Konten dari Pengguna

Maraknya Pelecehan Seksual di Lingkungan Sekolah: Dimanakah Peran Institusi?

Alissa Sharity Catrina
Mahasiswi Ilmu Komunikasi di Universitas Brawijaya
14 Oktober 2024 17:38 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alissa Sharity Catrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Canva
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Canva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belum lama ini warga Indonesia dikejutkan oleh kejadian video syur yang tersebar yang berisikan seorang guru SMA melakukan hubungan seksual dengan seorang murid yang divideokan oleh temannya. Hal ini tentunya menjadi perhatian warga media sosial, mengingat bahwa hal ini adalah sesuatu yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar norma-norma yang ada di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kasus ini menjadi sebuah peringatan besar bagi warga Indonesia terutama bagi satuan pendidikan. Kejadian seperti ini tidak hanya terjadi sekali dua kali, sehingga sudah sewajarnya agar hal seperti ini menjadi perhatian kita semua untuk menaikkan kesadaran akan maraknya kasus pelecehan seksual dalam lingkungan pendidikan.
Kasus seperti ini juga melanggar apa yang telah tertulis dalam konstitusi negara. Berdasarkan Pasal 76D UU Perlindungan Anak yang berbunyi, “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”
Tentunya UU tersebut sudah secara jelas melarang keras orang dewasa dalam situasi apapun untuk memanipulasi seseorang yang dibawah umur untuk melakukan suatu hubungan yang berlebih ataupun melakukan hubungan seksual.
ADVERTISEMENT
Melalui kasus ini, seharusnya peran institusi dalam melindungi anak-anak dipertanyakan. Karena selama periode Januari-Agustus persentase kekerasan seksual dalam lingkungan sekolah yang tercatat oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) ada 101 korban kekerasan seksual di satuan pendidikan sepanjang tahun 2024. Sebesar 69% adalah anak laki-laki dan 31% anak perempuan. Bahkan, sebanyak 72% pelaku adalah guru laki-laki.
Dari data tersebut, seharusnya lembaga pendidikan di Indonesia membenahi diri dalam cara mereka menangani kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi dalam lingkungan sekolah, terutama dengan kasus dimana guru yang menjadi pelaku. Maka, perlu sikap dari lembaga pendidikan yang “menggalakkan” edukasi atau pemaparan terkait tindakan-tindakan yang lebih preventif terhadap kasus pelecehan seksual. Lembaga yang berperan sebagai penyelia dari tiap pihak yang ada dalam lingkungan sekolah, harus memiliki kebijakan yang tegas terkait kasus-kasus seperti ini.
ADVERTISEMENT
Hal seperti ini juga dapat terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi. Seperti kurangnya pemaparan tentang bentuk-bentuk kekerasan seksual, norma pada masyarakat yang masih mengucilkan korban, dan juga kultur yang cenderung “membiarkan” ketika ada kejadian pelecehan seksual terjadi.
Terlebih lagi, pelaku yang melakukan pelecehan seksual seringnya adalah pihak yang memiliki kuasa yang lebih atas para korbannya. Maka disini, lembaga pendidikan sebagai bagian dari pemerintah Indonesia memiliki peran untuk melindungi para warganya, yaitu dalam kasus ini adalah para siswa-siswa Indonesia.
Karena adanya faktor-faktor tersebut, penting untuk kita dapat mengintegrasikan edukasi tentang pelecehan seksual dalam kurikulum sekolah untuk meningkatkan pengetahuan para siswa. Hal ini membantu mereka mengetahui hak-hak mereka, cara melindungi diri mereka, dan juga cara untuk melakukan pelaporan kasus-kasus seperti ini jika terjadi kepada diri mereka ataupun sekitar mereka. Hal ini dapat membantu membuat lingkungan sekolah yang lebih aman serta nyaman tanpa adanya rasa tabu atau stigma terhadap kasus pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
Selain melalui pemberian materi melalui kurikulum, hal lain yang harus dilakukan adalah pelatihan kepada guru untuk mengenali perilaku-perilaku predator di sekitarnya. Para guru dituntut untuk mengetahui indikator predator agar dapat mencegah situasi yang terlanjur memburuk. Dengan pelatihan tersebut, guru-guru dalam lingkungan sekolah dapat menciptakan keadaan yang aman bagi para siswanya serta mengurangi resiko terjadi kasus pelecehan seksual.
Tidak hanya kedua hal tersebut, namun sekolah juga harus menyediakan akses yang memadai dan suportif bagi para korban untuk melaporkan pengalaman-pengalaman mereka tanpa adanya stigma. Para korban juga berhak untuk mendapatkan akses sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan konseling terkait pelecehan seksual. Lembaga juga harus memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi para korban yang ingin menaikkan kasus-kasus mereka kepada pihak yang berwajib, sehingga korban dapat merasa aman ketika melaporkan kasus mereka.
ADVERTISEMENT
Melalui tindakan-tindakan seperti ini yang dilakukan oleh institusi, setiap pihak yang ada dalam lingkungan sekolah dapat menaikkan pengetahuan mereka terkait dengan tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk menunjang keamanan serta keamanan para siswa dalam sekolah. Karena memang pada dasarnya, adalah hak mereka untuk mendapatkan rasa aman dan nyaman untuk bersekolah tanpa dibayangi oleh rasa takut oleh predator seksual yang bersemayam di lingkungan sekolah mereka.