Konten dari Pengguna

Ketikan Singkat, Bahasa Indonesia Gawat

Alwin Jalliyani
Seorang pembelajar di Jurnalistik Universitas Padjadajran
25 Oktober 2021 21:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alwin Jalliyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seseorang sedang mengetik menggunakan gawai. (Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seseorang sedang mengetik menggunakan gawai. (Pixabay)
ADVERTISEMENT
Sejak duduk di bangku sekolah hingga perguruan tinggi, saya diajarkan untuk menulis secara efektif, singkat, dan tidak bertele-tele. Sederhananya, melakukan penghematan kata dalam sebuah kalimat. Pedoman tersebut saya pegang saat berkomunikasi tulisan atau lisan.
ADVERTISEMENT
Namun, dewasa ini implementasi konsep penghematan kata dilakukan secara ekstrem oleh sebagian orang. Bukan sekadar menghemat kata dalam kalimat, melainkan menghemat ejaan dalam sebuah kata.
Tentu, cara tersebut tidak diajarkan di bangku pendidikan tingkat mana pun. Ketikan singkat lumrah ditemukan pada ruang percakapan dan beranda media sosial.
Fenomena ketikan singkat mudah ditemukan dalam ruang percakapan daring. Terdapat beberapa motif penggunaan ketikan singkat, seperti malas mengetik, enggan berbincang, atau ikut-ikutan.
Ketikan pesan secara singkat sering dimaknai sebagai respons yang jutek. Hal ini disebabkan dalam interaksi tulisan, komunikan hanya mempersepsi informasi dari tulisan, tanpa mendengar intonasi, mimik, atau gestur. Sehingga ketikan komunikator sangat berpengaruh terhadap persepsi komunikan.
Dari ruang percakapan, mari kita berpindah ke ruang maya, yaitu media sosial. Dapat dijumpai mulai dari kolega, keluarga, hingga tokoh publik menulis status menggunakan ketikan singkat. Semakin banyak pengikut yang dimiliki, semakin besar pula pengaruh untuk menggunakan pola penulisan serupa.
ADVERTISEMENT
Tulisan seseorang di media sosial dengan ketikan singkat, akan dilihat dan ditiru oleh orang lain. Bahkan, apabila penggunaannya masif dapat membentuk sebuah tren tersendiri. Penularan penggunaan ketikan singkat mengancam eksistensi bahasa Indonesia.
Sebagai contoh, seorang influencer yang memiliki satu juta pengikut di Instagram mengunggah postingan dengan keterangan ketikan singkat.
Lalu, tulisan tersebut dibaca oleh minimal 10% dari pengikutnya atau 100 ribu orang. Apabila 10% atau 10 ribu dari yang melihat tidak memahami kaidah bahasa Indonesia, maka mereka berpotensi menjadikan pola penulisan tersebut sebagai contoh.
Penerimaan kolektif terhadap penulisan singkat dapat menurunkan derajat bahasa Indonesia. Apabila masyarakat cenderung mengikuti pola penulisan populer yang salah, penggunaan bahasa Indonesia sesuai kaidah dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Dampaknya, bahasa Indonesia akan semakin ditinggalkan.
ADVERTISEMENT
Peringatan Bulan Bahasa tahun 2021 dapat menjadi momentum refleksi dan kebangkitan penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Perubahan yang besar dimulai dari langkah yang kecil. Mari, mulai dari diri sendiri.