Pro Kontra Logo Halal Baru, Bagaimana Seharusnya Bentuk Logo Halal?

aliyya xaviera
Mahasiswa IPB University
Konten dari Pengguna
28 Maret 2022 14:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari aliyya xaviera tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Kumparan
ADVERTISEMENT
Penetapan logo halal terbaru secara massal yang diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag), menuai banyak pro dan kontra. Masyarakat dari berbagai golongan, mulai dari masyarakat awam hingga tokoh agama dan keilmuwan, tak kelewatan untuk menyuarakan kritik dan argumennya mengenai bentuk logo halal yang baru ini. Kritik yang diutarakan pun beragam, seperti mengenai bentuk logo, warna logo, hingga penulisan huruf (khat) yang ada pada logo.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana bentuk logo halal yang seharusnya agar tidak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat?
Logo adalah singkatan dari logotype. Istilah logo baru muncul pada tahun 1937 dan saat ini kita lebih popular mengenalnya dengan istilah logo saja. Menurut Rustan (2009), logo bisa menggunakan elemen apa saja, berupa tulisan, logogram, gambar, ilustrasi, dan lain-lain. Banyak juga yang mengatakan bahwa logo adalah elemen gambar/simbol pada identitas visual. Jadi, secara umum logo adalah suatu tanda, lambang, atau simbol yang memiliki arti tertentu yang digunakan sebagai identitas suatu entitas, seperti organisasi, perusahaan, produk, atau lembaga tertentu. Dalam hal ini, logo juga berfungsi sebagai daya tarik bagi konsumen serta dapat meyakinkan konsumen untuk menggunakan produk tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam akun Instagram milik Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada 13 Maret 2022, dia mengatakan bahwa penetapan label halal terbaru ini dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal. Selanjutnya, Menteri Agama, atau yang akrab disapa dengan Gus Yaqut, ini juga mengatakan bahwa label halal yang diterbitkan oleh MUI dinyatakan tidak berlaku lagi serta sertifikasi produk halal sendiri diselenggarakan oleh Pemerintah, bukan lagi oleh Ormas berdasarkan ketentuan Undang-Undang.
Menyoal tentang bentuk logo halal sendiri, Kepala BPJPH Kemenag, Muhammad Aqil Irham menuturkan bahwa sebelumnya perilisan logo Halal Indonesia, telah diajukan dua belas bentuk logo halal alternatif yang merepresentasikan kebudayaan Islam dan Indonesia. Pada akhirnya, ditetapkan logo dengan bentuk gunungan wayang dan motif surjan yang dibentuk dari kaligrafi tulisan halal dalam bahasa Arab, serta warna ungu yang merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir dan batin, serta daya imajinasi. Berawal dari hal ini, mulailah bermunculan pro-kontra di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Tak sedikit pihak yang menyuarakan keberatannya atas penetapan logo halal BPJPH Kemenag. Anwar Abbas, Wakil Ketua Umum MUI, turut menyatakan kritikan atas bentuk logo ini. Anwar menuturkan bahwa logo baru yang dikeluarkan BPJPH Kemenag hanya mementingkan artistiknya daripada menonjolkan tulisan halal dalam bahasa Arab. Tidak sedikit juga masyarakat yang memberi keluhan karena logo tersebut hanya sekadar gambar gunungan yang ada dalam pewayangan budaya Jawa. Selanjutnya, Anwar juga mengatakan jika logo halal terbaru ini justru tidak menunjukkan sisi kearifan nasional, melainkan hanya kearifan lokalnya karena bentuk gunungan wayang yang hanya merepresentasikan budaya Jawa.
Selain itu, Fadli Zon, Anggota DPR RI, juga menyatakan kritikannya bahwa logo yang baru lebih terkesan etnosentris dan terlihat seperti menyembunyikan tulisan halalnya. Hal ini membuat orang sulit untuk membaca tulisan halal yang ada pada logo tersebut dan terkesan hanya berupa gambar. Ia menuturkan seharusnya tulisan yang ada bisa terbaca dengan jelas dan tidak sebatas mengedepankan estetika.
ADVERTISEMENT
Mendapat kritik seperti itu, pihak BPJPH pun membantahnya. Kepala Pusat Regristrasi Sertifikasi Halal pada BPJPH Kemenag, Mastuki, mengatakan bahwa tidak benar jika dikatakan penggunaan gunungan wayang dan batik lurik merupakan jawasentris. Selanjutnya, Mastuki juga menjelaskan bahwa telah dilakukan riset dalam jangka waktu yang tidak sebentar dan juga melibatkan sejumlah ahli dalam penetapan bentuk logo halal terbaru ini.
Di sisi lain, ada juga pihak yang tidak terlalu mempermaslahkan akan penggantian logo halal, seperti ormas Muhammadiyah dan PBNU. Abdul Mu’ti selaku Sekretaris Umum PP Muhammadiyah menyatakan bahwa logo bukanlah suatu yang substantif. Hal yang penting adalah kepastian bahwa produk yang dilabeli halal itu betul-betul halal untuk dikonsumsi umat Islam. Sementara itu, Ketua Tanfidzyah PBNU, Ahmad Fahrurrozi, juga mengakui jika tidak ada masalah dengan logo halal baru BPJPH ini dan justru ia meminta masyarakat untuk dapat melihat sisi positifnya.
ADVERTISEMENT
Adanya penetapan logo halal baru memang menuai banyak kontroversi di masyarakat. Hampir seluruh lapisan masyarakat, mulai dari orang awam hingga para praktisi di bidangnya, turut memberikan kritik dan masukan mengenai hal ini.
Indonesia merupakan negara dengan proporsi mayoritas masyarakatnya adalah pemeluk agama Islam. Maka dari itu, keberadaan logo halal ini bisa dibilang merupakan suatu kebutuhan krusial untuk meyakinkan umat Muslim dalam menjamin produk yang dikonsumsi sudah sesuai dengan syariat Islam. Pemerintah dan lembaga terkait, dibantu oleh instansi akademik yang memiliki keilmuan pada bidang ini, diharapkan untuk melakukan sosialisasi secara jelas dan menyeluruh kepada masyarakat agar tidak menimbulkan keambiguan dalam hal ini.