Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Pencegahan Bahaya Game Online pada Remaja
26 Desember 2022 18:36 WIB
Tulisan dari Aly Gymnastiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Sumber gambar: : https://www.pexels.com/photo/a-team-playing-online-games-9072248/](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01gn4xjpkghwxehdywdpev8bdz.jpg)
ADVERTISEMENT
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami banyak perubahan, baik fisik maupun psikis, pribadi, dan peran sosialnya di keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Generasi muda yang tumbuh dan berkembang di zaman ini dihadapkan pada banyak kemajuan teknologi yang memudahkan mereka dalam memperoleh berbagai informasi. Pemuda di zaman ini memiliki karakteristik yaitu tumbuh dengan teknologi yang sangat mudah diakses. Hal ini juga menjadikan generasi muda saat ini sebagai generasi yang paling memahami teknologi. (Oblinger, 2005, 7.14)
ADVERTISEMENT
Akses serba praktis ini dapat menimbulkan dampak buruk jika tidak diawasi dengan baik, yaitu pada internet, smartphone, dan game online. Isu terkait penggunaan game online merupakan isu yang paling banyak mendapat perhatian dari masyarakat luas. Game online adalah permainan yang dapat dimainkan oleh banyak orang secara bersamaan melalui internet. Game online memiliki efek positif jika digunakan untuk hiburan. Bermain game online dapat mengurangi rasa penat, kelelahan, dan stres. Sejak awal, game online telah menjadi sangat populer dan mudah diakses. Game online dapat dimainkan di berbagai perangkat termasuk komputer pribadi, konsol game, dan smartphone. (Kiraly, Nagygyörgy, Griffiths, Demetrovics, 2017, 61)
Namun, yang sering terjadi saat ini adalah penyalahgunaan game online secara berlebihan. Akibatnya, kecanduan game online semakin berkembang. Selain itu, remaja juga diyakini lebih rentan terhadap kecanduan game online daripada orang dewasa. Masa remaja juga dikaitkan dengan stereotipe masa bermasalah dalam mencoba hal-hal baru. Hasilnya, remaja yang asyik bermain game online cenderung menunjukkan kekurangan minat pada aktivitas lain, merasa cemas ketika tidak bisa bermain game online, serta menurunkan prestasi akademik, hubungan sosial, dan kesehatan. Contohnya, sebuah berita menunjukkan 10 anak di Kabupaten Banyumas didiagnosis mengalami gangguan jiwa akibat kecanduan game online dan memerlukan perawatan di RSUD Banyumas pada 2018.
ADVERTISEMENT
Kecanduan game online dapat berdampak buruk bagi remaja. Oleh karena itu, harus dilakukan upaya untuk mencegah agar remaja tidak kecanduan game online. Banyak penelitian yang fokus terhadap topik tersebut. Namun, di antara sekian banyak penelitian, sangat sedikit penelitian yang berfokus pada upaya pencegahannya. Pada artikel ini, penulis berusaha mengkaji efektivitas dan upaya pencegahan yang dapat dilakukan terhadap masalah kecanduan game online. Penelitian menyatakan bahwa kecanduan primer hanya terkait dengan zat adiktif yaitu alkohol, tembakau, obat-obatan terlarang, dan lain-lain yang masuk ke otak melalui darah dan dapat mengubah komposisi kimiawi otak. Namun, saat ini konsep kecanduan telah berkembang. Istilah adiksi berkembang seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia, sehingga istilah adiksi tidak hanya berkaitan dengan obat-obatan saja, tetapi juga dengan aktivitas atau hal tertentu yang dapat membuat seseorang bergantung secara fisik atau psikologis. (Kardefelt-Winther, 2017, 459)
ADVERTISEMENT
World Health Organizations (WHO) mendefinisikan kecanduan game online sebagai gangguan jiwa yang termasuk dalam International Classification of Diseases. Hal ini ditandai dengan hilangnya kendali atas permainan karena lebih diutamakan daripada aktivitas lainnya. Jika perilaku ini terus berlanjut, akan berdampak negatif pada remaja. Kecanduan game online yang dialami remaja membutuhkan waktu yang lama. Menurut penelitian, satu dari sepuluh remaja Indonesia dapat dikatakan telah mengalami kecanduan game online. Fenomena kecanduan game online kian marak dan memprihatinkan setelah survei menunjukkan banyaknya remaja yang kecanduan game online. (Jap, Tiatri, Jaya, dan Suteja, 2013, 4)
Upaya untuk mencegah ketergantungan pada game online meliputi pengalihan perhatian, pencegahan, pendidikan, pengawasan orang tua, dan pembatasan pemakaian. Pengalihan perhatian adalah aktivitas yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian pecandu dari keterlibatan berlebihan dengan game online. Mengalihkan perhatian bisa sangat efektif dalam mengurangi dan mencegah efek negatif dari kecanduan game online. Kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga dapat mengurangi konsentrasi bermain game online bagi remaja, dan pada akhirnya hal itu dapat menurunkan tingkat kecanduan bermain game online. Untuk itu, penting bagi kita untuk memahami potensi, bakat, dan minat mereka.
ADVERTISEMENT
Peringatan adalah tindakan yang diambil untuk mencegah bermain game online melalui penyelidikan yang melibatkan saran, argumen, persuasi, dan paksaan. Istilah ini erat kaitannya dengan persuasi yaitu ajakan yang dilakukan oleh orang tua, guru, dan teman untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan. Hasil riset menunjukkan bahwa persuasi dapat membuat perbedaan, setidaknya dalam kasus penyalahgunaan alkohol. Pecandu game online seringkali memikirkan banyak hal yang berkaitan dengan game yang mereka mainkan sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari mereka. Jadi persuasi adalah cara potensial untuk membentuk dan menangkal pikiran yang mengganggu mereka.
Pendidikan adalah tindakan yang mengacu pada upaya yang ditujukan pada pengetahuan atau kesadaran diri. Tidak seperti pencegahan, yang merupakan upaya aktif untuk memerangi kelangsungan hidup dalam domain kognitif seseorang. Pendidikan ditujukan untuk membangun pondasi kognitif yang baik dan dapat dikelola sendiri. Artinya, individu harus berperan aktif dalam menghindari kecanduan game online, misalnya dengan membaca artikel surat kabar atau menonton berita televisi tentang topik tersebut. Selain itu, dibutuhkan juga dorongan dari masyarakat agar upaya ini berhasil. Contohnya adalah sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat mendukung upaya tersebut dengan mendorong perilaku positif sebagai bentuk pencegahan dari kecanduan game online. (Griffin dan Botvin, 2010, 505; Wells, Barlow, dan Stewart-Brown, 2003, 197)
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Griffin, K. W., & Botvin, G. J. (2010). Evidence-based intervention for preventing substance use disorders inadolescents. Child and Adolescent Psychiatric Clinics, 19(3), 505–526. doi:10.1016/j.chc.2010.03.005.
Jap, T., Tiatri, S., Jaya, E. S., & Suteja, M. S. (2013). The development of Indonesian online game addiction questionnaire. PLoS ONE, 8(4), 4–8. doi: 10.1371/ journal.pone.0061098
Kardefelt-Winther, D. (2017). Conceptualizing internet use disorders: Addiction or coping process? Psychiatry and Clinical Neurosciences, 71(7), 459–466.
Kiraly, O., Nagygyörgy, K., Griffiths, M.D., & Demetrovics, Z. (2014). Problematic online gaming. In K. P. Rosenberg & L. C. Feder (Eds.), Behavioral addictions: Criteria, evidence and treatment (pp. 61–97). London, Inggris: Academic Press.
Oblinger, D., & Oblinger, J. L. (2005). Is it age or IT: First step toward understanding the net generation. In Diana Oblinger & J. L. Oblinger (Eds.), Educating the net generation. Washington D.C.: Educause
ADVERTISEMENT
Wells, J., Barlow, J., & Stewart-Brown, S. (2003). A systematic review ofuniversal approaches to mental health promotion in schools. Health Education, 103(4), 197–220. doi: 10.1108/09654280310485546