Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Konten dari Pengguna
Kebijakan Efisiensi Anggaran Sebagai Solusi atau Masalah Baru
16 Februari 2025 9:28 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Alwan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi Kebijakan Pemerintah Indonesia, Sumber: Canva](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jm63byw9j2rm1yest7ncsbt9.png)
ADVERTISEMENT
Kebijakan efisiensi anggaran yang dinyatakan Presiden Republik Indonesia dalam Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2025 menjadi sorotan utama diberbagai media. Kebijakan ini memotong anggaran di sejumlah Kementerian dan Lembaga yang menekankan untuk menggunakan anggaran dengan efisien dan harus memastikan anggaran digunakan secara tepat dengan mengurangi program-program dan kegiatan yang tidak perlu.
ADVERTISEMENT
Tidak tanggung-tanggung, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan efisiensi anggaran sebesar Rp. 306,7 triliun yang merupakan jumlah yang tidak sedikit. Dalam pidatonya di Kongres XVIII Muslimat Nahdhatul Ulama (NU) pada hari Senin tanggal 10 Februari 2025 lalu, Presiden Prabowo mengungkapkan tujuan dari kebijakan efisiensi anggaran ini yakni untuk menghemat uang dan digunakan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi program prioritas di pemerintahan Presiden Prabowo.
Tapi tampaknya kebijakan efisiensi anggaran tersebut tidak disambut baik oleh masyarakat dan internal pemerintah itu sendiri. Masyarakat menilai bahwa pemangkasan anggaran tersebut justru semakin membuat masyarakat resah, terutama kebijakan pemangkasan pada Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang dipotong Rp. 22,5 triliun, dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang dipotong Rp. 8 triliun, sementara anggaran tertinggi diduduki oleh kementerian Pertahanan dengan anggaran Rp. 166,2 triliun yang sekarang dipangkas sebesar Rp, 26,99 triliun, Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan anggaran Rp, 126,6 triliun yang sekarang dipangkas sebesar Rp. 20,5 triliun serta anggaran Badan Gizi Nasional (BGN) sebesar Rp. 71 triliun yang dipangkas sebesar Rp. 202 miliar dan kabarnya akan mendapatkan tambahan lagi sebesar Rp. 100 triliun.
ADVERTISEMENT
Menjadi sebuah pertanyaan juga bagi penulis mengapa Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia mendapatkan anggaran paling tinggi disamping sedang mengalami degradasi pendidikan seperti UKT yang masih mahal dan saat ini terancam naik, kesenjangan pendidikan antar daerah, sulitnya akses terhadap pendidikan, KIP-K yang masih salah sasaran, upah guru honorer yang kecil, sekolah yang masih menarik bayaran pada siswa-siswi. Akbiatnya, banyak mahasiswa yang terancam berhenti kuliah dan guru honorer terancam dipecat secara massal, sampai 400 ribu guru batal ikut Pendidikan Profesi Guru (PPG). Menjadi pertanyaan juga, mengapa pendidikan tidak lebih penting dari makan gizi gratis, apakah hanya sekedar ingin memenuhi janji kampanye sehingga membuat persepsi masyarakat bahwa Presiden memiliki integritas dalam menepati janjinya untuk mengamankan posisi di periode selanjutnya?.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai pemotongan anggaran terhadap Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi menjadikan dalih bagi perguruan tinggi untuk menerima konsesi tambang, karena yang menjadi kekhawatiran jika perguruan tinggi menerima konsesi tambang akan membuat perguruan tinggi menjadi bungkam terhadap kesewenang-wenangan pemerintah dan juga memutarbalikkan perguruan tinggi yang pada awalnya berfokus pada pendidikan yang melahirkan intelektual menjadi fokus pada pasar yang hanya mencari keuntungan dan menjadi budak bagi kebutuhan pasar.
Sementara itu, penolakan kebijakan efisiensi anggaran juga terjadi pada internal Pemerintah yang diungkapkan sendiri oleh Presiden Prabowo Subianto pada pidatonya di Kongres XVIII Muslimat Nahdhatul Ulama (NU) pada hari Senin tanggal 10 Februari 2025 yang mengatakan bahwa ada Raja Kecil yang merasa kebal hukum dan berani menentang kebijakan Presiden di dalam internal birokrasinya, entah siapa yang disebut Raja Kecil dan apa alasannya menentang tapi yang jelas pertentangan Presiden dengan orang-orang disekitarnya mengisyaratkan bahwa ada yang tidak baik pada internal pemerintah.
ADVERTISEMENT
Sebetulnya, efisiensi anggaran bukan suatu hal yang begitu buruk jika digunakan secara tepat terutama untuk mengurangi pengeluaran yang tidak diperlukan dan dialihkan untuk keperluan yang lebih penting seperti menyediakan pelayanan publik, infrastruktur, layanan kesehatan gratis, pendidikan gratis, membuka lapangan kerja. Tapi permasalahannya efisiensi anggaran yang dilakukan Pemerintah justru dialihkan untuk memenuhi program jangka pendek yang entah akan bertahan berapa lama, hasilnya berdampak buruk bagi hal-hal yang lebih penting seperti pendidikan dan kesehatan.
Jika kita masih mengamini Indonesia emas tahun 2045, seharusnya pendidikan menjadi bintang utama untuk meningkatkan sumber daya manusia sebagai investasi jangka panjang Indonesia karena dengan pendidikan dapat memunculkan dan mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia, dengan begitu akan banyak keahlian yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia dan mampu bersaing dengan negara-negara maju. Tapi, ketika mengetahui Pemerintah tidak memprioritaskan pendidikan dan lebih memprioritaskan program MBG yang entah akan bertahan berapa lama tergantung kemampuan Pemerintah saat ini dan belum tentu diteruskan di periode selanjutnya, terlintas pertanyaan apakah pemerintah sungguh-sungguh untuk mencapai Indonesia emas 2045 atau Indonesia cemas?. Sekiranya mana yang benar antara perut kenyang bisa membuat orang jadi pintar atau kepintaran bisa menghilangkan kelaparan?.
ADVERTISEMENT