Ingin Pasang PLTS? Ketahui Dulu Seluk Beluknya

Almahdi Yudha Nugraha
Electrical Engineering Students at Diponegoro University - Clean Energy Enthusiast
Konten dari Pengguna
25 Februari 2022 13:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Almahdi Yudha Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Matahari Untuk PLTS di Indonesia (Sumber : https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/matahari-untuk-plts-di-indonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Matahari Untuk PLTS di Indonesia (Sumber : https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/matahari-untuk-plts-di-indonesia)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di tengah berjayanya pembangkit listrik energi fosil, terdapat dampak lingkungan yang amat mengkhawatirkan. Pemanasan global, hujan asam, menipisnya cadangan sumber daya, dan dampak turunan lainnya seperti perubahan iklim, gelombang pasang, kerusakan ekosistem, hingga melonjaknya harga bahan bakar fosil yang biasanya diikuti dengan naiknya harga kebutuhan pokok. Hal ini menjadi perhatian khusus untuk kita semua, transisi menuju pengunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi suatu pilihan dalam hal ini Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
ADVERTISEMENT
Perkembangan panel surya (PV) di dunia sejauh ini amat luar biasa. Menurut data dari IRENA : Future of Solar Photovoltaic pertama diciptakannya silicon monocrystalline di tahun 1941, lalu disusul dengan peningkatan efisiensi sel silikon PLTS sebesar 20% oleh University of South Wales di tahun 1985, kemudian tercapainya akumulasi listrik PV dunia sebesar 100 GW di tahun 2012, inovasi diciptakannya pesawat pertama yang menggunakan PV di tahun 2015, hingga tercapainya akumulasi listrik PV dunia sebesar 480 GW di tahun 2018. Fakta diatas merupakan bukti nyata bahwa teknologi PV dapat berkembang dengan cepat, inovatif, dan masif.
Di Indonesia sendiri perkembangan PV masih sebatas perakitan. Solar module atau wafer untuk memproduksi PV masih mengimpor dari negara tetangga. Padahal silikon yang merupakan bahan pembuatan komponen PV merupakan unsur kedua terbanyak di bumi, terdapat sekitar 24 miliar ton pasir kuarsa dan 3 miliar ton kuarsit yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Sayangnya, di Indonesia sendiri belum ada teknologi atau riset yang mampu mengolah sumber bumi tersebut menjadi solar module atau wafer.
ADVERTISEMENT
PLTS membangkitkan listrik karena adanya efek photovoltaic, PLTS sendiri merupakan sel photovoltaic (sel PV). Efek photovoltaic muncul ketika radiasi dari matahari yang berwujud cahaya tampak, inframerah, dan sinar UV yang masing-masing mengandung foton dengan tingkat energi yang berbeda-beda. erbedaan tingkat energi dari foton cahaya inilah yang akan menentukan panjang gelombang dari spektrum cahaya. Ketika foton mengenai permukaan suatu sel PV, maka foton tersebut dapat dibiaskan, diserap, ataupun diteruskan menembus sel PV. Foton yang terserap oleh sel PV inilah yang akan memicu timbulnya energi listrik.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengoptimalkan kerja PLTS yaitu : iradiasi, fluks iradiasi, dan jam puncak matahari (PSH). Iradiasi adalah gelombang radiasi matahari dalam rentang waktu tertentu dengan satuan kilowatt-jam per meter persegi (kWh/m2). Fluks radiasi adalah gelombang radiasi matahari dalam satuan watt per meter persegi (W/m2). PSH adalah jam matahari bersinar penuh setara 1000 Wh/m2. Parameter tersebut dapat membantu dalam mengenali potensi energi matahari yang dapat dilakukan secara langsung menggunakan alat ukur iradiasi matahari dan pengukuran tak langsung dengan citra satelit. Selain itu, penentuan posisi arah datangnya cahaya matahari dengan kedudukan PV juga perlu diperhatikan guna memaksimalkan parameter di atas.
ADVERTISEMENT
Untuk jenisnya sendiri, PLTS ada dua yaitu sistem PLTS terhubung dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) disebut on-grid atau grid-connected dan sistem PLTS tidak terhubung dengan PLN (off-grid). PLTS on-grid bekerja bersamaan dengan listrik dari PLN, ketika siang hari pasokan listrik berasal dari PLTS sedangkan pada malam hari pasokan listrik berasal dari PLN. Keunggulan sistem ini adalah kelebihan listrik hasil pembangkitan PLTS dapat dijual ke PLN dan sistem ini tidak memerlukan baterai yang notabene mahal dan cenderung berumur pendek. PLTS off-grid di sisi lain tidak terhubung dengan jaringan listrik PLN sehingga diperlukan penyimpanan melalui baterai supaya listrik dapat dipasok bahkan di saat matahari tidak bersinar. Pada umumnya, PLTS off-grid diaplikasikan pada daerah yang jauh dari jaringan listrik. Kedua jenis PLTS tentu memiliki keunggulan dan kekurangan tersendiri, tergantung kebutuhan kita masing-masing.
ADVERTISEMENT
Penempatan PLTS terbagi menjadi beberapa jenis yaitu PLTS Atap, PLTS Terapung, PLTS off-grid tersebar, dan PLTS off-grid komunal. PLTS Atap adalah sistem PLTS di atap rumah tangga, perkantoran, atau pabrik yang terhubung dengan jaringan PLN melalui solar inverter. Ketika daya PLTS melebihi dari beban, kelebihan daya akan dijual dan dikirim ke jaringan listrik dengan sistem Net Metering, sebaliknya ketika daya PLTS kurang dari beban, kekurangan daya akan disuplai dari jaringan. Melihat dari cara kerjanya, PLTS Atap dirasa cocok jika digunakan oleh masyarakat umum yang masih teraliri listrik PLN. Sistemnya mudah untuk diaplikasikan dan cenderung lebih murah daripada PLTS jenis lain.
Berdasarkan fakta yang ada, perkembangan riset dan teknologi PLTS di dunia memang sedang gencar-gencarnya. Akan tetapi, sangat disayangkan Indonesia masih belum dapat ikut andil dalam hal ini. Semoga kedepannya pemerintah lebih memperhatikan para akademisi, peneliti, atau masyarakat umum supaya dapat ikut serta dalam research and development (RND) sehingga pada akhirnya bisa memproduksi PLTS sendiri. Hal ini mungkin untuk dilakukan jika pemerintah berani membiayai riset dan merancang peraturan yang dapat mendorong terlaksananya optimalisasi PLTS.
ADVERTISEMENT