Soal Pro Kontra Daftar 200 Penceramah, Moch Eksan: Langkah Kemenag Sangat Konyol

Moch Atho' Illah
Ingin menjadi jurnalis profesional, agar ketika kita kelak tiada, maka tulisan yang akan mengharumkan nama kita
Konten dari Pengguna
24 Mei 2018 19:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Moch Atho' Illah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Soal Pro Kontra Daftar 200 Penceramah, Moch Eksan: Langkah Kemenag Sangat Konyol
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Surabaya, Kumparan - Dampak dari ajaran radikal yang memunculkan aksi terorisme sepekan ini, Kementerian Agama (Kemenag) merilis daftar rekomendasi 200 penceramah. Daftar tersebut pun menuai kontroversi. Keberadaan rekomendasi yang memicu polemik itu memaksa berbagai pihak angkat bicara.
ADVERTISEMENT
Salah satunya datang dari jajaran pengurus DPW Partai NasDem Jawa Timur, Moch Eksan mensinyalir rekomendasi 200 penceramah itu bagian dari intervensi pemerintah terhadap umat beragama, bahkan mengkotak-kotak kekuatan ulama yang ada di Indonesia, pasalnya para ulama' tersebut memiliki tugas dan fungsi pewaris Nabi.
"Ketika Kemenag mengeluarkan rekomendasi daftar list 200 penceramah, maka kesannya akan ada juga penceramah yang tidak direkomendasi, dan hal tersebut akan terjadi kecemburuan. Rasanya, langkah kemenag sangat konyol dan kita sangat tidak mendukung," kata Wakil Ketua Bidang Agama dan Masyarakat Adat Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai NasDem Jawa Timur, di Kantor DPW Nasdem Jatim, Rabu (23/5/2018) malam.
Oleh sebab itu, Eksan melanjutkan, kedepannya untuk meminimalisir ajaran radikalisme yang disampaikan penceramah, pemerintah kabupaten, kota dan provinsi harus konsen terhadap masjid yang dimiliki oleh lembaga pemerintah maupun lembaga pendidikan, jaminkan kepastiannya.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah harus kerjasama dengan Organisasi NU dan Muhammadiyah, untuk promo atau mengampanyekan Islam Moderat, karena kedua ormas ini menjadi lumbung penceramah yang mayoritas menganut Islam moderat. Kedua organisasi yang lahir di Indonesia ini tentu merasa dirinya islam sekaligus Indonesia, dan keduanya tidak akan pernah mengkhianati Indonesia dan Islam," lanjut anggota DPRD Jatim asal fraksi Nasdem itu.
Kemudian, Eksan menambahkan, faktor berkembangnya ajaran radikalisme di Indonesia, pemicunya disebabkan orang-orang yang menempuh pendidikan di pesantren enggan masuk ke pendidikan umum. Pasalnya selama ini mereka hanya berkutat di pesantren saja.
"Jadi kedepannya, kriteria untuk melakukan filter terhadap penceramah, harus dilihat dulu siapa tentor saat ada kegiatan keagamaan yang bersifat privat ataupun limited di sekolahan. Ketika itu sudah jelas lulusan dari pesantren ataupun dari NU dan Muhammadiyah, berarti sudah jelas jiwa nasionalismenya, jika dari yang lain ya harus diteliti dulu, jangan-jangan mereka memiliki dan menyebarkan faham radikal," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Konsep integral antara wawasan keislaman dan keindonesiaan akan menjadi parameter penceramah atau tentor keagamaan yang masuk ke lembaga pemerintahan ataupun lembaga pendidikan.
"Sehingga kemudian ada gairah keislaman yang nantinya akan menjadi spirit untuk upaya membangun Negeri ini, jika semua hal itu diterapkan, maka radikalisasi agama tidak akan terjadi, minimal akan berkurang. Dan tak perlu lagi mengeluarkan rekomendasi 200 penceramah," tandas Eksan. (ATH)