Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Konten dari Pengguna
Ketika Viral lebih Penting dari Etika
17 Maret 2025 11:37 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Alwijer Surbakti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era digital yang serba cepat ini, menjadi viral sering kali dianggap sebagai pencapaian yang lebih berharga dibandingkan menjaga etika. Banyak anak muda berlomba-lomba mencari perhatian di media sosial dengan berbagai cara, termasuk melakukan Tindakan kontroversial, bahkan tidak jarang melanggar norma sosial dan nilai-nilai kesopanan. Seolah-olah, suatu Tindakan yang semakin ekstrem atau sensasional, sehingga tanpa pikir Panjang lagi bahwa banyak individu berpikir besar peluangnya untuk viral dengan melakukan Tindakan itu, meskipun dampaknya bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.
ADVERTISEMENT
Fenomena pergeseran nilai di kalangan generasi muda semakin nyata, Dimana kepopuleran di media sosial lebih di utamakan dibandingkan etika, sopan santun, dan tanggung jawab sosial. Seseorang yang viral karena sensasi sering mendapatkan perhatian dan peluang finansial lebih besar daripada mereka yang menjunjung integritas. Hal ini diperparah dengan budaya “like” dan share” yang membuat banyak anak muda rela melakukan Tindakan yang merugikan, seperti menyebarkan berita palsu atau melakukan prank berlebihan demi konten. Ironisnya, hal ini sering dianggap hiburan tanpa memikirkan dampak negatifnya. Jika trend ini terus berlanjut, generasi mendatang bisa lebih mengutamakan popularitas daripada moral, sehingga penting bagi semua pihak untuk menanamkan Kembali kesadaran akan etika dalam bermedia sosial.
Menurut Nugroh, Aryanto dan Perdana (2025) yang menyebutkan ketergantungan Masyarakat pada perangkat digital dan internet tidak hanya memfasilitas kehidupan sehari-hari tetapi juga meningkatkan risiko pelanggaran privasi dan melemahkan pemahaman akan etika digital. Indonesia, sebagai negara dengan adopsi teknologi yang cepat, menghadapi tantangan besar dalam melindungi privasi sebagai hak asasi individu. Tik Tok, salah satu media sosial yang sangat populer, mamfasilitas berbagai konten video yang dapat memberikan dampak negatif, terutama bagi generasi muda.
ADVERTISEMENT
Normalisasi Konten Negatif
Di era digital, batas antara hiburan dan perilaku tidak etis semakin kabur. Konten-konten yang menampilkan prank berlebihan, kekerasan, atau perilaku tak pantas kerap menjadi tren di media sosial. Semakin viral sebuah konten, semakin banyak orang yang menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar, bahkan lucu. Fenomena ini berdampak besar pada generasi muda. Mereka yang masih dalam tahap pembentukan nilai dan moral cenderung meniru tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.
Apa yang awalnya hanya tontonan berubah menjadi kebiasaan, dan lama-kelamaan, tindakan yang seharusnya tidak dapat diterima justru dianggap sebagai hal biasa. Prank yang dulu sebatas lelucon kecil kini sering kali melibatkan unsur penghinaan atau bahkan kekerasan. Tertawa di atas penderitaan orang lain menjadi hiburan yang dianggap sah-sah saja, selama mendapat banyak "like" dan komentar. Dalam dunia maya, empati sering kali kalah dengan keinginan untuk viral.
ADVERTISEMENT
Lebih dari sekadar hiburan, normalisasi ini membentuk budaya di mana batas moral menjadi semakin fleksibel. Perilaku yang seharusnya mendapat kecaman justru diapresiasi dan ditiru. Generasi muda tidak lagi melihat kekerasan atau penghinaan sebagai masalah, melainkan sebagai bagian dari dinamika sosial yang bisa dinikmati. Jika ini terus berlanjut, akan sampai pada titik di mana masyarakat tidak lagi merasa terganggu dengan hal-hal yang dulu dianggap melampaui batas. Sebuah generasi tumbuh dengan standar moral yang bergeser, di mana empati bukan lagi prioritas, dan batas antara benar dan salah semakin sulit dikenali.
Meningkatkan Etika Anak Muda Lewat Literasi Digital
Etika anak muda saat ini sangat berkaitan dengan bagaimana mereka berinteraksi di dunia mpaya, terutama dalam berbagi informasi di platform sosial. Di era digital ini, generasi muda memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk tren dan menyebarkan informasi. Namun, sering kali mereka terjebak dalam dinamika viralitas yang lebih mengutamakan kecepatan dan popularitas daripada kebenaran dan dampak sosial dari informasi yang dibagikan. Anak muda sering kali berbagi konten tanpa memverifikasi terlebih dahulu, yang dapat berisiko menyebarkan hoaks atau informasi yang menyesatkan. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk dilatih dalam etika digital, yang meliputi kesadaran akan tanggung jawab dalam berbagi informasi.
ADVERTISEMENT
Edukasi tentang literasi digital sangat penting untuk membangun kesadaran anak muda mengenai konsekuensi dari tindakan mereka di dunia maya. Mereka perlu diajarkan bahwa tidak semua informasi yang menarik atau viral itu benar, dan bahwa setiap tindakan mereka dalam membagikan informasi bisa mempengaruhi orang lain secara luas. Pendidikan ini harus menekankan pentingnya empati, tanggung jawab sosial, dan pemahaman terhadap dampak jangka panjang dari perilaku yang ditampilkan di dunia maya. Dengan mengajarkan anak-anak dan remaja tentang nilai-nilai dasar seperti rasa hormat terhadap orang lain dan konsekuensi dari tindakan mereka, kita dapat membentuk kesadaran yang lebih dalam mengenai batas-batas moral yang tidak seharusnya dilanggar, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Misalnya, ketika informasi yang salah tersebar luas, itu bisa merugikan individu atau bahkan menyebabkan dampak sosial yang lebih besar, seperti polarisasi atau kerusuhan. Mengajarkan etika berbagi informasi ini dapat membentuk generasi muda yang lebih bertanggung jawab dan sadar akan dampak dari setiap langkah yang mereka ambil di dunia digital.
ADVERTISEMENT
Etika anak muda dalam dunia maya juga mencakup pentingnya menghormati pandangan orang lain dan menjaga keharmonisan sosial. Dengan tidak membagikan informasi yang tidak jelas sumbernya atau bersifat provokatif dapat memperburuk situasi sosial atau memperkuat stereotip yang merugikan kelompok tertentu. Anak muda yang memiliki pemahaman etika digital akan lebih berhati-hati dalam memilih informasi yang mereka bagikan, serta menghindari penyebaran konten yang bisa menyinggung atau merugikan pihak lain. Dengan demikian, etika anak muda dalam berbagi informasi menjadi kunci untuk menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
Platform sosial juga harus memberikan ruang bagi anak muda untuk terlibat dalam diskusi yang membangun dan mengedukasi mereka tentang pentingnya etika dalam berbagi informasi. Anak muda sekarang ini perlu diberi contoh tentang bagaimana berbagi informasi secara bertanggung jawab, serta diberi pemahaman bahwa viralitas tidak seharusnya mengalahkan etika dan kebenaran. Dengan demikian, generasi muda bisa menjadi agen perubahan yang tidak hanya menyebarkan konten yang menghibur, tetapi juga berkontribusi pada penyebaran informasi yang bermanfaat dan akurat.
ADVERTISEMENT
Generasi muda dapat memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk menciptakan dan menyebarkan ide-ide yang lebih bijak, kreatif, serta bermanfaat tanpa merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dengan memproduksi konten-konten yang positif dan menarik, mereka tidak hanya berkontribusi terhadap kemajuan generasi mereka sendiri, tetapi juga mendorong terbentuknya pola pikir yang lebih konstruktif dan progresif di kalangan anak muda. Jika tren viral lebih banyak diisi dengan konten-konten yang bernilai edukatif dan inspiratif, maka dampak yang dihasilkan akan lebih luas dan bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting bagi generasi muda untuk menjadikan media sosial sebagai wadah yang membangun, bukan sekadar mencari sensasi yang minim nilai edukatif.
Penulis mahasiswa prodi manajemen fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Santo Thomas
ADVERTISEMENT