Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Koridor Politik Oligarki dan Kemuakan Rakyat terhadap Politik
22 Maret 2021 16:06 WIB
Tulisan dari Alrdi Samsa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya Anti Politik?
Indonesia adalah negara dengan beragam kisah yang selalu dirangkai dengan proses-proses yang dinamis. Tidak bisa identik dengan satu definisi dan juga tidak bersifat definitif. Di uji dengan penuh rintangan, baik dalam internal pemerintah atau bahkan pihak eksternal.
ADVERTISEMENT
Mungkin, untuk menjadi negara yang besar, perlu rintangan dan ujian yang besar pula katanya.
Di balik belum terselesaikannya wabah COVID-19, ada dua masalah yang luput dan tidak menjadi inti fokus kembali dalam persoalan politik.
Dua permasalahan yang terus tumbuh subur tersebut, yakni politik uang dan politik oligarkhi, keduanya akan ditulis dan berkelindan untuk diselesaikan.
Transformasi Kekuasaan; Terbukanya Politik Uang dan Koridor Politik Oligarkhi
Secara subyektif, asal-muasal hadirnya masalah dalam koridor politik Indonesia adalah ketika konsesi dan kebijakan diperdagangkan oleh segelintir elite. Soeharto dengan segala kebijakannya yang telah dijalankan sudah menutup kran-kran politik daerah untuk mendapatkan bagian dan jatah kuasa, hingga pada akhirnya segala hal yang berhubungan dengan kuasa, harus atas dasar persetujuan Soeharto.
ADVERTISEMENT
Cerita berlanjut, ketika reformasi bergulir. Alurnya bergerak maju dengan hiasan intrik politik yang sangat kentara. Kuasa tidak lagi diperdagangkan di pusat, namun justru menjadi makanan bagi siapa pun yang ada di daerah.
Otonomi daerah menjadi gerbang. Oligarki menyebar, tidak bertumpu pada satu sudut kuasa. Hingga akhirnya setiap daerah dapat memberlakukan sistem kuasanya sendiri. Inti pentingnya, tersebarnya oligarki mengantarkan kekuasaan presiden kepada lembaga-lembaga seperti partai politik dan parlemen.
Kontrol otoritarian di masa Order Baru digantikan dengan politik uang. Reformasi membawa pada kisah yang tidak terlalu sebahagia itu bagi seluruh masyarakat, bahkan menyisakan kemukan tersendiri. Pusat kuasa bukan lagi bersender pada peran vital presiden, namun lebih pada siapa pun orang yang memiliki uang.
ADVERTISEMENT
Politik uang terjadi, dan sukar dihapuskan bahkan dihilangkan karena ada perkawinan silang antara pasar politik uang (supply dan demand) serta rendahnya resiko sanksi yang dihadapi. Karakteristik masyarakat menjadi sandaran, namun sayang mungkin karakter no money politics belum tercerna dan terimplementasikan dengan baik dalam setiap masyarakat.
Tulisan ini sebenarnya membuka tabir kegamangan orang-orang yang sering bersinggungan dengan politik namun enggan untuk tahu bahkan mengenal tentang politik. Sebagian dari masyarakat yang muak akan kehampaan ruang demokratis dan asas kesamarataan sikap yang diberi.
Inti dari masalah kemuakan yang terjadi dari orang-orang yang mungkin bisa dikatakan anti politik adalah bahwa adanya konsesus dan kebijakan yang tersandra, karena kunci lahirnya kebijakan hanya untuk sebagian orang.
ADVERTISEMENT
Terakhir dua masalah pelik ini, menghasilkan satu koridor utama bagi kondisi politik Indonesia, yakni bahwa; urusan negara sudah seperti urusan segelintir orang-orang itu saja, yang mewarnai media dan kuasa. Hal ini menjadi ancaman serius, bagi kapasitas demokrasi karena terus menggerogoti. Demokrasi memuja kompetisi, sedangkan oligarkhi memuji kesepakatan segelintir elite.