Konten dari Pengguna

Restorative Justice dalam Menangani Overcapacity di Lapas

alvian zaenal ansori
kegiatan saya saat ini lebih banyak membaca buku-buku dan jurnal, termasuk juga untuk aktif melakukan penulisan. Saya sendiri lulusan S1 Ilmu Hukum Universitas Jember
25 Februari 2025 15:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari alvian zaenal ansori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://chatgpt.com/c/67bd768d-96cc-800f-aa88-634e482976a6
zoom-in-whitePerbesar
https://chatgpt.com/c/67bd768d-96cc-800f-aa88-634e482976a6
ADVERTISEMENT
Indonesia tengah menghadapi krisis kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas), yang mengakibatkan berbagai permasalahan, mulai dari kondisi hidup yang tidak layak hingga meningkatnya pelanggaran hak asasi narapidana. Salah satu alternatif solusi yang mulai diterapkan adalah pendekatan Restorative Justice (RJ), yang menawarkan penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan dengan menitikberatkan pada pemulihan korban dan tanggung jawab pelaku.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan sistem peradilan retributif yang fokus pada penghukuman, RJ lebih mengedepankan dialog dan rekonsiliasi antara korban dan pelaku dengan pendampingan aparat hukum serta keterlibatan masyarakat. Kejaksaan Agung telah mulai menerapkan mekanisme ini sejak diterbitkannya Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Sejak itu, berbagai kasus ringan, seperti pencurian kecil dan kekerasan dalam rumah tangga, berhasil diselesaikan tanpa harus melalui proses pengadilan dan hukuman penjara.
Beberapa daerah di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan dalam penerapan RJ, seperti Yogyakarta dan Jawa Barat, yang mencatat penurunan signifikan dalam jumlah penghuni lapas. Langkah ini dianggap efektif dalam mengurangi beban sistem peradilan pidana serta menghindari dampak negatif dari pemenjaraan, terutama bagi pelaku yang merupakan anak-anak atau berasal dari kelompok rentan.
ADVERTISEMENT
Namun, penerapan RJ di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah kurangnya pemahaman aparat hukum dan masyarakat mengenai konsep keadilan restoratif, serta adanya resistensi dari pihak yang masih mengutamakan pendekatan retributif sebagai bentuk keadilan. Selain itu, belum semua kasus dapat diselesaikan melalui RJ, terutama yang berkaitan dengan kejahatan berat.
Kendati demikian, pendekatan ini tetap menjadi langkah maju dalam reformasi peradilan pidana di Indonesia. Pemerintah perlu memperluas cakupan RJ dengan memperjelas mekanisme penerapan, memberikan pelatihan kepada aparat hukum, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan manfaat keadilan restoratif. Evaluasi berkala juga dibutuhkan agar pendekatan ini dapat berkembang sebagai solusi jangka panjang yang tidak hanya mengurangi overcapacity di lapas, tetapi juga menciptakan sistem peradilan yang lebih inklusif dan berkeadilan.
ADVERTISEMENT