Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Seribu Kesan Desa Sibandang: Dari Muara bersama si Sari Roma
20 Juni 2023 0:12 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Aloysius Selwas Taborat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Begitulah percakapan saya dan teman ketika kapal motor Sari Roma bergerak meninggalkan Pelabuhan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, menuju Desa Wisata Sibandang di Pulau Sibandang pada sore itu, pukul 15.35 tanggal 17 Juni 2023.
ADVERTISEMENT
Perjalanan tersebut menghabiskan sekitar 40 (empat puluh) menit. Rombongan peserta Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) Angkatan ke-74 dan pejabat Eselon II Kementerian Luar Negeri (Kemlu), mengisi perjalanan dengan makan Mangga hasil bumi Pulau Sibandang dan bersenda gurau di atas kapal Sari Roma.
Mangga Sibandang memang berbeda dengan mangga varietas daerah lain. Salah satu yang khas adalah rasa manis susu.
Didampingi pejabat dinas pariwisata setempat dan staf Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, perjalanan menjadi sangat mengesankan. Kaldera Danau Toba terbabar lebar mengisi khatulistiwa sejauh mana-pun mata memandang. Setiap laju Sari Roma selalu mengingatkan akan betapa indahnya Bumi Indonesia.
Tidak heran Organisasi Pendidikan dan Kebudayaan dunia seperti UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) memberikan status Global Geopark atas Kaldera Danau Toba.
Sinar mentari sore yang terik menerpa, terhadang semilir angin dingin Danau Toba. Tak terasa Sari Roma telah mencapai labuhannya. Kami bergegas turun dan memasuki areal Desa Wisata Sibandang.
ADVERTISEMENT
Bukan kaleng-kaleng memang. Begitu masuk “disambut” oleh pemakaman di sisi kiri jalan setapak. Sementara di sisi kanan berdiri tegak rangkaian 7 (tujuh) kursi kosong di bawah pohon beringin Desa. Susunan kursi tersebut dikenal dalam bahasa setempat sebagai Partukkoan, yakni kursi tempat raja-raja dahulu melakukan musyawarah.
Jalan masuk Desa memang agak menanjak, namun begitu tiba di ujungnya, segera memasuki Desa Wisata. Rumah Bolon, Rumah adat Batak Toba, bejejer di sisi kanan jalan Desa. Salah satunya ternyata Rumah Raja GukGuk, Raja pertama di Sibandang. Konon rumah tersebut telah berusia kurang lebih 300 tahun. Sangat disayangkan memang, Rumah Bolon yang berjejer tersebut sudah terlihat usang.
Pejabat dinas pariwisata kemudian menjelaskan. Bahwa selain dari tanaman budidaya, masyarakat setempat juga mengandalkan pemasukan dari hasil tenun ulos.
ADVERTISEMENT
Warga sekitar cukup ramah. Sesekali anak-anak kecil mendatangi kami dan menebar senyuman polosnya. Mungkin terlihat serius mendengarkan pembicaraan kami. Mungkin gumamnya dalam hati, "kakak-kakak ini siapa, aku ingin jadi seperti mereka".
Akhirnya waktu pula yang mengharuskan kami meninggalkan Desa tersebut. Tidak terasa 2 (dua) jam telah berlalu. Bersama si Sari Roma kami kembali menuju Pelabuhan Muara.
Desa Wisata Sibandang, sungguh indah nan-alami. Kesan menyatu dengan alam begitu kuat. Namun Desa Sibandang perlu terus meningkatkan benah diri dalam menyambut parwisata.
Pemeliharaan Rumah Bolon harus menjadi perhatian utama. Begitupun tulisan pada tanda/marka jalan serta gerbang selamat datang dan selamat jalan perlu diperjelas.
Konektivitas menuju Sibandang pada prinsipnya telah tersedia. Kesiapan masyarakat dalam menjaga keasrian kawasan Desa Wisata Sibandang dan benda cagar budaya-nya perlu ditingkatkan. Sinergi kebijakan Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan pemerintah daerah dalam hal ini sangatlah menentukan.
ADVERTISEMENT
Perjalanan singkat namun meninggalkan seribu kesan. Desa Wisata Sibandang, sampai jumpa lain waktu!