Konten dari Pengguna

Ancaman di Balik Kendaraan Listrik

Muhammad Althaaf Arbarri
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya
13 Desember 2022 19:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Althaaf Arbarri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Kendaraan listrik adalah kendaraan bertenaga batubara. Emisi karbon mereka dapat lebih buruk daripada kendaraan bertenaga bensin." - Vinod Khosla
ilustrasi kendaraan listrik, Sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi kendaraan listrik, Sumber: Pixabay
Pada saat ini sering kali kita temui kendaraan listrik bertebaran di jalan, kendaraan listrik semakin populer dan berpotensi akan menjadi salah satu alternatif transportasi masa depan, selain kendaraan berbahan bakar minyak. Hal tersebut bisa terjadi karena kendaraan listrik menggunakan energi terbarukan yang dapat membantu mengurangi penggunaan kendaraan berbahan bakar minyak, dan banyak juga yang berpendapat bahwa kendaraan listrik lebih ramah lingkungan dibandingkan kendaraan berbahan bakar minyak.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi kendaraan listrik bukanlah inovasi terbaik untuk menjaga lingkungan, kendaraan listrik sebenarnya tak sepenuhnya ramah lingkungan. Padahal kendaraan listrik juga menimbulkan beragam ancaman dampak negatif yang dapat merusak lingkungan. Dampak negatif yang ditimbulkan dari kendaraan listrik ini seperti peningkatan konsumsi energi listrik, ancaman terpapar kandungan bahan berbahaya dan beracun (B3) serta bahan bakar listrik yang masih berasal dari batu bara.
Sekarang ini kendaraan listrik menjadi sangat mudah untuk didapatkan dan dimiliki, dengan begitu akan terjadi peningkatan konsumsi energi listrik. Tidak hanya untuk mengisi baterainya, akan tetapi produksi dari baterai yang digunakan kendaraan listrik juga memerlukan energi yang cukup besar. Karena hal tersebut akan terjadi peningkatan ketergantungan manusia terhadap energi listrik. Meskipun begitu, Indonesia saat ini masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai sumber energi listrik yang tinggi emisi.
ADVERTISEMENT
Meskipun pemerintah telah menargetkan pada tahun 2025 penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) akan mencapai 25 persen, pada fakta kenyataannya Indonesia masih sangat bergantung pada kontribusi batubara dan gas. Menurut data yang disampaikan oleh Direktur Mega Project PLN, subtotal penggunaan bahan bakar fosil mencapai 87,4 persen pada tahun 2020. Peningkatan permintaan dari kendaraan listrik pada pembangkit listrik yang tidak ramah lingkungan ini secara tidak langsung juga akan dapat merusak lingkungan sekitarnya.
Menurut Faros, ketua tim dan pengembangan mobil listrik Arjuna Universitas Gajah Mada (UGM) kendaraan listrik menggunakan baterai lithium yang tergolong kedalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Jenis limbah tersebut membutuhkan penanganan khusus sehingga tidak bisa dilakukan sembarangan. Potensi limbah akan menimbulkan permasalahan mengenai jumlah baterai bekas yang dihasilkan akibat melonjaknya penggunaan KBLBB tersebut. Baterai memiliki masa pakai yang singkat, sekitar sepuluh hingga 12 tahun saja. Setelah itu, baterai lithium harus perlu diganti dengan yang baru agar kendaraan bisa digunakan.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan life time baterai tersebut juga akan menghasilkan limbah yang besar di masa depan. Penelitian beban lingkungan oleh Nugroho pada tahun 2021 dilakukan dengan Metode Penilaian Dampak Daur Hidup (Life Cycle Impact Assessment atau LCIA) ini menunjukkan eksploitasi masif lithium dan nikel dunia dapat meningkatkan paparan material bahan berbahaya dan beracun (B3). Vegetasi, hewan bahkan manusia dapat kena imbas paparan bahan berbahaya dan beracun (B3) tersebut.
Darmaningtyas, pengamat transportasi menjelaslan bahwa bahan bakar listrik 63 persen masih berasal dari batu bara juga membuat electric vehicle (EV) ini tak sepenuhnya ramah lingkungan, hanya pengalihan atau penundaan polusi saja mengingat batu bara juga melahirkan limbah. Instran, sosok yang menjabat Ketua Institut Studi Transportasi mengungkapkan dirinya mendukung penuh ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air akan lebih ramah lingkungan apabila energi baru terbarukan (EBT) menjadi sumber bahan baku listrik, Misalnya seperti dari pembangkit listrik tenaga mikrohidro.
ADVERTISEMENT
Beragam pengaruh dampak negatif ancaman pertambangan batubara untuk produksi kendaraan listrik terhadap kelestarian alam dan lingkungan, juga kehidupan aktivitas masyarakat sekitar pertambangan. Kegiatan pertambangan batubara dapat merusak alam dan lingkungan karena merubah bentuk topografi sebab terbentuknya lubang besar, gangguan kualitas air, penurunan mutu udara dan hilangnya ekosistem alami, dan juga secara tidak langsung akan berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat dari kegiatan penambangan batubara yang ada di lingkungan sekitar mereka.
Kendaraan listrik menggunakan energi terbarukan yang dapat membantu mengurangi penggunaan kendaraan berbahan bakar minyak. Hal tersebut muncul karena banyak yang beranggapan bahwa kendaraan listrik lebih ramah lingkungan dan kendaraan berbahan bakar minyak dianggap merusak lingkungan. Padahal faktanya kendaraan listrik bukanlah inovasi terbaik untuk menjaga lingkungan, kendaraan listrik sebenarnya tidak sepenuhnya ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan bahwa seperti semua argumen dan penelitian di atas yang sudah memberikan fakta bahwa kendaraan listrik tak sepenuhnya ramah lingkungan. Menurut saya pribadi hal yang paling efektif untuk menjaga lingkungan ialah dengan menggunakan kendaraan konvensional seperti sepeda. Sama halnya dengan yang telah dilakukan negara belanda yang mana mayoritas warganya mengendarai sepeda setiap kali mereka ingin beraktivitas kemanapun, hampir semua kalangan mengendarainya juga didukung dengan fasilitas yang memadai. Oleh karena itu sangat dibutuhkan peran pemerintah dan juga kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan sekitarnya.
Muhammad Althaaf Arbarri Putra Agustono, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya