Meninjau Independensi Mutlak Pers dan Istilah Bad News is Good News

Cenruang Alung
Mahasiswa Magister jurusan Knowledge Management di Universiti Teknologi MARA (UiTM), Malaysia
Konten dari Pengguna
13 Maret 2023 18:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cenruang Alung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi "Pers" Foto: Indra Fauzi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi "Pers" Foto: Indra Fauzi
ADVERTISEMENT
Bad news is good news, istilah tersebut begitu populer, tidak hanya di kalangan pers atau para pegiat berita, istilah tersebut juga populer di kalangan masyarakat secara umum. Berita tentang keburukan tidak pernah gagal menarik atensi masyarakat, dan memberitakannya adalah sebuah keuntungan.
ADVERTISEMENT
Memiliki tugas untuk mendapatkan, mengolah dan menyampaikan informasi kepada masyarakat luas, pers dituntut dan memang semestinya untuk bersikap independen secara mutlak. Bias informasi dan penyebaran hoaks merupakan aib terbesar dalam dunia pers.
Kedua hal tersebut telah diatur dalam Kode Etik Jurnalistik, rambu-rambu yang mengawasi setiap kata yang keluar dalam setiap berita. Dalam penjelasan terperinci pada tiap pasal dalam Kode Etik Jurnalistik, hal menarik yang apabila direfleksikan tentang bagaimana pers kerap melanggar demi berita yang viral adalah tentang prinsip asas praduga tak bersalah dan cover both sides.
Lantas, apa maksud dari kedua prinsip tersebut dan apa hubungannya dengan dua hal yang disebutkan sebelumnya?

Bad news is good news dan asas praduga tak bersalah

Berita tentang suatu keburukan selalu laris di masyarakat, terutama terkait keburukan individu atau suatu kelompok. Tak jarang, disebabkan arus informasi yang begitu cepat dan masif, masyarakat dengan mudah menghakimi dan memberi label buruk kepada individu atau kelompok yang menjadi objek pemberitaan.
ADVERTISEMENT
Di sinilah dibutuhkannya peran pers dalam mengedukasi masyarakat terkait asas praduga tak bersalah dalam redaksinya. Selama belum ada keputusan dari pihak yang berwenang, maka pers dituntut untuk mengedepankan menjaga nama baik objek pemberitaan.

Independensi mutlak dan cover both sides

Independen yang bermakna bergerak atas kesadaran sendiri dan tidak dipengaruhi atau berafiliasi dengan suatu golongan tertentu, maka dalam hal ini pers haruslah demikian. Apabila terdapat seuatu pemberitaan tentang dua pihak atau lebih yang sedang bermasalah, maka peran pers hanya menyampaikan informasi secara aktual.
Hal ini lebih rinci dijelaskan dalam Kode Etik Jurnalistik, bahwa beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pers adalah: (1) objektif, (2) jujur, (3) tidak menerima suap, (4) tidak menyiarkan berita sensasional, (5) tidak melanggar privasi dan (6) tidak melakukan propaganda.
ADVERTISEMENT
Dilarang keras menyampaikan opini yang menitikberatkan kepada salah satu pihak, benar atau salah. Sekalipun pihak pers mengetahui kebenaran tentang suatu perkara, ia tetap dilarang untuk menyampaikan kepada publik, apabila kebenaran yang didapat bukan melalui prosedur yang tepat sesuai Kode Etik Jurnalistik.
Salah satu contoh kasus yang di mana kombinasi seluruh keywords di atas terdapat di dalamnya, dan dapat dijadikan pelajaran tentang bagaimana media melakukan blunder secara massal adalah peristiwa penganiayaan Ratna Sarumpaet, sebuah peristiwa buruk yang sukses mengelabui publik, prank! (Cenruang Alung) ***