Konten dari Pengguna

Tren Baru Nonton Film Selama Karantina

Alwin Jalliyani
Seorang pembelajar di Jurnalistik Universitas Padjadajran
26 Mei 2020 8:07 WIB
clock
Diperbarui 3 Juni 2020 16:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alwin Jalliyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi streaming film. Foto: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi streaming film. Foto: shutterstock
ADVERTISEMENT
Kebiasaan masyarakat menghabiskan akhir pekan di bioskop harus berhenti. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengharuskan bioskop tutup. Sejak 23 Maret layar lebar di Jakarta sudah tutup layar. Belum ada tanggal pasti kapan bioskop kembali dibuka.
ADVERTISEMENT
Masa karantina melahirkan budaya baru nonton film. Mereka mencari hiburan dari rumah. Streaming film dan series menjadi pilihan. Salah satu penyedia layanan Over The Top (OTT), mendapat 15,8 juta pelanggan baru. Terhitung sejak Januari sampai Maret 2020. Hal ini berdampak peningkatan omset pendapatan penyedia layanan OTT.
Bagi hasil
Sutradara film kawakan, Anggy Umbara, ketika dihubungi melalui panggilan whatsapp menjelaskan praktik bisnis OTT di Indonesia. Sistem yang digunakan antara penyedia layanan dan pemilik film adalah sewa. Kisaran harga sewa film Indonesia mulai dari Rp100 juta sampai Rp10 miliar. Harga sewa menyesuaikan tingkat keberhasilan film di bioskop
“Durasi penyewaan variatif, ada yang setahun, dua tahun, bahkan lima tahun. Setelah kontrak habis, penyedia bisa memperpanjang atau pemilik film menawarkan ke platform lain,” tambah Anggy.
ADVERTISEMENT
Namun, pendapatan film dari sewa OTT masuk ke kantong pemodal film, kecuali ada kesepakatan lain di awal. Umumnya sutradara, pemain, dan pekerja kreatif yang terlibat hanya mendapat bagi hasil tambahan dari penjualan tiket bioskop. Berbeda dengan yang diterapkan di luar negeri.
“Kalau di luar negeri, sutradara dan pemain juga mendapat bagi hasil dari OTT. Tapi, sejauh ini di Indonesia belum. Pemilik modal lebih untung daripada pekerja kreatif,” jelas Anggy.
Formula pembagian hasil OTT diakui Anggy cukup kompleks. Untuk mengakses layanan streaming, pengguna harus berlangganan terlebih dahulu. Data penonton film hanya diketahui pemilik layanan. Sehingga sulit untuk menentukan besaran bagi hasil setiap film.
Wacana nonton dari mobil
ADVERTISEMENT
Pandemi melahirkan inovasi baru bagi industri film. Wacana penayangan film dari mobil rencananya akan digelar pertama kali di Jakarta. Konsep ini sudah digunakan sebelumnya di Jerman dan Korea. Bertujuan memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat di tengah pandemi.
Wacana ini dinilai Anggy menarik. Konsep penayangannya seperti kembali ke zaman dulu. Memungkinkan nonton dari dalam mobil beramai-ramai.
Menurutnya, kalau wacana ini digelar di luar ruangan kurang nyaman. Indonesia adalah negara tropis, panas kalo enggak pake AC. Mobil yang dinyalakan berpotensi menghasilkan banyak polusi dari knalpot. Lebih baik acara ini diselenggarakan di dalam ruangan tertutup ber-AC. Pengeras suara juga harus diperhatikan karena film sekarang spesifikasi soundnya tinggi.
“Kalau semua kendala teknis bisa diatasi, bisa menjadi tempat hiburan yang beda. Satu mobil bisa berlima sampai bersepuluh, seru sih,” tutupnya.
ADVERTISEMENT