Pergeseran Makna Kata “Cabut”

ALPI HASANAH MHS 2017
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
17 Desember 2020 17:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ALPI HASANAH MHS 2017 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pergeseran Makna Kata “Cabut”
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pergeseran Makna Kata “Cabut” dalam Percakapan Sehari-hari
Alpi Hasanah
ADVERTISEMENT
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi. Maka dari itu, menguasai bahasa dengan baik sangatlah penting agar keberhasilan dalam berkomunikasi dapat tercapai. Menurut Suhardi (2013: 21) bahasa dan manusia adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya berkembang secara bersama-sama. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dan membagi rasa atau permasalahan. Maka dari itu, bahasa tidak dapat dipisahkan dari segala bidang dan kegiatan sehari-hari dalam kehidupan.
Dalam perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, banyak perubahan yang terjadi, salah satu hal yang mengalami perubahan adalah bahasa, semakin bervariasinya kosa kata dalam bahasa yang menjadikan komunikasi semakin beraneka ragam. Dari sekian banyak kata yang mengalami perubahan arti, salah satunya adalah kata cabut, yang biasa digunakan oleh kalangan remaja atau pemuda. Pada penelitian kali ini, penulis akan menganalisis bagaimana makna kata cabut mengalami pergeseran dalam konteks bahasa gaul yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
PEMBAHASAN
Menurut Mayerhoff (2006 : 55) perubahan makna adalah sebuah proses dimana penutur mungkin mulai menggunakan kata-kata dengan cara yang sedikit berbeda, dan karena perubahan-perubahan kecil itu terus terjadi, suatu kata dapat berakhir dengan makna yang sangat berbeda dari makna awalnya. Makna tidak berubah dengan sendirinya, melainkan disebabkan oleh beberapa faktor. Subuki (2011 : 104) mengatakan sebab-sebab perubahan makna adalah sebagai berikut :
a.Sebab Kebahasaan
Salah satu sebab perubahan arti dalam bahasa berasal dari bahasa itu sendiri. Dalam bahasa Indonesia, kata acuh dapat kita pertimbangkan sebagai contoh. Akibat terlalu sering digunakan bersama partikel negatif tak, misalnya dalam ungkapan acuh tak acuh, kata acuh kini memiliki arti yang tidak berbeda dengan tidak acuh, itulah sebabnya kenapa kita dapat menggunakan ungkapan ia mengacuhkan saya dan ia tidak mengacuhkan saya sebagai padanan dari kalimat ia tidak mempedulikan saya. Perubaha yang disebabkan kebahasaan juga terkait dengan perubahan bentuk tertentu menjadi bagian dari elemen gramatikal sebuah bahasa. Kata merupakan, misalnya, adalah verba yang berasal dari akar rupa, membentuk (menjadikan) supaya berupa. Akan tetapi kata merupakan kini lebih tepat dianggap kopula yang menjadi sinonim dari adalah dan ialah.
ADVERTISEMENT
b.Sebab Non-kebahasaan
Beberapa sebab lain dalam perubahan arti adalah faktor yang bersifat non-kebahasaan. Sebab tersebut adalah sebagai berikut :
1.Perkembangan Ilmu dan Teknologi
Perkembangan dalam bidang teknologi dapat menyebabkan perubahan arti suatu kata. Contohnya kereta api, pada awalnya kereta api mengacu kepada kereta yang digerakkan oleh mesin yang menggunakan tenaga batu bara. Saat ini kereta api sudah banyak menggunakan tenaga listrik, tetapi istilah kereta api sepertinya lebih sering dipakai dari pada KRL (kereta rel listrik).
2.Perubahan Sosial
Perubahan arti bahasa bisa jadi merupakan rekaman perubahan sosial. Kata saudara, misalnya, dalam bahasa sansekerta bermakna ‘seperut atau satu kandungan’. saat ini, terjadi perluasan pada kata saudara, selain masih juga digunakan dalam arti ‘orang yang lahir dari kandungan yang sama’, digunakan juga untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap memiliki status sosial yang seimbang dan atau lebih rendah. Sebagai contoh lain, kita dapat melihat arti yang menyempit pada kata sarjana, dulu, dalam bahasa Jawa Kuno, kata sarjana berarti ‘orang pandai atau cendekiawan’. akan tetapi, sarjana kini berarti lulusan perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
3.Perluasan Bidang Pemakaian
Sekumpulan kata dalam bahasa biasanya berhubungan dalam sebuah medan semantik atau medan leksikal. Kumpulan kata tersebut biasanya terkait dengan bidang tertentu dalam kehidupan kita yang bersifat khusus pula. Akan tetapi akibat keterbatasan istilah dalam suatu bidang, kita biasanya meminjam kata dalam bidang lain untuk digunakan secara metaforis. Sebagai contoh, dalam bidang pertanian, kita dapat menjumpai kata menggarap, menabur, menanam, membasmi, sawah, benih, pohon, dan hama. Dengan demikian kita sering menjumpai ungkapan menggarap sawah, menabur benih, menanam pohon, dan membasmi hama. Verba dalam bidang pertanian ini kemudian kita gunakan secara metaforis pada bidang lain, sehingga muncul ungkapan menggarap skripsi, menabur dendam, menanamkan sikap, dan membasmi penjahat.
4.Pengaruh Asing
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, yang dimaksudkan bukanlah kata asing yang diserap masuk ke dalam sebuah bahasa, melainkan konsep perubahan arti leksikal tertentu dalam bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa lainnya. Dalam bahasa indonesia, penggunaan kata layang dalam ungkapan jalan layang jelas dipengaruhi oleh konsep fly over yang terlebih dahulu dimiliki bahasa Inggris.
5.Kebutuhan Istilah Baru
Salah satu persoalan terkait dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah kebutuhan istilah baru untuk merekam perubahan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, biasanya digunakan salah satu dari tiga cara : (1) membentuk istilah baru dari unsur yang sudah ada; (2) meminjam istilah dari bahasa asing; dan (3) memilih makna dari sebuah kata yang sudah lama dan menggunakan kata tersebut sebagai istilah. Kata papan, misalnya, kata ini pada dasarnya bermakna ‘lempengan kayu yang tipis’. Akan tetapi, kata papan kini diangkat menjadi istilah untuk makna ‘perumahan’. Begitu pula kata sandang. Kata ini semula bermakna ‘selendang’. Akan tetapi, kata tersebut kini diangkat menjadi istilah yang mengacu kepada ‘pakaian’.
ADVERTISEMENT
6.Tabu
Hal lain yang merupakan sebab terjadinya perubahan arti adalah tabu, yaitu konsep yang menggambarkan larangan tertentu dalam dunia sosial. Ada kata tertentu yang seolah-olah dilarang untuk diucapkan. Akibat dari tabu bahasa adalah munculnya uefimisme, yaitu sebentuk ungkapan pengganti yang dipergunakan untuk memperhalus efek dari ungkapan lain yang dirasa lebih kasar. Contoh, dalam masyarakat Indonesia, mengucapkan alat kelamin dengan namanya adalah tabu. Oleh karena itu, kemudian kita mengganti ungkapan yang mengacu kepada alat kelamin menjadi kemaluan.
Karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Chaer (2009: 140) makna dapat berubah menjadi berbagai jenis antara lain:
1. Meluas
Perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Contohnya: kata saudara yang sudah disinggung di depan, pada mulanya hanya bermakna ‘seperut atau sekandungan’. Kemudian, maknanya bisa berkembang menjadi ‘siapa saja yang sepertalian darah’ akibatnya, anak paman pun disebut saudara.
ADVERTISEMENT
2. Menyempit
Menyempit yang dimaksud di sini adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Contohnya: pada kata sarjana yang awalnya berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’, kemudian hanya berarti ‘orang yang lulus dari perguruan tinggi’, seperti tampak pada sarjana sastra, sarjana ekonomi, dan sarjana hukum.
3. Perubahan total
Dimaksud dengan perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada. Contohnya: kata ceramah pada mulanya berarti ‘cerewet’ atau ‘banyak cakap’ tetapi kini berarti ‘pidato atau uraian mengenai suatu hal yang disampaikan di depan orang banyak’.
ADVERTISEMENT
4. Penghalusan (eufemia)
Pembicaraan mengenai penghalusan ini kita berhadapan dengan gejala yang ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopan dari pada yang akan digantikan. Misalnya: kata penjara atau bui diganti dengan kata/ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu lembaga pemasyarakatan.
5. Pengasaran (disfemia)
Kebalikan dari penghalusan adalah pengasaran (disfemia), yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Misalnya kata menjebloskan yang dipakai untuk menggantikan kata memasukkan, seperti dalam kalimat polisi menjebloskannya ke dalam sel.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa kata cabut telah mengalami perubahan atau pergeseran makna. Berdasarkan jenis pergeseran makna (Chaer: 2009), kata cabut dalam konteks bahasa gaul ini dapat dikategorikan sebagai perubahan total. Yang dimaksud dengan perubahan makna total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya. Namun tetap tidak menutup kemungkinan jika makna yang dimiliki sekarang masih ada keterkaitan dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya sudah jauh sekali. Kata cabut / mencabut awalnya adalah kata kerja yang berarti (1) menarik supaya lepas (keluar) dari tempat tertanamnya; (2) menarik keluar dari sarungnya; (3) mengambil salah satu dari kelompok yang besar; (4) menarik kembali apa yang sudah dikatakan; (5) menyatakan tidak berlaku (kbbi.web.id), tetapi saat ini kata cabut mengalami pergeseran makna menjadi pergi atau berangkat.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, A. (2009). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Meyerhoff, M. (2006). Introducing Sociolinguistics. USA: Routledge.
Subuki, M. (2011). Semantik : Pengantar Memahami Makna Bahasa. Jakarta: Transpustaka Suhardi, M. (2013). Pengantar Linguistik Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
https://www.google.com/amp/s/kbbi.web.id/cabut.html