Konten dari Pengguna

Ketakutan dan Pemberontakan Batin: Resensi Novel Jalan Tak Ada Ujung

Alya Nuraini
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
21 Oktober 2024 13:24 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alya Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Jalan Tidak Ada Ujung. (Sumber: https://www.pexels.com).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jalan Tidak Ada Ujung. (Sumber: https://www.pexels.com).
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Identitas Buku
Judul : Jalan Tak Ada Ujung
Nama Pengarang : Mochtar Lubis
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Jaya
Jumlah Halaman : 166 halaman
ISBN : 978-979-980-3
Keterangan
Cetakan Pertama : April 1992
.
.
Cetakan Ketujuh: Februari 2016

Sinopsis

Novel “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis menceritakan awal revolusi Kemerdekaan Indonesia yang berlatar belakang masa pendudukan Jepang. Novel ini mengisahkan perjalanan batin tokoh utama bernama Isa, seorang guru yang terjebak dalam ketakutan, kebingungan, dan kekacauan hidup di tengah pergolakan politik dan sosial pada konflik-konflik revolusi. Isa terkenal sebagai guru yang memiliki sifat lemah lembut, baik, dan memiliki jiwa seni. Guru Isa tidak percaya pada kekerasan, sehingga kekerasan yang ditunjukkan orang-orang Jepang melukai perasaannya dan menimbulkan kekacauan dalam pandangan hidupnya.
ADVERTISEMENT
Guru Isa memiliki istri bernama Fatimah. Dalam pernikahannya, pasangan ini belum dikaruniai keturunan akibat penyakit yang diderita Guru Isa. Meskipun telah berusaha melalui pengobatan, upaya tersebut tidak membuahkan hasil, sehingga pasangan ini tidak bisa memiliki anak. Oleh karena itu, Fatimah berinisiatif untuk mengadopsi seorang anak. Ketika Fatimah mengajukan rencananya, Guru Isa awalnya tidak setuju. Akan tetapi, setelah mendengarkan penjelasan istrinya bahwa Guru Isa tidak dapat memberikan keturunan, akhirnya Guru Isa setuju untuk mengadopsi seorang anak laki-laki berusia empat tahun bernama Salim.
Suatu hari, Guru Isa berjalan kaki melewati Gang Jaksa untuk menuju sekolah di Tanah Abang. Tak lama kemudian, terdengar suara gemuruh di sekitar Laan Holle dan Jalan Asam Lama, terdengar pula suara ubel-ubel dan teriakan para serdadu. Pada saat itu, ketakutan dalam diri Guru Isa memuncak. Kemudian, Guru Isa berlindung di salah satu rumah yang tidak diketahui, namun Guru Isa mendapatkan perlakuan baik dari pemilik rumah untuk berlindung sejenak dari serangan. Pemilik rumah dan Guru Isa mengintip dari jendela ke arah truk datang untuk melihat kejadian di luar sana. Tanpa disadari, terdapat seseorang yang mendobrak pintu rumah, tepatnya pada pintu kamar. Guru Isa ditinggal oleh pemilik rumah tersebut, dada Guru Isa menahan sesak karena perasaan hatinya dengan rasa gemetar, pucat, dan penuh ketakutan. Kemudian serdadu itu keluar dan pergi melalui pintu belakang. Setelah mengintip kembali dari belakang jendela, Guru Isa memutuskan keluar dari rumah tersebut untuk melihat keadaan sekitar. Pada saat itu, terdapat seorang Tionghoa separuh baya yang terbaring di tanah, penuh dengan darah yang mengalir akibat peluru yang diterbangkan melalui tembakan oleh para serdadu.
ADVERTISEMENT
Ketika tiba di sekolah, tidak ada seorang siswa pun yang datang ke dalam ruang kelas untuk mengikuti kegiatan belajar, ruang kelas itu sangat kosong dan sepi. Guru Isa memutuskan untuk memeriksa hasil buku-buku pelajaran para siswa yang berada di laci. Kemudian, Guru Isa duduk seraya menutup muka dengan kedua belah tangannya dan berpikir mengenai kekacauan yang telah terjadi, sehingga menimbulkan perasaan takut yang sangat menekan. Hari-hari yang sangat menakutkan, Guru Isa selalu memikirkan keselamatan istri dan anaknya. Di sisi lain, Guru Isa merasakan gaji yang diperoleh tidak cukup untuk membiayai kehidupan istri dan anaknya atas penghidupan yang semakin mahal, dan hutang-hutang yang belum dibayarkan. Setelah memeriksa buku-buku pelajaran tersebut, terlintas dalam pikiran Guru Isa untuk mencuri buku yang berada dalam laci untuk dijual dan uang yang didapat digunakan untuk membeli beras. Akan tetapi, niat itu terputus dan timbul perasaan malu dalam hatinya.
ADVERTISEMENT
Guru Isa memutuskan untuk bermain biola guna menghilangkan perasaan penat untuk menenangkan hatinya. Guru Isa meletakkan biola di bawah dagunya, dan mulai memainkan melodi lagu. Tak lama Guru Isa berhenti memainkan biola tersebut, datanglah Saleh dan mereka memutuskan untuk pulang kembali ke rumah masing-masing. Kembali melewati jalan yang sama, Guru Isa pun masih merasakan ketakutan yang sama atas kejadian yang telah dihadapi pagi tadi, bahkan rasa takut itu masih menghantui dirinya saat tiba di rumah.
Guru Isa bertemu dengan Hazil, seorang pejuang muda pada masa revolusi yang pandai bermain biola sama seperti dirinya. Pada suatu hari, Guru Isa menghadiri rapat bersama para pemuda yang penuh semangat, semua orang bersumpah berani mati dan berani berkorban untuk kemerdekaan. Akan tetapi, betapa terkejutnya Guru Isa ketika terpilih menjadi kurir (pengantar) senjata dan surat-surat di dalam kota Jakarta. Alasan para pemuda memilih Guru Isa karena tidak ada orang yang akan curiga atas jabatannya sebagai seorang guru. Guru Isa mencoba untuk menolaknya, namun takut dikatakan pengecut dan terdapat desakan yang sangat menekan dirinya. Oleh karena itu, dengan perasaan sangat terpaksa Guru Isa pun menerimanya. Terdapat perbedaan yang signifikan antara Guru Isa dan Hazil, yaitu Hazil yang kurus dengan semangat menyala-nyala dan Guru Isa yang tidak bersemangat sama sekali. Di samping perasaannya yang cemas dan takut, Guru Isa merasa sedikit bangga pada dirinya, karena telah ikut menjadi anggota sebuah organisasi rahasia.
ADVERTISEMENT
Guru Isa dan Hazil bertugas mengangkut senjata, berupa peluru dan granat. Dalam pengangkutan senjata tentunya membutuhkan kendaraan. Lalu, kendaraan yang digunakan adalah sebuah truk milik Tuan Hamidy yang dikemudikan oleh Abdullah. Guru Isa berangkat bersama Hazil menuju Asam Reges, tepatnya di pabrik limun. Kemudian, Hazil dan Guru Isa bertemu dengan Rakhmat, salah seorang laskar rakyat di Bekasi yang memiliki semangat juang seperti Hazil. Sesampainya di Asam Reges, Guru Isa dan Hazil tampak terkejut ketika mencium aroma tak sedap, yaitu aroma bangkai. Lalu, Ontong mengaku bahwa dirinya telah membunuh dua orang Tionghoa, yaitu seorang ibu dan anak remaja berusia 16 tahun, kemudian jasad keduanya dibuang ke dalam sumur. Kembali pada pengangkutan senjata, setelah itu senjata tersebut dibawa ke Manggarai untuk disimpan dan disembunyikan di dalam rumah seorang kawan, kemudian diseludupkan ke Karawang dalam lokomotif. Penyeludupan senjata berjalan dengan baik, walaupun Guru Isa merasa ketakutan dan merasa tersiksa, karena hal ini menjadi pengalaman pertama untuknya dalam berjuang untuk kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Ketika jam sekolah selesai, semua siswa kembali ke rumah masing-masing. Saat itu, kondisi sekolah menjadi sepi dan itu adalah saat yang tepat bagi dirinya untuk melakukan aksi pencurian buku yang berada di dalam laci untuk dijualnya kembali. Perbuatan yang selalu menimbulkan rasa malu, kini hilang dan tidak terasa sama sekali. Aksi pencurian tersebut Guru Isa lakukan karena mendesak untuk menafkahi kehidupan istri dan anaknya. Pada saat yang bersamaan, Guru Isa teringat pada ucapan Hazil bahwa manusia bisa biasa pada apa saja, termasuk pencurian.
Suatu hari, Guru Isa merasakan sakit di tubuhnya. Guru Isa tengah merasakan sakit malaria, sehingga tubuhnya mengalami demam dan beberapa hari tidak dapat bangkit dari tempat tidurnya. Lima hari kemudian, Hazil datang menjenguk Guru Isa. Saat itulah, Hazil melihat Fatimah dan merasakan ketertarikan antara satu sama lain. Inilah awal perselingkuhan antara Hazil dan Fatimah. Pada awalnya, Guru Isa tidak mengetahui hubungan mereka. Guru Isa tidak curiga mengapa Hazil setiap hari pergi ke rumahnya. Namun, pada suatu hari ketika Guru Isa pulang dari sekolah dan merasa sangat lelah, kemudian langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Saat itu, Guru Isa menemukan pipa di balik bantalnya dan menyadari bahwa pipa tersebut milik Hazil. Meskipun amarah meluap, Guru Isa memilih untuk diam. Guru Isa takut jika bertanya dan mengetahui bahwa apa yang disangkanya selama ini benar-benar terjadi. Sebab, hal itu lebih menakutkan hatinya daripada keraguan yang dirasakan saat ini.
ADVERTISEMENT
Setelah perjanjian Linggarjati, serdadu Inggris meninggalkan Indonesia, membuat banyak orang merasa lega karena mereka tak lagi terjebak dalam ancaman yang setiap hari membayangi hidup mereka. Hal ini juga dirasakan oleh Guru Isa, yang merasakan berkurangnya ketakutan dalam hatinya. Namun, situasi tersebut tidak berlangsung lama. Tak lama setelah serdadu Inggris pergi, serdadu Belanda kembali datang ke Indonesia, mengembalikan kecemasan dan ketidakpastian yang sempat mereda.
Guru Isa bergabung dengan gerakan pemberontakan. Meskipun pada awalnya enggan bergabung, namun terpaksa melakukannya karena khawatir dianggap sebagai pengecut. Puncak pemberontakan terjadi ketika Guru Isa, Hazil, dan Rakhmat merencanakan serangan terhadap serdadu Belanda di sebuah bioskop bernama Rex. Setelah film selesai ditayangkan, Hazil dan Rakhmat bertugas melemparkan bom, melemparkan granat tangan di depan pintu masuk bioskop. Ledakan itu melukai beberapa serdadu Belanda. Setelah serangan tersebut, mereka bertiga kembali ke tempat masing-masing dan tidak saling berkomunikasi untuk waktu yang cukup lama. Guru Isa, yang bertugas mengawasi keadaan di luar bioskop, merasa sangat ketakutan dan melarikan diri ketika melihat polisi militer mendekat.
ADVERTISEMENT
Setelah kejadian pengeboman di bioskop Rex, Guru Isa hidup dalam ketakutan setiap hari, khawatir bahwa Rakhmat atau Hazil akan tertangkap dan mengungkapkan keterlibatannya. Ketakutannya memuncak ketika Guru Isa melihat berita tentang tertangkapnya salah satu pelempar granat, yang membuatnya pingsan dan jatuh sakit. Setelah tiga hari terbaring di tempat tidur, Guru Isa akhirnya bangkit, namun segera ditangkap oleh polisi. Guru Isa dibawa dan dipaksa untuk mengakui siapa saja yang terlibat dalam pengeboman tersebut. Baik Guru Isa maupun Hazil disiksa karena menolak memberi tahu keberadaan Rakhmat. Guru Isa menyadari bahwa Hazil akan mati karena siksaan itu, dan ia pun akan bernasib sama. Namun, dalam penderitaan tersebut, Guru Isa justru menemukan keberanian dan menyadari makna hidup yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT

Kelebihan

Dalam novel “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis terdapat kelebihan, yaitu sebagai berikut.
Penggunaan gaya bahasa yang sederhana, penuh makna, dan narasi efektif mampu menyampaikan pesan dalam cerita. Kecermatan dalam memilih kata-kata memudahkan pembaca terhubung dalam penceritaan dengan perasaan, terutama dalam memahami berbagai konflik yang dialami Guru Isa.
Tokoh utama yaitu Guru Isa menggambarkan perasaan dan konflik batin yang menekankan pada perkembangan psikologis. Novel ini memiliki fokus utama pada reaksi Isa terhadap lingkungan yang penuh tekanan dan dalam bahaya terutama dalam menggambarkan ketakutan yang dirasakan Guru Isa pada masa revolusi. Guru Isa tidak hanya menjadi pribadi yang pengecut. Akan tetapi, dijadikan sebagai cerminan manusia biasa yang berjuang dengan ketidakpastian moral dan emosional.
ADVERTISEMENT
Novel ini menyajikan gambaran tentang situasi sosial dan politik selama masa pendudukan Jepang dan awal revolusi Kemerdekaan Indonesia. Gambaran ini memberi tahu mengenai situasi yang penuh dengan kekacauan, ketakutan, dan ketidakpastian. Konteks ini memberikan ketertarikan pada sejarah Indonesia dan memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai tekanan yang dihadapi masyarakat pada saat itu.
Guru Isa adalah seorang pria yang penakut. Akan tetapi, dengan ketakutan tersebut menjadikan Guru Isa terperangkap dalam situasi di luar kendali. Ketakutan ini digambarkan sebagai bagian tak terpisahkan dari pengalaman manusia dan masa-masa krisis yang dialami. Hal ini menjadikan sebuah gambaran bahwa revolusi berdampak bagi individu.
ADVERTISEMENT
Novel ini menampilkan sisi lain dari perjuangan, yaitu ketakutan yang merupakan bagian dati pengalaman perang dan revolusi. Perspektif ini menambah kedalaman cerita dan memberi sudut pandang terhadap pembaca lebih kompleks tentang perlawanan.
Novel “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis dijadikan sebagai novel yang kaya, baik dalam hal karakterisasi, tema, maupun konteks sosial-politik yang diangkatnya. Novel ini memberikan wawasan mendalam tentang pergulatan batin manusia dalam situasi revolusi, dengan pesan yang relevan tentang ketakutan, pencarian makna hidup, dan kritik terhadap narasi kepahlawanan yang sering kali terlalu idealis.

Kekurangan

Dalam novel “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis terdapat kekurangan, di antaranya sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
Dalam kutipan atau narasi di dalam novel ini, kesalahan penggunaan kata tersebut dapat dibuktikan melalui beberapa poin berikut.
Dalam beberapa kutipan dan penggalan narasi tersebut, terdapat kesalahan penggunaan kata yang tidak sesuai dengan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kesalahan tersebut ditunjukkan pada penggunaan kata ‘kemaren’, penggunaan kata tersebut tidak tepat dan tidak memiliki arti. Lalu, penggunaan kata yang benar adalah ‘kemarin’ yang berarti hari sebelum hari ini. Kesalahan penggunaan kata yang lainnya, dapat dibuktikan pada penggalan narasi berikut.
ADVERTISEMENT
Penggunaan kata ‘ran’ dalam penggalan narasi tersebut tidak tepat, karena tidak sesuai dengan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), sehingga kata tersebut tidak mengandung arti. Oleh karena itu, penggunaan kata yang teat adalah ‘keran’ yang memiliki arti cerat pancuran (air leding) yang dapat di buka dan di tutup dengan tutup berulir. Kesalahan penggunaan kata lainnya dapat dibuktikan pada penggalan berikut.
ADVERTISEMENT
Dalam penggalan narasi tersebut, terdapat tanda hubung yang tidak tepat digunakan pada kata ‘sekarang’ menjadi ‘seka-rang’. Perlu diketahui, bahwa tanda hubung digunakan untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh pergantian baris. Tidak hanya itu, tanda hubung juga digunakan untuk menyambung unsur bentuk ulang.
Novel ini lebih terfokus pada konflik batin tokoh utama, dibandingkan pengembangan plot yang dinamis dan berpusat pada peristiwa besar. Pembaca mengharapkan adanya aksi fisik atau perkembangan peristiwa yang lebih cepat, novel ini terasa monoton dan kurang mendebarkan.
Tokoh-tokoh pendukung seperti Fatimah dan Hazil tidak mendapatkan pengembangan karakter yang mendalam. Tokoh-tokoh ini tidak tampak sebagai individu yang memiliki karakter mendalam. Dalam penceritaan, Fatimah sebagai istri Guru Isa tidak diberi banyak ruang untuk mengeksplorasi konflik batin atau perasaannya terhadap Guru Isa. Tokoh Hazil hanya digambarkan sebagai lawan Guru Isa dalam keberanian, namun karakternya tidak berkembang menjadi tokoh yang kompleks. Oleh karena itu, tokoh-tokoh ini dalam novel ini terasa datar dan kurang berperan dalam memberikan lapisan cerita yang lebih dalam.
ADVERTISEMENT
Novel ini berlatar pada masa revolusi Kemerdekaan Indonesia. Novel ini berfokus pada pengalaman pribadi Guru Isa tanpa menggali lebih dalam tentang situasi sosial yang lebih luas. Kurangnya eksplorasi ini membuat novel ini terasa terpisah dari kenyataan sejarah yang seharusnya menjadi salah satu kekuatannya. Pembaca mengharapkan lebih banyak gambaran revolusi dari sudut pandang sosial politik.
Novel ini cenderung berjalan dengan pola yang konsisten tanpa banyak momen secara dramatis mengubah arah cerita. Konflik batin Guru Isa berkembang secara perlahan tanpa adanya perubahan besar atau peristiwa yang memberikan dinamika lebih kuat. Pembaca menginginkan ketegangan atau perkembangan cerita yang lebih menentang.
Dari kekurangan novel “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis dapat mengurangi daya tarik sebagian pembaca yang mengharapkan dinamika penceritaan yang beragam dan penuh aksi.
ADVERTISEMENT
Selamat membaca!
.
.

Daftar Pustaka

Lubis, Mochtar. (2016). Jalan Tak Ada Ujung. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Jaya.