Buku: Dibaca, Dikoleksi, dan Diperingati

Almas Rifqi
Domisili di Jogja. Baru menekuni bidang kepenulisan belum lama ini.
Konten dari Pengguna
24 April 2018 3:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Almas Rifqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Buku (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Buku (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilmu pengetahuan tidak melulu diajarkan di sekolah. Ataupun terkandung dalam setumpuk jurnal ilmiah tulisan profesor dan doktor dari seluruh penjuru negeri.
ADVERTISEMENT
Sebuah buku, apapun genre-nya bisa menguak dunia. Bukan dunia secara gamblang seperti yang dibicarakan dan diteliti oleh para ilmuwan dan peneliti tersohor. Buku, menguak dunia. Dunia di sekitar kita dan dunia dalam diri kita.
Buku merupakan sekumpulan tulisan yang di tumpuk menjadi sebuah benda yang nyaman dipegang dan digenggam, yang dihiasi susunan-susunan kata dan kalimat yang seringnya memanjakan mata.
Sudah nyaman digenggam, susunan kata per kata yang memanjakan mata, bolehlah barangkali kita baca dari awal. Dimulai dari kata pengantar, dan berlanjut hingga bab pertama. Berisi narasi tentang suatu topik yang kadang tidak kita duga isinya. Barangkali bisa membuat mulut komat-kamit membisikan “wah, kok bisa…” ke diri sendiri. Yang paling sering, aku yakin, “oh, aku baru tahu ini”.
ADVERTISEMENT
Sebuah buku bisa menjadi jendela dunia ketika kita bisa memaknainya dengan tepat. Sesuai dengan kebutuhan diri. Terkadang kita membaca buku karena konteks hidup membutuhkan kita, memaksa kita untuk berbuat demikian. Namun sadar-tidak sadar, membaca adalah kebiasaan yang dilakukan setiap insan.
Mudahnya, membaca pesan singkat dan baliho di pinggir jalan. Namun informasi yang didapat masihlah minim, sangat terikat dengan konteks diri sendiri.
Buku, dengan berbagai keragamana jenisnya, memiliki caranya sendiri untuk memberikan informasi. Novel, sebuah buku yang menyajikan narasi panjang sebuah perjalanan cerita dari suatu tokoh, interaksinya dengan tokoh lain dan ekosistem di dalam settingnya, dan segala seluk beluk perilakunya bisa memberikan informasi menarik yang diam terkandung dan menunggu si pembaca menyadarinya.
ADVERTISEMENT
Banyak informasi ekstrinsik─nama tempat, jenis kegiatan, dan masalah─dan intrinsik─nilai luhur, emosi yang dimunculkan, dan pengetahuan baru atas perilaku manusia yang dicerminkan tokoh─yang mampu menambah wawasan si pembaca dengan disusul dengan menelaah lagi informasi tersebut agar tidak gamblang diterima logika.
Ada juga buku kumpulan esai, kebanyakan dinarasikan secara ilmiah dan mengandung nilai-nilai atau informasi dari topik yang sudah ditentukan oleh si penulis. Berisi opini dan bermacam informasi akurat hasil ekspertasi si penulis atas tulisan dan bahan yang terkandung dalam kumpulan esai tersebut.
Yang sulit adalah memahami puisi, aku pun sepakat, kalau sudah dibukukan, puisi makin sulit di cerna. Kita pasti mengira puisi-puisi yang memiliki makna yang masih misterius sampai kita mempelajarinya itu saling terkait satu sama lainnya. Padahal, bisa saja tidak.
ADVERTISEMENT
Namanya buku puisi, isinya antologi puisi. Beowulf sedikit berbeda, puisi ini bercerita tentang perjalanannya melawan monster yang diceritakan secara gamblang dalam beribu-ribu baris. Puisi modern menceritakan isi dan maksudnya dengan cara yang lebih mudah: biarkan si pembaca menerka dan menganalisis secara ringan maupun kompleks puisi tersebut.
Mereka ini tidak semuanya memberikan informasi dengan gamblang, tidak semuanya mudah dipahami, tapi aku bisa bilang di sanalah kenikmatannya. Menerka dan mengira-ngira maksud terbaik dari isi tulisan dalam sebuah buku, entah novel, kumpulan, esai, bahkan puisi.
Ya merekalah beberapa jenis buku yang jelas nyaman digenggam dan memiliki aura untuk dibaca. Dengan harapan, buku menjadi jembatan ilmu karena dibarengi proses kreatif berpikir dalam menentukan gagasan yang masuk ke dalam jiwa lewat pikiran dan logika.
ADVERTISEMENT
Amankan Ilmumu itu dengan Cara Terbaik
Setelah membaca sebuah karya dalam bentuk buku, kita biasanya menganugerahi diri kita dengan melabeli buku tersebut dengan istilah ‘koleksi’ dan disimpan di dalam rak atau lemari dan ditata secara rapi menurut estetika masing-masing agar sedap dipandang.
Dengan hasil dari tatanan yang memuaskan munculah keinginan untuk menambah koleksi tersebut. Bahayanya, kalau hanya mendapatkan buku tersebut saja sudah puas, belum sampai membacanya, eh, sudah masuk rak. Estetika tercipta, tapi gagasannya dibiarkan begitu saja.
Sebuah buku yang diam harus tetap kita segel. Gagasan dari sebuah buku yang terkandung di dalamnya tidak tersegel dengan baik kalau hanya mementingkan keindahan tatanan buku-buku itu di dalam rak buku. Sekali lagi, baiknya kita segel.
ADVERTISEMENT
Bagaimana caranya? Jawaban yang mudah. Bacalah buku tersebut, sematkan sedikit perhatian di sana dengan menempeli buku tersebut dengan penanda-penanda, garis bawahi beberapa informasi penting atau kalimat dengan kuot menarik, bahkan menggarisbawahi kata asing dan menulis maksudnya─bisa diambil dari KBBI atau menarik kesimpulan dari konteks bacaan di buku tersebut─.
Ketika sudah diletakkan di dalam rak, tidak semua orang ingin membaca buku tersebut lagi dari awal. Namun akan berbeda ketika kita mengambil buku tersebut dan membuka lembar-lembar penuh catatan, karena pastinya kita akan bisa kembali menarik memori-memori dan gagasan di buku itu lewat catatan-catatan ataupun coretan-coretan yang kita tinggalkan.
Semudah itu menyegel sebuah buku, tidak dengan rantai, tapi dengan bookmark yang berupa coretan sebagai tanda bukti sah kita telah membaca buku tersebut. Itulah cara terbaik selain menumpahkan gagasannya dalam sebuah tulisan ataupun resensi.
ADVERTISEMENT
Peringati Bukumu, Sebarkan Ilmunya
Publikasi adalah sarana terbaik untuk menyebarluaskan sebuah kebaikan. Hal ini dimaksudkan dengan mengoptimalkan penggunaan sosial media. Bagi segelintir orang, menyebarluaskan kegiatan membaca yang mereka lakukan itu penting. Juga tidak bagi segelintir orang.
Faktanya, rasa penasaran dan keinginan untuk membaca sebuah buku dimulai dari melihat atau mendengar kesan yang ditimbulkan dari buku yang dibaca seseorang.
Dengan mengabadikan dan mempublikasikannya di sosial media, maka kita secara langsung telah memperingatinya sebagai bagian dari sejarah yang kita buat. Tidak perlu menunggu tanggal 23 April disetiap tahunnya untuk menambah momentum ini ke akun sosial media.
Kita bisa melakukannya setiap saat setelah membaca buku yang dirasa bagus. Sertakan kata-kata mutiara dari buku tersebut dan sebarluaskan. Buatlah orang lain penasaran.
ADVERTISEMENT
Namun baiknya, tidak secara murah dalam menyebarluaskannya. Kita bisa belajar dengan baik dari intisari atau gagasan sebuah buku. Implementasikan itu di kehidupan kita, dan niscaya itulah cara terbaik untuk memperingati sebuah buku.
Buku tidak akan pernah basi, buku tidak akan pernah mati, jika setiap cerita di dalamnya bisa dimaknai dengan baik dan diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Entah secara langsung pada diri kita atau dengan menuliskan keajaiban yang kita dapat dari narasinya dalam sebuah tulisan. Ilmu berkembang secara berantai, anda lah yang memperkuat rantai itu dan meneruskan estafetnya.