Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Lemahnya Motivasi Belajar pada Siswa di Sekolah
26 Mei 2018 10:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Alsri Nurcahya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lemahnya Motivasi Belajar pada Siswa di Sekolah
Oleh : Alsri Nurcahya
ADVERTISEMENT
Motivasi diri untuk terus belajar merupakan hal yang sangat penting bagi setiap siswa, karena motivasi tersebut akan menggugah siswa untuk tetap bersemangat dalam belajar. Sebaliknya, tanpa motivasi tersebut siswa akan merasa sulit untuk memahami materi yang telah dijelaskan oleh guru. Tentu saja hal ini akan berdampak buruk bagi kualitas dirinya juga masa depannya.
Faktanya, lemahnya motivasi diri untuk belajar pada siswa ternyata menjadi masalah yang begitu membingungkan bagi guru, juga orangtua siswa. Misalnya banyak siswa yang menghabiskan tidur selama jam pelajaran berlangsung, siswa mengabaikan penjelasan guru, siswa lebih asyik dengan gawai ketimbang membaca buku, dan lain-lain.
Sampai saat ini, tentu kita menemukan banyak siswa memiliki motivasi yang lemah dalam belajar, apalagi jika kita seorang pendidik. Untuk itu, kita perlu mengetahui apa penyebab kurangnya motivasi diri bagi siswa untuk tetap aktif dalam kegiatan belajar.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa faktor yang menjadikan lemahya motivasi siswa dalam belajar seperti kurangnya perhatian guru terhadap siswanya. Hal utama yang perlu dilakukan sebagai seorang guru ialah mengevaluasi diri sendiri. Guru di sekolah bukan hanya berfungsi sebagai pendidik, tetapi juga sebagai motivator bagi siswanya. Peran guru dalam memotivasi siswa sangatlah penting, khususnya bagi siswa yang malas untuk belajar, dan siswa yang bermasalah. Sedikit banyaknya motivasi yang diberikan pasti akan tersirat di dalam hati para siswa. Bahkan fakta membuktikan bahwa guru yang lebih dekat dengan siswanya, sering berinteraksi dengan siswanya, dan sering memberikan motivasi, akan lebih disukai oleh siswanya.
Hal selanjutnya yang menjadi faktor lemahnya motivasi siswa dalam belajar adalah disebabkan karena gaya dan cara penyampaian materi oleh guru. Siswa pastinya akan merasa bosan dengan metode pengajaran yang monoton, penyampaian materi yang sulit dipahami, kurangnya pelibatan media belajar, guru yang asyik sendiri, dan lain-lain. Jika demikian, motivasi siswa untuk tetap memperhatikan materi akan semakin melemah jika guru tidak memberikan pemahaman yang baik bagi siswanya.
ADVERTISEMENT
Lemahnya motivasi untuk belajar dalam diri siswa itu sendiri merupakan faktor utama yang dialami oleh kebanyakan siswa, sehingga hal ini menyebabkan siswa kurang berminat untuk belajar dan menghabiskan waktu beberapa tahun di sekolah dengan sia-sia. Siswa yang tidak memiliki impian dan cita-cita yang jelas, siswa yang tidak percaya diri dan merasa dirinya tidak pintar, siswa yang memiliki idealisme yang menganggap tujuan akhir pendidikan adalah hanya untuk mendapatkan pekerjaan saja yang pada akhirnya siswa tidak serius dalam hal pembelajaran, akan membuat siswa menjadikan pendidikan sebagai formalitas semata.
Faktor selanjutnya adalah masalah dalam kehidupan siswa yang menjadikan lemahnya motivasi diri untuk belajar seperti masalah keluarga, putus cinta, masalah dengan teman sebayanya, bolos sekolah, dan lain sebagainya. Siswa tidak berani menceritakan permasalahannya kepada orangtua, guru, bahkan teman dekatnya sekalipun, karena malu atau karena mereka beranggapan itu adalah hal privasi, yang pada akhirnya semua permasalahan yang dialaminya ia tanggung dan pendam sendiri, yang menyebabkan siswa tidak hanya bermasalah dalam hal akademik saja, tetapi psikologisnya pun ikut bermasalah.
ADVERTISEMENT
Kurangnya perhatian orangtua juga dapat menjadi faktor lemahnya motivasi belajar pada anaknya. Orangtua menempati peran yang sangat penting sebagai motivator bagi pendidikan anak, karena secara tidak sadar apapun yang berasal dari orangtua baik sifat maupun sikap akan menjadi panutan anak begitu pula dalam masalah pendidikan anak. Saat ini, banyak orangtua yang kerap menyalahkan kenakalan anaknya kepada pihak sekolah. Padahal letak kesalahannya adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Kebanyakan orangtua tidak menyadari hal tersebut dikarenakan mereka sibuk bekerja dan beranggapan bahwa semua proses pembelajaran ditanggung oleh pihak sekolah.
Hal selanjutnya yang menjadi faktor lemahnya motivasi siswa dalam belajar di sekolah adalah pergaulan yang bebas. Mereka melakukan hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh pelajar, seperti pelecehan anak di bawah umur, mencuri, berjudi, merokok dan sebagainya. Mereka beranggapan bahwa begitulah seharusnya menikmati masa remaja. Waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar pun terbuang sia-sia, sehingga siswa tidak sadar keinginan untuk belajar semakin menurun.
ADVERTISEMENT
Walaupun tidak semua siswa yang bergaul dengan lingkungan yang kurang baik akan terbentuk menjadi anak yang tidak baik, tetapi mayoritas siswa yang sudah terjerumus dalam lingkungan yang bebas, maka perilaku dan pemikirannya bisa saja terpengaruhi oleh lingkungan luar yang saat ini semakin mengkhawatirkan. Sebagai guru dan orangtua, sebaiknya mereka memberi pemahaman yang lebih terkait dengan lingkungan yang hendak mereka masuki. Pengawasan yang baik dari kedua orangtua tentunya sangat penting agar anak merasa dirinya diperhatikan.
Selanjutnya adalah faktor kemajuan teknologi yang tidak bisa dipungkiri memang membawa kemudahan pada setiap aktivitas manusia. Meski demikian, kemajuan teknologi juga membawa dampak buruk terutama dalam hal pendidikan. Budaya-budaya luar yang terselip dalam fasilitas internet, program-program kurang mendidik, dan masih banyak hal lainnya dapat menghipnotis siswa untuk asyik bermain daripada belajar. Semua itu memperbanyak aktivitas siswa sehari-hari sampai melupakan belajar dan secara perlahan kemajuan hebat peradaban manusia melemahkan motivasi belajar dalam diri siswa. Kita bisa berasumsi bahwa siswa mampu bertahan lebih dari lima jam bermain games daripada satu jam belajar di sekolah. Jika siswa tersebut terus terbuai dan tidak bisa membatasi diri dari fasilitas teknologi yang kian menarik, maka permasalahan yang timbul tidak hanya melemahnya keinginan untuk belajar saja, tetapi siswa tersebut akan kecanduan yang dapat membahayakan pemikiran juga kesehatannya.
ADVERTISEMENT
Ketika siswa mulai berpikir kritis, tentunya siswa harus tetap dapat pengawasan yang baik dari orang-orang terdekatnya, agar dapat membedakan mana yang baik untuk dijadikan patokan dan mana yang tidak baik untuk dijadikan patokan. Siswa pasti akan semakin penasaran dengan dunianya yang kian hari semakin berkembang. Oleh karena itu, sepatutnya orangtua di rumah dan guru di sekolah, lebih memperhatikan aktivitas siswanya agar siswa tetap menyadari bahwa pendidikan merupakan hal yang penting untuk masa depannya, dan tidak mengorbankan masa mudanya hanya untuk hal yang tidak ada maknanya.
Penulis adalah salah satu Mahasiswa Aktif UIN “Sultan Maulana Hasanuddin” Banten, Fakultas Dakwah, Jurusan Bimbingan Konseling Islam-Semester 4.