Stigma Indonesia: Standar Kecantikan yang Berlebihan

Alisya Tabina
Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
13 Desember 2023 9:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alisya Tabina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: https://pixabay.com/id/illustrations/wanita-masker-kecantikan-6810783/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: https://pixabay.com/id/illustrations/wanita-masker-kecantikan-6810783/
ADVERTISEMENT
Berkembangnya teknologi memang menghasilkan kemudahan dalam mengakses media sosial. Namun, hal tersebut justru menyebabkan stigma baru dalam standarisasi kecantikan. Bentuk paras memang bermacam-macam, di Indonesia sendiri dengan mayoritas penduduk perempuannya yang sangat aktif dalam bidang beauty ini, melahirkan banyak perbedaan pandangan dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Mengapa perbedaan pandangan tersebut dapat terjadi dengan mudah? Selain didukung arus teknologi yang pesat, hal ini sebenarnya dimulai dari lingkup kecil yang merupakan ligkungan sekitar kita sendiri. Seringkali kita mendengar orang sekitar meyebutkan dan mengungkapkan hal hal yang membuat kaum perempuan tidak nyaman baik dalam fisik maupun batin.
Tidak hanya itu, bahkan kata-kata cemooh yang melibatkan bentuk tubuh dalam diri juga kerap dilontarkan dengan mudah. Perbedaan yang mulanya menjadi identik dari dalam diri kita ini lama kelamaan tumbuh menjadi sebuah stigma baru. Media menampilkan perempuan dengan fisik kurus dan ramping sebagai karakter utama dalam majalah busana, atau program televisi, sehingga membentuk pemikiran bahwa tubuh kurus atau ramping merupakan atribut yang menguntungkan dan dianggap sebagai atribut kecantikan yang disukai (Yuliani, 2022).
ADVERTISEMENT
Keadaan fisik merupakan visual utama yang terlihat oleh orang lain, sehingga dapat menjadi penunjang rasa percaya diri dan daya tarik seseorang. (Konstruksi, 2023). Kondisi ini seringkali diperdebatkan oleh banyak kalangan dikarenakan standarisasi ini mulai menjadikan kaum perempuan kehilangan kepercayaan dan jati diri akan penampilan yang mereka miliki.
Mungkin dapat dilihat dari lingkungan sekitar, banyak dari mereka yang tidak mau tampil di publik karena mungkin pernah mendapatkan atau menerima pengalaman buruk dari perlakuan orang lain. Yang pada akhirnya, membuat mereka pesimis untuk melakukan sesuatu, contoh nya seperti mereka menjadi takut keluar rumah karena akan mendapatkan komentar ‘gendut’ atau ‘jelek’ karena memiliki jerawat diwajah.
Padahal, bentuk tubuh yang berbeda dan timbulnya jerawat pada wajah memanglah hal wajar pada diri kaum perempuan. Mengapa hal tersebut dijadikan suatu bahan perbedaan, atau suatu bahan untuk dibandingkan dengan orang lain, apakah hal tersebut dilontarkan seakan akan hanya untuk kesenangan semata bagi orang yang melontarkan?
Sumber Foto: https://pixabay.com/id/illustrations/wanita-kecantikan-masker-163540/
Ditengah-tengah kegelisahan, banyak muncul kata istilah atau sebutan berupa kata bodyshamming, dan insecure. Bodyshamming sendiri merupakan suatu aksi atau kegiatan yang melecehkan bagian atau anggota dalam tubuh. Namun, aksi tersebut berkaitan dengan standar kecantikan yang ada. Seperti contoh sebelumya, yaitu ‘takut’ yang merupakan perasaan tidak aman atau terjemahan dari Bahasa Inggris yaitu insecure. Dan kata ‘gendut’ yang merupakan bentuk dari sebutan bodyshamming.
ADVERTISEMENT
Kemunculan kata atau sebutan yang berkaitan dengan topik standar kecantikan ini sebenarnya dapat berpengaruh pada kesehatan mental dan psikis. Dikarenakan kata yang kerap disebutkan ini membuat kita jadi memikirkan terus-menerus atau istilah pada zaman sekarang yaitu overthinking mengenai hal tersebut.
Sumber Foto: https://pixabay.com/id/illustrations/hari-libur-wanita-cinta-7441659/
Selain itu, terjadinya diskriminasi dari golongan tertentu juga kerap terjadi, ditandai dengan didapatkannya perlakuan yang berbeda juga tidak menyenangkan. Banyak yang mengatakan, bahwasanya yang berpenampilan menarik akan lebih mudah atau memiliki hak istimewa untuk diterima di lingkungan, atau disebut juga beauty privillage. Namun, beberapa dari mereka yang tidak, cenderung dikucilkan dan diperlakukan tidak setara dengan perempuan yang lain. Apakah ini meruapakan hal yang pantas didapatkan oleh seorang perempuan?
Contoh singkatnya, seperti mereka yang cantik memiliki paras rupawan, akan lebih mudah mencari pekerjaan dan mudah bergabung pada suatu kelompok. Lalu, bagi mereka yang tidak, mereka menjadi korban dari diskriminasi tersebut. Diskriminasi ini mengakibatkan terbentuknya kelompok-kelompok sehingga khawatirnya akan berakhir terjadinya aksi bullying yang artinya, hadirnya standarisasi ini dapat menimbulkan sebuah pertentangan pada norma-norma masyarakat. Dan juga lahirnya perasaan yang minder dan tidak ingin bergaul mempengaruhi bagaimana mereka bersosialisai kedepannya .
ADVERTISEMENT

Perubahan Bentuk Tubuh Hal Utama Pemicu Standar Kecantikan

Dampak dari pada standar kecantikan ini akan terus bercabang apabila dibiarkan terus menerus. Penelitian terkait hal ini pernah dilakukan terhadap 550 orang perempuan dan hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka tidak puas dengan bentuk dan ukuran tubuh mereka, bahkan 70% dari mereka terpengaruh oleh konsep perempuan cantik yang ditampilkan oleh media yang kemudian memotivasi mereka untuk menurunkan berat badan (Yuliani, 2022)
Seperti dismorfia tubuh, atau bisa dikatakan sebagai suatu obsesi pada bentuk tubuh diri sendiri. Yang dapat disimpulkan, jika kita ingin terlihat kurus maka kita akan memperjuangkan keadaan tersebut bagaimanapun caranya. Mnahan atau menyetop makan dengan hanya makan 1 kali sehari sehingga kondisi badan menjadi lemah dan tidak memungkinkan untuk beraktifitas lagi adalah upaya yang tidak seharusnya dilakukan.
ADVERTISEMENT
Mengubah bentuk tubuh hanya untuk penampilan sepertinya bukanlah hal yang wajib untuk diperjuangkan. Memang benar menjaga kesehatan tubuh sangatlah penting. Namun, selalu ingat bahwa sesuatu yang berlebihan bukanlah hal yang wajar. Juga, kesehatan tubuh tentu harus didukung oleh kesehatan dari pikiran dan batiniyah hati. Haruskah kita menyelaraskan standar-standar yang hadir tersebut? Tanpa sadar, standar ini mulai mengekang dan memaksa diri kita untuk mengikuti aktivitas berkelanjutan ini.

Kesimpulan Mengenai Standar Kecantikan di Indonesia.

Standar kecantikan seharusnya tidak lah selalu berpatokan pada tampilan fisik. Kecantikan dalam diri seorang dapat diukur dari bagaimana cara mereka berpikir dan cara mereka bertindak. Mulailah membentuk definisi dari kecantikan itu sesuai dengan keadaan dan kondisi kita saat ini karena setiap perempuan memiliki identik dan ciri yang khas dalam masing-masing diri. Juga, bijak dalam memilah milih hal mana yang benar dan mana yang tidak dapat menjadi penyelesaian akan permasalahan dari perbedaan ini. Dengan berkembangnya media sosial saat ini, diharapkan juga dapat mengubah stigma atau pandangan masyarakat terhadap standar kecantikan yang ada. Brand-brand kecantikan juga diharapkan lebih menonjolkan model di luar standar kecantikan yang ada, seperti kulit sawo matang, bentuk wajah tidak proporsional, dan lainnya (W et al., 2023) Standar kecantikan perempuan tidak boleh hanya diukur dari warna kulit, melainkan didasari dengan mengedepankan inner beauty atau potensi dan bakat yang dimiliki serta rasa bersyukur dan percaya diri.
ADVERTISEMENT
Sumber Foto: https://www.istockphoto.com/id/vektor/konsep-wanita-yang-kuat-gm1337683229-418489524?phrase=woman&searchscope=image%2Cfilm

Refrences:

Konstruksi, P. D. A. N. (2023). Penciptaan Karya “ Gugatan Tubuh Perempuan .”
W, S. C., H, A. G. D., & A, M. L. (2023). Dampak Standar Kecantikan Bagi Perempuan di Indonesia. 1440–1448.
Yuliani, F. (2022). Konsep Cantik dan Realitas Kecantikan Bentukan Media. Jurnal Ilmiah Idea, 1(2), 136–146. https://doi.org/10.36085/idea.v1i2.4811