Konten dari Pengguna

Mengapa Masyarakat Masih Acuh? Tantangan Besar dalam Edukasi Sampah Plastik

Naufal Majid
Mahasiswa Universitas Pamulang Program Studi Manajemen
23 Februari 2025 14:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naufal Majid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kejar Mimpi menggelar workshop trash become treasure di kampung pemulung, pondok karya. (sumber: dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kejar Mimpi menggelar workshop trash become treasure di kampung pemulung, pondok karya. (sumber: dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
Mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap sampah plastik bukanlah tugas yang mudah. Sampah plastik yang semakin merajalela di Indonesia masih sering dianggap sebagai masalah sepele, padahal dampaknya terhadap lingkungan sangat besar. Meski berbagai komunitas telah bergerak dalam kampanye edukasi, tantangan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tetap menjadi hambatan utama.
ADVERTISEMENT
Salah satu tantangan terbesar dalam mengelola sampah plastik adalah rendahnya kesadaran masyarakat. Banyak orang masih membuang sampah sembarangan tanpa memikirkan konsekuensinya. Bahkan, dalam beberapa program edukasi yang telah saya lakukan, banyak peserta yang awalnya menganggap masalah sampah plastik bukanlah urusan mereka.
Ketika saya bergabung dengan komunitas Kejar Mimpi by CIMB Niaga dan menjalankan proyek "Trash Becomes Treasure" di Kampung Pemulung, Pondok Karya, saya menyaksikan langsung bagaimana sulitnya mengajak masyarakat untuk berubah. Tidak sedikit yang merasa bahwa mengelola sampah adalah tanggung jawab pihak tertentu, bukan tanggung jawab bersama.
Selain rendahnya kesadaran masyarakat, kurangnya dukungan dari pemerintah dan minimnya fasilitas daur ulang juga menjadi kendala. Di beberapa daerah, masih sulit menemukan tempat sampah terpilah, apalagi pusat daur ulang yang memadai. Hal ini membuat masyarakat semakin enggan untuk memilah dan mendaur ulang sampah mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam proyek "Trash Becomes Treasure", kami mencoba mengedukasi masyarakat bahwa sampah plastik bisa diolah menjadi barang bernilai ekonomi. Namun, tanpa adanya fasilitas pendukung, mereka kesulitan untuk menerapkan ilmu yang telah diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa kampanye edukasi harus dibarengi dengan penyediaan infrastruktur yang memadai agar perubahan dapat terjadi secara berkelanjutan.
Faktor lain yang sering terlupakan adalah stigma negatif terhadap profesi pemulung. Padahal, mereka memiliki peran penting dalam rantai daur ulang sampah. Masyarakat cenderung memandang remeh pekerjaan ini, sehingga banyak yang enggan terlibat dalam kegiatan pengelolaan sampah.
Dalam kegiatan yang kami lakukan, kami berusaha mengubah perspektif ini dengan menunjukkan bahwa daur ulang bisa menjadi peluang ekonomi yang menjanjikan. Beberapa peserta mulai memahami bahwa sampah yang selama ini mereka anggap sebagai limbah sebenarnya bisa diolah menjadi produk bernilai jual tinggi.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi tantangan ini, perubahan harus dimulai dari lingkup terkecil, yaitu keluarga dan komunitas sekitar. Kampanye yang kami lakukan menekankan pada aksi nyata yang mudah diterapkan sehari-hari, seperti memilah sampah dari rumah, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dan mendukung produk-produk daur ulang.
Meskipun tantangan dalam mengajak masyarakat peduli terhadap sampah plastik masih besar, bukan berarti hal ini mustahil dilakukan. Dengan kombinasi edukasi yang tepat, dukungan infrastruktur, serta perubahan pola pikir masyarakat, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan. Sampah plastik bukan hanya masalah individu, melainkan tanggung jawab kita bersama