Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
SEMPROTAN KEDUNGUAN
7 Desember 2018 11:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
Tulisan dari Alvein Damar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fotografer dan visual makers lainnya memiliki kebiasaan untuk melakukan riset. Kebiasaan ini memiliki manfaat yang banyak terutama bila tema yang diambil bukanlah tema yang populer. Bisa juga dilihat dari tingkat kesulitan. Riset kecil atau sederhana dilakukan sebelum melakukan peliputan dan pengambilan gambar supaya saat di lapangan memiliki gambaran, dan sebagai pijakan awal dalam menghasilkan karya. Riset yang panjang dan memakan waktu lama untuk menentukan sudut pandang atau menentukan tema yang hendak diangkat.
ADVERTISEMENT
Riset perlu dillakukan termasuk saat meliput event yang melibatkan indidvidu dan/atau kelompok disabilitas. Sangat PENTING bagi fotografer dan visual makers untuk memiliki pengetahuan dasar tentang disabilitas. Disabilitas yang bersifat fisik bisa dibilang cukup mudah mengindentifikasinya. Kelompok ini terlihat secara kasat mata kondisi disabilitasnya. Bisa melalui alat bantu yang digunakan, interaksi dengan pendamping/keluarga, dan hambatan yang dialami dalam menjalankan aktivitas keseharian.
Kesulitan muncul saat berhadapan dengan disabilitas MENTAL. Tanpa pengetahuan dasar tentang hal ini, seseorang bisa terjebak pada pemikiran bahwa mereka semua sama. Seperti halnya orang AWAM yang sering memandang kelompok ini dengan rendah dan cenderung menghina. Bahkan melakukan kekerasan fisik terhadap mereka.
Seperti yang kita ketahui bersama disabilitas mental kerap tersingkirkan hak-haknya dalam kehidupan bermasyarakat. Termasuk dalam hal keterlibatan mereka dalam politik untuk menggunakan HAK politik mereka. Bahkan menanggapi wacana keterlibatan disabilitas mental dalam pemilu, muncul meme-meme yang dinilai melukai hari para penyandang disabilitas. Seandainya mereka yang nyinyir meluangkan waktu sejenak utk mendengarkan atau belajar secara mandiri dan meluangkan waktu membaca maka keterlibatan kelompok disabilitas dalam pemilu bukanlah hal yang baru apalagi aneh.
ADVERTISEMENT
Sekedar gambaran saja, disabilitas mental itu GRADASINYA bermacam-macam. Terdapat variasi yang sangat luas tentang gangguan jiwa dari yang ringan hingga yang serius. Mulai dari gangguan skizofrenia, gangguan Demensia, gangguan penyalahgunaan Zat (NAPZA), gangguan Afektif Bipolar, Retardasi Mental, gangguan Perilaku pada Anak dan Remaja.
Klasifikasi Gangguan Jiwa berdasarkan buku konsesus penatalaksanaan gangguan skizoprenia (PDSKJI, 2011), gangguan jiwa dapat diklasifikasikan pada tiga fase yaitu fase Akut,fase Stabilisasi, dan fase Pemeliharaan
Artinya sekalipun menderita disabilitas mental bukan berarti mereka tidak mampu melakukan aktivitas. Adanya gradasi dan fase kesehatan ini membuat penderita disabilitas mental TETAP bisa beraktivitas. Bahkan bisa ikut pertandingan dan perlombaan.
Disabilitas mental bisa belajar dan berkarya dan berlatih olahraga. Khusus pelajar dengan disabilitas, mereka bisa menjadi seniman muda dan terlibat dalam FESTIVAL dan LOMBA SISWA NASIONAL (FLS2N). Bisa melakukan penelitian dan menjadi saintis muda di Olimpiade Sains Nasional (OSN). Bagi yang berminat di bidang olahraga, mereka bisa berlatih dan menjadi atlet di OLIMPIADE OLAHRAGA SISWA NASIONAL (O2SN). Ketiga event ini merupakan event tahunan yang diadakan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks peliputan, pengetahuan dasar ini sangat membantu fotografer dan Kamerawan agar dapat memperlihatkan secara visual KEMAMPUAN mereka menembus keterbatasan fisik maupun mental tersebut dengan maksimal
Selain membuat visualisasi standar sebuah event seperti foto pemenang dan pengalungan medali, fotografer dan kamerawan bisa mengabadikan momen yang lebih menarik dan lebih ekspresif. Suasana dan interaksi sesama mereka saat mengikuti event tersebut misalnya atau ekspresi peserta paska pertandingan dan perlombaan juga momen yang sangat penting untuk abadikan.
Intinya, TANPA PENGETAHUAN, seseorang bisa terjebak pada pemikiran yang cenderung melecehkan dan merendahkan. Tanpa sadar menjadi bagian kelompok yang hendak menghilangkan HAK ASASI mereka yang setara sejak kelahirannya.
Bahkan beberpa individu menyebarluaskan ketidaktahuannya dengan BANGGA di media sosial.
ADVERTISEMENT
Fotografer, videomaker dan seniman visual lainnya bisa menjadi TELADAN untuk menunjukkan kepada masyaralat luas tentang KEMAMPUAN dan PARTISIPASI disabilitas dalam menjalani kesehariannya dan saat terlibat di sebuah event publik yg mereka ikuti.
Fotografer dan para seniman sekaligus bisa menjadi contoh betapa LITERASI itu penting dalam berkarya. Dalam kehidupan sehari-hari, literasi juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan melukai suatu kelompok dan menyebarkan kedunguan diri lewat media sosial.