Konten dari Pengguna

Menggali Konsep Diri menurut Hurlock: Menjaga Keseimbangan Remaja

Alya Nuraini
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
21 Desember 2024 16:33 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alya Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Tangan Seseorang (Sumber: https://www.pexels.com).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tangan Seseorang (Sumber: https://www.pexels.com).
ADVERTISEMENT
Konsep diri merupakan salah satu elemen pokok dalam psikologi perkembangan yang memengaruhi cara seseorang memahami, menerima, dan menghargai dirinya sendiri. Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya Developmental Psychology: A Life-Span Approach (1980), mengungkapkan bahwa konsep diri terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif ditandai dengan penerimaan diri, rasa percaya diri, dan kemampuan untuk melihat kekuatan maupun kelemahan secara seimbang. Sebaliknya, konsep diri negatif sering kali membuat individu fokus pada kekurangan, merasa rendah diri, dan sulit menerima kritik.
ADVERTISEMENT
“Konsep diri positif dapat mendorong individu untuk mencapai potensi maksimalnya, sementara konsep diri negatif sering kali menjadi penghalang dalam mencapai keberhasilan,” Hurlock (1980). Dalam konteks remaja, fase ini menjadi krusial karena mereka tengah mengalami berbagai perubahan fisik, emosional, dan sosial yang dapat memengaruhi cara pandang terhadap diri sendiri.
Tulisan ini memuat hasil observasi berupa wawancara kepada salah satu responden, yakni siswi SMK berinisial SS yang membahas secara mendalam teori Hurlock tentang konsep diri yang ada pada diri seseorang. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pembaca agar dapat membantu remaja mengembangkan konsep diri yang sehat.

Konsep Diri Positif

Dalam konsep diri positif, SS memandang bahwa keberhasilan memiliki peran besar dalam membangun rasa percaya diri. Setiap keberhasilan yang dicapai menjadi dorongan bagi dirinya untuk menghadapi tantangan yang lebih besar di masa depan. Bagi SS, keberhasilan tidak hanya menjadi pencapaian, tetapi juga sumber motivasi untuk terus berusaha lebih baik lagi. Di sisi lain, kegagalan tidak dianggap sebagai akhir dari segalanya. Sebaliknya, SS melihat kegagalan sebagai pembelajaran yang berharga untuk mengembangkan diri dan memperbaiki langkah di masa depan.
ADVERTISEMENT
SS juga menyadari pentingnya apresiasi dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Saat diapresiasi, ia merasa dihargai dan hal ini memberikan pandangan positif terhadap dirinya sendiri. Apresiasi tersebut menjadi sumber energi untuk terus melangkah dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Selain itu, SS memiliki pandangan yang terbuka terhadap kritikan. Baginya, kritikan bukanlah ancaman, tetapi sebuah masukan yang dapat digunakan untuk memperbaiki diri dan mencapai perkembangan yang lebih baik ke depan.
Dalam menghadapi konflik, SS berusaha memahami situasi dengan melihat dari sudut pandang orang lain. Pendekatan ini menunjukkan kemampuan empatinya yang menjadi salah satu kekuatan dalam membangun hubungan sosial yang baik. Akan tetapi, SS juga memiliki cara untuk mengelola emosinya. Ketika emosi memuncak dan sulit dikendalikan, ia memilih untuk memisahkan diri dari kerumunan sebagai bentuk usaha menenangkan diri. Strategi ini membantu SS menjaga kestabilan emosional dan berpikir jernih dalam menyelesaikan masalah.
ADVERTISEMENT
SS percaya bahwa kekuatan yang dimiliki memungkinkan dirinya untuk beradaptasi dengan baik di berbagai situasi. Namun, ia juga menyadari bahwa kelemahan tertentu terkadang membuatnya cenderung overthinking. Meski demikian, SS tidak membiarkan kelemahan itu menghalangi dirinya untuk terus maju. Dengan pemahaman yang mendalam tentang kekuatan dan kelemahannya, SS mampu membangun konsep diri positif yang seimbang dan mendorong perkembangan dirinya secara terus-menerus.

Konsep Diri Negatif

Konsep diri negatif sering kali terbentuk akibat pengalaman atau perlakuan yang kurang mendukung, seperti yang dialami oleh SS. Ia mengidentifikasi beberapa faktor utama yang menyebabkan rasa tidak percaya diri, yaitu kritik berlebihan, perundungan, dan pengalaman kegagalan. Kritik yang berlebihan sering kali membuat SS merasa tertekan dan berpikir secara berlebihan. Akan tetapi, SS berusaha untuk tidak terjebak dalam pola pikir ini dengan belajar menyaring kritik yang ia terima. Fokusnya adalah pada kritik yang membangun agar ia tetap dapat berkembang tanpa terbebani oleh hal-hal negatif.
ADVERTISEMENT
Bagi SS, pengalaman kegagalan juga menjadi salah satu pemicu rasa tidak percaya diri. Ia pernah merasakan kegagalan dalam suatu pertandingan sehingga membuat ia mempertanyakan kemampuan dirinya. Dalam momen seperti itu, SS merasa kecewa dan memilih untuk merenung. Melalui perenungan tersebut, ia mulai memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Meskipun awalnya sulit untuk menerima, SS perlahan menyadari bahwa kegagalan justru dapat menjadi pelajaran berharga untuk memperbaiki diri di masa depan.
Dampak kegagalan tidak selalu mudah dilupakan. Sebab, SS pernah merasa takut untuk mencoba hal baru karena bayang-bayang kegagalan di masa lalu. Ketakutan ini sering kali menghambatnya untuk keluar dari zona nyaman dan menghadapi tantangan baru. Selain itu, SS juga pernah mengalami kegagalan dalam memenuhi harapan orang lain, sehingga membuat dirinya merasa tidak nyaman dan cemas. Beban harapan tersebut menimbulkan tekanan emosional yang semakin memperkuat rasa tidak percaya diri.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, SS mulai memahami bahwa tidak semua hal berada dalam kendalinya. Ia belajar untuk menerima bahwa kegagalan atau kritik adalah bagian dari kehidupan yang tidak dapat dihindari. Yang terpenting baginya adalah memberikan usaha terbaik dan menggerakkan seluruh potensi yang dimilikinya. Dengan pemahaman ini, SS perlahan berusaha mengurangi rasa tidak percaya diri yang ia alami, meskipun prosesnya tidak selalu mudah. Penerimaan diri dan pembelajaran dari pengalaman negatif menjadi kunci bagi SS untuk bangkit dan melanjutkan langkahnya.

Kesimpulan

Berdasarkan penilaian diri SS, dapat disimpulkan bahwa SS merasa memiliki keseimbangan yang cukup signifikan antara konsep diri positif dan negatif. Terdapat persentase sebesar 60% untuk konsep diri positif. SS menunjukkan bahwa ia lebih banyak mengidentifikasi dirinya dengan pandangan yang optimis dan penuh harapan. Keberhasilan yang dicapainya menjadi salah satu elemen penting dalam membangun rasa percaya dirinya. Setiap pencapaian memberinya dorongan untuk terus berkembang dan menghadapi tantangan yang lebih besar di masa depan. Kegagalan dipandang oleh SS sebagai pengalaman belajar yang berharga, bukan sebagai akhir dari segalanya.
ADVERTISEMENT
Dalam sudut pandang lain, SS juga mengakui adanya persentase sebesar 40% untuk konsep diri negatif dalam dirinya yang dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman masa lalu, seperti kritik berlebihan dan kegagalan yang pernah dialami. Kritik yang berlebihan sering kali membuatnya merasa tertekan, sementara kegagalan dalam berbagai kesempatan, seperti dalam pertandingan memunculkan rasa tidak percaya diri dan ketakutan untuk mencoba hal-hal baru. Dampak dari kegagalan dan juga kegagalan memenuhi harapan orang lain memperburuk perasaan cemas dan tidak nyaman. Meskipun demikian, SS berusaha untuk tidak terjebak dalam pola pikir negatif dan mencoba untuk mengurangi pengaruh negatif dengan menyaring kritik yang membangun dan belajar dari kegagalan.
Dengan demikian, meskipun SS merasa memiliki lebih banyak konsep diri positif, ia tetap menghadapi tantangan dalam mengatasi konsep diri negatif. Proses untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik antara keduanya terus berlangsung, karena SS sadar bahwa penerimaan diri dan pembelajaran dari pengalaman-pengalaman negatif adalah kunci untuk terus berkembang. Dengan pemahaman yang mendalam tentang kekuatan dan kelemahannya, SS berusaha untuk memperkuat konsep diri positif yang ada dan mengurangi dampak dari konsep diri negatif. Seiring waktu, SS berharap dapat lebih mengoptimalkan potensi dirinya dan mencapai kesejahteraan psikologis yang lebih baik.
ADVERTISEMENT

Daftar Pustaka

Hurlock, E. B. (1980). Developmental Psychology: A Life-Span Approach. New York: McGraw-Hill.
.
.
Dosen Pengampu: Maolidah, M.Psi.