Konten dari Pengguna

Menjahit Perekonomian Sejahtera Lewat Pemberdayaan Para Ibu Rumah Tangga

Alya Mukhbita
Mahasiswi Universitas Andalas, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
8 Oktober 2024 17:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alya Mukhbita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
bentuk muka Maharrani Hijab
zoom-in-whitePerbesar
bentuk muka Maharrani Hijab
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Maharrani, yang berlokasi di Simpang Koto Tingga, Kecamatan kuranji, Kota Padang ini merupakan salah satu usaha pakaian yang cukup populer di kalangan muslim maupun Muslimah saat ini. Usaha ini dirintis oleh sosok perempuan bernama Elsa Maharani, yang lahir di Padang pada tanggal 5 Maret 1990. Sosok yang jika dilihat sekilas tidak memiliki perbedaan dengan Perempuan pada umumnya yang merupakan pribadi kalem, sederhana, dan juga lembut.
ADVERTISEMENT
Namun siapa sangka dibalik sosok sederhana ini, terdapat motivasi, tekad, dan kerja keras seorang Elsa Maharrani dalam mensukseskan perekonomian rumah tangga di daerahnya. Bagi Ibu Elsa, berwirausaha tak hanya sekedar mencari keuntungan semata, namun juga tentang mendorong perekonomian masyarakat. Melalui prinsip tersebut, ditambah dengan melihat potensi para ibu rumah tangga di kampungnya, Ibu Elsa membangun sebuah kampung jahit di Padang.
Sebagai pemilik dari kampung jahit, tentunya kita berpikir bahwa sang pemilik mahir dalam menjahit. Namun ternyata, Ibu Elsa selaku pendiri Maharrani ini sebenarnya tidak bisa menjahit.
Berdasarkan pengakuan Ibu Elsa, beliau sendiri tidak bisa menjahit, namun beliau tergerak untuk mendirikan kampung jahit ini. Ide ini berawal tentang kegelisahannya akan kehidupan kaum perempuan di kampungnya, mulai dari sulitnya akses Pendidikan, sulitnya akses Kesehatan, hingga sulitnya akses penghasilan dengan mata pencaharaian utama yang bisa dilakukan hanya sebagai petani, pemecah batu kali, hingga bekerja di ladang orang lain. Bahkan tak sedikit dari para ibu yang berstatus sebagai orang tua tunggal di daerahnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Ibu Elsa mulai memberanikan diri untuk membuat merk pakaian muslim sendiri, yakni Maharrani Hijab, pada tahun 2018. Hingga akhirnya di tahun 2019 Ibu Elsa mendirikan kampung jahit dengan merekrut para ibu-ibu yang bisa menjahit di kampungnya untuk menjahit produk yang akan diproduksi. Harapannya selain bisa mencari nafkah dari jalur ini, ia bisa pula menciptakan jalan rezeki bagi rang-orang disekitarnya.
Penggabungan bisnis dan pemberdayaan Masyarakat
Sejak menempuh bangku SMA Ibu Elsa sudah menjadi penjual dengan mendapatkan kepercayaan dari sejumlah toko hijab untuk menjual hijabnya dengan system konsinyasi. Agar tidak membebani orang tua, anak ke-2 dari 10 bersaudara ini termotivasi untuk medirikan kampung jahit guna membantu kaum perempuan untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, upaya tersebut tidaklah mudah. Pada awal pendirian kampung jahit di tahun 2019, masyarakat saat itu masih belum antusias dan sulit mendapat kepercayaan, karena belum pernah ada kampung jahit sebelumnya di Sumatera barat. Mereka juga mematok upah penjahit dengan kisaran Rp 100.000 - Rp 150.000 per helai pakaian. Padahal, Ibu Elsa hanya mampu menawarkan upah berkisar Rp 25.000 per helai nya. Menurut pertimbangannya, pesanan akan terus berkelanjutan. Selain itu, pekerjaannya cukup sederhana, yaitu menjahit pola kain yang sudah dipotong, bahkan bahan-bahannya juga disediakan oleh Ibu Elsa sendiri.
Tawaran Ibu Elsa menghasilkan berbagai penolakan. Sehingga saat itu hanya satu orang penjahit yang bersedia bergabung dengan Kampung jahit. Ia seorang perempuan yang pernah bekerja di pabrik garmen di Jakarta dan saat itu sedang menganggur. “bermitra dengan ibu itu lancar. Ia terus menjahit untuk kami hingga sekarang. Melihat itu, tetangganya juga mau ikut bermitra. Akhirnya, mitra kami terus bertambah hingga sekarang menjadi tiga puluh orang’” ucap Elsa.
ADVERTISEMENT

Kampung Jahit Maharrani Hijab
Penjahit bapak-bapak hingga penyandang disabilitas ikut menjadi bagian dari kampung jahit
Hingga saat ini total penjahit yang bergabung di Kampung jahit berjumlah 54 orang penjahit. Sekitar 40-an penjahit bekerja di rumahnya masing-masing dan sisanya bekerja di tempat produksi kampung jahit. Dan uniknya, diantara 54 penjahit ini juga terdapat penyandang disabilitas. Elsa mengatakan bahwa semangat penjahit disabilitas tak kalah semangat dengan penjahit pada umumnya.
Tidak hanya kaum perempuan, penjahit yang ada di kampung jahit ini juga ada bapak-bapaknya. Penjahit di kampung jahit tidak hanya berasal dari kampungnya saja, tapi juga sudah tersebar di beberapa kelurahan lain.
Rezeki Mengalir
Pandemi covid-19 yang menjadi penghambat bagi sebagian besar pengusaha justru menjadi peluang bagi Ibu Elsa dnan juga mitra-mitranya. Angka penjualan Maharrani Hijab yang dilakukan secara daring meningkat berkali-kali lipat.
ADVERTISEMENT
Mitra penjahit pun bertambah signifikan untuk memenuhi permintaan pasar. “Pandemi Covid-19 justru memberi dampak positif bagi kami (Maharrani). Saat pandemi, orang tidak berbelanja ke mal tetapi beralih ke cara daring. Peningkatan penjualan mencapai tiga kali lipat, dan angkanya terus meningkat,” tutur Ibu Elsa.
Di saat Perusahaan lain banyak yang menutup pabrik karena pembatasan sosial berskala besar, Maharrani Hijab sama sekali tidak terganggu akan hal tersebut. Sebab, proses produksi pakaian dilakukan di rumah mitra masing-masing.
Susi Meiniyenti, salah satu mitra di Kampung Villa Tarok mengatakan bahwa dengan upah bekerja dengan Maharrani Hijab bisa membantunya dalam membantu perekonomian keluarganya.
Tantangan dalam usaha
Menurut Ibu Elsa, tantangan terbesar adalah terus berupaya mencari pasar yang semakin luas, dan tantangan ini dijawab dengan membuat berbagai jenis busana muslim yang beragam dan berkualitas yang baik, tentunya dengan harga yang terjangkau.
ADVERTISEMENT
Jika brand busana muslim lain menawarkan harga sekitar Rp 300.000 hingga Rp 500.000, Maharrani hanya menawarkan produk dengan harga kisran Rp 200.000, sehingga konsumen selalu repeat order.
Penghargaan Satu Indonesia Awards
Perjuangan Ibu Elsa dalam mendirikan Kampung Jahit miliknya mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Awards untuk kategori wirausaha.
Setelah mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Awards 2020, nama Kampung Jahit pun terkenal oleh publik hingga luar kora Padang, Ibu Elsa pun acap dipanggil sebagai narasumber di berbagai acara.
Ibu Elsa berharap, semoga Satu Indonesia Awards, memberikan dukungan kepada pemenang agar bisa terus mengembangkan dan meneruskan programnya agar dampak positif yang diterima bisa lebih luas lagi.
Tempat produksi pakaian di Kampung Jahit