Konten dari Pengguna

Melintasi Novel Azab dan Sengsara: Derita Tak Bertepi

Alya Nuraini
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
11 Juli 2024 18:33 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alya Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Azab dan Sengsara (Sumber: https://www.pexels.com).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Azab dan Sengsara (Sumber: https://www.pexels.com).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Novel Azab dan Sengsara menceritakan kisah kehidupan seorang anak gadis. Novel ini merupakan karya sastra kedua dari Merari Siregar, diterbitkan pertama kali pada tahun 1920, tepatnya di Balai Pustaka yang dianggap sebagai tonggak lahirnya novel modern di Indonesia. Novel ini menceritakan secara rinci mengenai tema dan kritik sosial secara tidak langsung yang mengandung aspek kemasyarakatan yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman modern. Novel Azab dan Sengsara memiliki tema pernikahan yang berhubungan dengan adat istiadat dengan menggambarkan kebiasaan buruk pada masyarakat Sipirok, Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
Dalam buku Burhan Nurgiyantoro yang berjudul Teori Pengkajian Fiksi, terdapat unsur-unsur pembangun novel yang terdiri dari plot (alur), tema, penokohan, sudut pandang, stile (bahasa) dan pesan moral. Tulisan ini akan membahas mengenai latar berupa catatan anakronisme, tema, dan pesan moral berupa kritik sosial yang terkandung dalam novel Azab dan Sengsara. Tema dalam novel Azab dan Sengsara ini mengangkat masalah kehidupan yang menggambarkan cinta sejati menuntut pengorbanan. Tidak hanya itu, tema dalam penceritaan novel ini juga digolongkan ke dalam tema tradisional yang berarti telah lama dipergunakan dan dapat ditemukan dalam berbagai cerita lama yang telah memasyarakat. Untuk informasi lebih lanjut, yuk disimak isi tulisan berikut ini!

A. Catatan Anakronisme

Anakronisme menunjuk pada sesuatu yang tidak logis. Dalam novel Azab dan Sengsara memuat salah satu catatan tentang anakronisme, di mana Aminu’ddin sebagai tokoh yang berusia belasan tahun dapat mengucapkan kata-kata yang berbau falsafah. Dalam novel ini dapat ditemukan catatan anakronisme atas ucapan yang diungkapkan oleh Aminu’ddin, yaitu sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
Kutipan tersebut menggambarkan Aminu’ddin yang berusia belasan tahun itu memberikan ungkapan perpisahan yang penuh dengan perasaan. Aminu’ddin harus pergi bekerja untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Ia meyakinkan Mariamin bahwa ini hanya menjadi perpisahan sementara, dan akan kembali untuk menikah dengan kekasihnya itu. Kata-kata yang diucapkan Aminu’ddin sangat terlihat dewasa dan serius dan dianggap tidak logis jika dilihat dari usianya kala itu.
ADVERTISEMENT

B. Tema

Tema merupakan gagasan atau makna dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu yang menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Novel Azab dan Sengsara mengangkat tema masalah hidup yang berkaitan dengan masalah cinta sesuai pengalaman tokoh utama, yaitu Mariamin. Terdapat tema tradisional berupa perjodohan paksa dan kesenjangan sosial. Dalam novel Azab dan Sengsara dapat ditemukan penggalan kutipan dan narasi yang menggambarkan tema dalam menyampaikan gagasan atau makna, di antaranya:
Pada awalnya Ibu Mariamin tidak setuju dengan perjodohan, hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
ADVERTISEMENT
Dalam kutipan dapat dilihat bahwa Ibu Mariamin menjelaskan bahwa orang tua lebih tahu yang terbaik untuk anaknya, terutama perihal jodoh dan masa depan. Pernikahan hanya dilakukan seumur hidup sekali, maka harus dipertimbangkan agar tidak terjadi perceraian dan penyesalan dalam mengambil keputusan besar itu. Ibu Mariamin juga menegaskan bahwa pernikahan yang dilakukan secara paksa tidak membuahkan hasil yang baik.
Dalam penggalan narasi tersebut menggambarkan adanya perbedaan tingkat sosial yang menyatakan bahwa keluarga Aminu’ddin, Baginda Diatas, seorang kepala kampung yang kaya dan terhormat merasa tidak pantas jika anaknya harus dinikahkan dengan Mariamin yang berasal dari keluarga miskin yang hidup dalam kemelaratan bersama ibunya, sedangkan ayahnya telah meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Dalam kutipan dapat diketahui bahwa Ayah Aminu’ddin menjodohkan anaknya dengan orang lain, sosok itu bukanlah Mariamin. Semula Aminu’ddin menolak, namun ia terpaksa untuk menerima bujukan dan paksaan tersebut. Aminu’ddin bukan tidak setia pada Mariamin, akan tetapi ini sudah terlanjur dan tidak dapat diundurkan. Adat dan kepercayaan mengorbankan cinta kedua makhluk itu. Kejadian cinta yang malang antara Aminu’ddin dan Mariamin.
ADVERTISEMENT
Setelah kejadian itu menimpa Mariamin, maka ibunya menyuruh anaknya untuk menerima pinangan seseorang kepada Mariamin, hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut.
Pada kutipan tersebut, Mariamin kemudian berpikir dan mempertimbangkan ungkapan ibunya. Ia merasa terpaksa menerima pinangan orang tersebut walaupun tidak kenal dan tidak cinta pada seseorang yang dijodohkan. Justru ia berpikir bahwa pernikahan ini akan membawa dirinya ke jalan kemelaratan. Setelah menikah, Mariamin memutuskan untuk ikut dengan suaminya, yakni tinggal di Medan.
ADVERTISEMENT
Pada kutipan itu digambarkan sosok suami Mariamin yang bernama Kasibun mengidap penyakit yang berbahaya dan dapat menular kepada istrinya. Terdapat banyak orang yang kurang berhati-hati dalam memelihara dirinya dan sudah melampaui batas tanpa memikirkan hal yang diperbolehkan dan hal yang dilarang. Mariamin menjadi korban atas perilaku yang telah diperbuat suaminya.
Kemudian, terjadilah pertengkaran hebat antara Mariamin dengan Kasibun. Hal ini dapat diketahui melalui kutipan berikut.
Kutipan tersebut menggambarkan pertengkaran yang terjadi dalam rumah tangga mereka. Mariamin harus menerima kesengsaraan dan kemelaratan yang dilakukan oleh suaminya itu, dengan sifat bengisnya ia tega menampar, memukul, dan menyiksa Mariamin. Atas kejadian yang telah menimpa dirinya, tiada rasa segan dan takut Mariamin datang ke kantor polisi untuk melaporkan perbuatan bengis suaminya. Keputusan tersebut memberikan jawaban atas hukuman kepada suaminya dan pernikahan mereka diputuskan. Dengan menambah malu, menambah azab, dan sengsara Mariamin terpaksa pulang ke kampung halamannya dan kembali tinggal di rumah kecil di pinggir sungai Sipirok.
ADVERTISEMENT

C. Pesan Moral

Moral merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya yang menunjuk pada ajaran baik atau buruk yang diterima atas perbuatan, sikap, dan kewajiban yang telah dilakukan. Pesan moral berhubungan dengan sifat luhur kemanusiaan dalam memperjuangkan hak dan martabat. Pada novel Azab dan Sengsara pesan yang disampaikan berupa kebebasan kepada anak-anak muda untuk memilih jodoh sendiri oleh orang tua. Apabila orang tua memaksakan kehendaknya, maka akan berakibat kurang menyenangkan seperti pesan tersirat dalam novel Azab dan Sengsara. Terdapat kritik sosial yang berkaitan dengan adat istiadat, kesenjangan sosial, dan ketidakadilan gender dalam novel Azab dan Sengsara yang digambarkan sebagai berikut.
Terdapat sebuah penggalan narasi yang merupakan pesan tersirat yang menceritakan kisah pernikahan Sutan Baringin dengan istrinya dalam novel Azab dan Sengsara berkaitan dengan adat, hal ini dibuktikan sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
Dalam penggalan narasi tersebut menunjukkan sikap Ibu Mariamin yang setia dan penyabar, adapun tabiat dan adat perempuan tersebut berlawanan dengan sikap Sutan Baringin yang suka marah-marah dan perkataannya tidak menyenangkan hati. Penggambaran ini merupakan akibat dari perjodohan yang kurang menyenangkan.
Kutipan tersebut merupakan suatu pertanyaan yang diajukan oleh Sutan Baringin kepada istrinya. Tiada sadar bagi Sutan Baringin akan sikap kasih dan sayang yang telah diperlakukan istrinya untuk dirinya. Ia baru bertanya akan hal itu sesaat sebelum pergi meninggalkan istrinya dan anak-anaknya. Sikap Sutan Baringin berubah saat sebelum ia pergi untuk selama-lamanya. Hal ini juga dapat dijadikan kritik sosial akibat perjodohan karena tidak adanya kasih sayang yang tulus dari suami kepada istrinya.
ADVERTISEMENT
Terdapat kritik sosial berupa kesenjangan sosial yang terjadi dalam novel Azab dan Sengsara ini, hal tersebut dibuktikan pada penggalan narasi berikut.
Penggalan narasi di atas menggambarkan permintaan Aminu’ddin kepada ayahnya agar ia dijodohkan dengan Mariamin, namun permintaan tersebut ditolak oleh ayahnya karena Mariamin bukan berasal dari keluarga yang kaya seperti dirinya.
Terdapat beberapa kutipan yang menggambarkan adanya ketidakadilan gender yang dialami perempuan dalam novel Azab dan Sengsara yang digambarkan pada tokoh Sutan Baringin sebagai Ayah Mariamin yang terkenal boros dan serakah, ia sering berperkara dengan orang lain mengenai harta. Akibat perbuatan itu, Mariamin dan ibunya harus menangung azab dan sengsara. Ketidakadilan gender tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut.
ADVERTISEMENT
Kutipan di atas digambarkan adanya ketidakadilan gender yang dapat dilihat bahwa perempuan selalu dibeda-bedakan oleh laki-laki. Dalam beberapa percakapan yang dilakukan oleh Ayah Mariamin kepada Ibu Mariamin menggambarkan pasangan tersebut menikah dengan perjodohan dan tidak berlandaskan rasa cinta. Perempuan sering dianggap lemah dan dijadikan sebagai persangkaan buruk. Ayah Mariamin sering memandang istrinya berbuat salah kepadanya, ia pernah menerjang kepala istrinya dengan kakinya. Ia sering marah kepada istrinya tanpa sebab dan membentaknya dengan perkataan tidak baik, padahal istrinya selalu bersikap lemah lembut dan bersikap hormat kepada suaminya.
ADVERTISEMENT
Melalui pesan moral berupa kritik sosial ini, dapat disimpulkan adanya kesamaan antara orang tua Mariamin, yaitu Nuria dan Sutan Baringin yang menikah dengan cara dijodohkan. Mariamin juga merasakan hal yang demikian, yaitu menikah dengan cara dijodohkan. Persamaan tersebut terletak pada sikap Sutan Baringin yang tidak kenal sama sekali oleh perempuan bernama Nuria yang akan menjadi pendamping hidupnya, begitu pun dengan sikap dan adat dari Kasibun yang tidak diketahui oleh Mariamin. Kedua laki-laki tersebut memiliki sikap dan adat yang kurang baik. Akan tetapi terdapat pula perbedaannya, jika Nuria dan Sutan Baringin bercerai karena maut yang memisahkan, sedangkan Mariamin dan Kasibun bercerai karena terjadi pertengkaran hebat dalam rumah tangga mereka.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa perjodohan dengan cara paksa dapat menimbulkan rasa tidak bahagia dari kedua belah pihak, sehingga menimbulkan adanya perceraian karena dua insan yang tidak dapat disatukan. Hal ini dapat dilihat dari hubungan yang terjalin antara Mariamin dengan pasangannya, begitu malang nasib Mariamin karena harus menerima kenyataan pahit. Betapa sakitnya hati Mariamin harus menerima azab dan sengsara yang sering kali menimpa dirinya beserta orang yang ia cintai, yaitu ibu dan seorang adik laki-laki.
ADVERTISEMENT
Dalam novel Azab dan Sengsara ini juga mengandung adat istiadat yang bertentangan dengan keinginan pribadi tokoh. Selain itu, ketidakadilan gender pada novel ini juga tampak jelas, hal ini mencerminkan adanya ketidakadilan bagi perempuan karena tidak memiliki banyak pilihan dalam menentukan nasib dan tujuan hidup, justru perempuan ditekankan harus tunduk pada keputusan laki-laki. Sosok perempuan berada pada posisi rendah dan selalu dianggap lemah. Kesenjangan sosial dalam novel ini juga terlihat karena adanya perbedaan yang menonjol antara kehidupan keluarga Aminu’ddin dan keluarga Mariamin. Aminu’ddin berasal dari keluarga terhormat, sedangkan Mariamin hanya berasal dari keluarga sederhana yang dengan keadaan ekonomi menengah ke bawah.

Daftar Pustaka

ADVERTISEMENT