemarin?”
Hani mengangguk dan menceritakan persis seperti yang ia ceritakan kemarin. Ketika aku kembali bertanya, Hana dan Fadil saling menyalahkan seperti mereka tidak ada yang mau disalahkan, padahal keduanya sama saja.
“Sudah tidak usah saling menyalahkan kalian berdua salah. Apa kalian tidak kasihan dengan Hani? Ia sampai menangis karena kalian” Kataku dengan nada sedikit tinggi.
Aku menjelaskan kepada mereka bahwa pertemanan kami bukan lagi sebatas “Sahabat” kami lebih dari itu. Aku juga menjelaskan hanya dengan mereka aku bisa seperti ini, aku tidak peduli dengan orang lain tetapi tidak dengan mereka, aku peduli dengan mereka.
“Kalian lupa dengan mimpi kita? kalian lupa dengan impian kita setelah lulus nanti? Kalian tidak perlu memikirkanku. Hanya saja, pikirkan Hani, bagaimana dengannya jika kalian terus seperti ini?”.
ADVERTISEMENT
Mereka hanya diam mendengar perkataanku, mungkin mereka sadar dengan perbuatannya. Kemudian aku beranjak dari kursi, mengajak hani dan meninggalkan mereka berdua"
“Kita lihat apa yang akan mereka lakukan” ucapku kepada Hani.
***
Setelah sekitar 10 menit, aku dan Hani kembali menghampiri mereka. Duduk tanpa bicara sedikitpun.
Tiba-tiba Fadil mengangkat tangannya, mengajak Hana berjabat tangan.
“Maafkan aku, mungkin aku terlalu memikirkan egoku” kata Fadil.
Hana malu-malu. Lalu ku angkat tangannya dan kuarahkan mereka berjabat tangan.
“Maafkan aku juga” jawab Hana.
Hani tersenyum bahagia mendengar semuanya. Seperti ia baru saja bebas dari penjara yang mengurungnya selama beribu-ribu tahun.
Setelah itu semua kembali tertawa, kembali bercanda seperti tidak pernah terjadi apa-apa dan melupakan apa yang sudah terjadi.
ADVERTISEMENT
“Terima kasih, Rai” gumam Hani dalam hati.
***
Setelah hari itu, mereka kembali menjalani hari-hari dengan bahagia. Hingga tiba saatnya, mereka menyelesaikan perkuliahan bersama-sama. Merayakan kelulusan dengan sangat bahagia. Berfoto layaknya sebuah keluarga.
Beberapa waktu kemudian, setelah kelulusan mereka melanjutkan jalannya masing-masing. Hana menikah dengan pengusaha sukses. Hani memiliki pondok pesantren sekaligus menjadi guru di pondok pesantren miliknya. Fadil berhasil mewujudkan keinginannya menjadi terkenal seperti “Keanu”. Dan Rai melanjutkan kuliahnya di luar Negeri. Ia ingin terus belajar, belajar dan belajar.
“Sampai bertemu kembali, Sahabatku”.