Konten dari Pengguna

Esensi Peran Media Massa dalam Edukasi Perubahan Iklim

Alya Fathinah
Mahasiswi Universitas Padjadjaran yang senang menikmati karyamu, buku, dan senyummu
1 Juni 2022 13:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alya Fathinah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Moderator Fishya Elvin bersama pembicara Meiki Wemly Paendong ketika talkshow pada (17/5) melalui Zoom Meeting
zoom-in-whitePerbesar
Moderator Fishya Elvin bersama pembicara Meiki Wemly Paendong ketika talkshow pada (17/5) melalui Zoom Meeting
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim menjadi salah satu isu yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Hal tersebut dibuktikan dengan berbagai kegiatan aktivis lingkungan yang semakin gencar mengampanyekan perubahan iklim hingga adanya acara-acara yang mengangkat isu tersebut. Salah satu acara yang mengangkat isu lingkungan adalah Talkshow Parade Jurnalistik di bawah naungan Epicentrum Unpad 2022 berjudul Encouraging the Society to Understand Climate Matters through Science Journalism pada (17/5) secara daring melalui platform Zoom Meeting.
ADVERTISEMENT
Tema tersebut dipilih dengan tujuan mengajak masyarakat mengenal perubahan iklim secara mendetail sekaligus memperkenalkan jurnalisme sains sebagai salah satu metode yang lebih mudah untuk masyarakat memahami perubahan iklim secara sains. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat Meiki Wemly Paendong menjadi pembicara utama pada acara talkshow tersebut. Acara talkshow dipandu oleh mahasiswa Jurnalistik Unpad Fishya Elvin.
Menurut Meiki, penyebab perubahan iklim berasal dari pemanasan global. “Pemanasan global kan konsepnya planet bumi. Pemanasan secara global yang terjadi di planet bumi jadi adanya kenaikan suhu dari planet bumi yang akhirnya dia memberikan dampak terhadap terjadiya perubahan iklim yang itu juga berujung perubahan cuaca-cuaca yang tidak lazim. Pemanasan global sebenarnya dipicu dari aktivitas-aktivitas manusia menjadi semakin berkembang,” ungkap Meiki.
ADVERTISEMENT
Jika kilas balik pada sejarah maka aktivitas-aktivitas manusia berkembang pesat ketika dimulainya revolusi industri. Sejak saat itu, manusia mulai menciptakan berbagai alat canggih untuk menunjang kehidupan yang pada akhirnya menambah jumlah emisi karbon sehingga terjadilah pemanasan global. Adapun akibatnya tidak langsung dirasakan pada saat itu juga, melainkan puluhan hingga ratusan tahun kemudian.
“Nah karena sejak terjadinya perubahan iklim ini akhirnya terjadi satu fenomena iklim yang tidak lazim kita alami. Kawan-kawan pasti sudah mengenal adanya fenomena la nina dan el nino. Nah, itu dampak pemanasan global pada perubahan iklim. Bumi ini menjadi berubah. Kekeringan yang berkepanjangan di saat-saat yang seharusnya belum terjadi kering,” ujar Meiki.
Meiki juga mencontohkan banjir bandang di Sumedang pada awal Mei lalu. Ia dan timnya mencurigai penyebab banjir diakibatkan oleh alih fungsi lahan. Akan tetapi, setelah dilakukan pengecekan, ternyata penyebabnya adalah curah hujan tinggi dengan insensitas tinggi dalam waktu yang lama. Peristiwa tersebut menjadi contoh nyata perubahan iklim benar terjadi.
ADVERTISEMENT
“Saya belum pernah mengalami pernyataan masyarakat tidak meyakini terkait perubahan iklim, sederhananya mereka berarti tidak menyangkal. Tetapi di satu sisi, pemahaman untuk mencoba mendalami apa itu perubahan itu, apa penyebabnya, apa yang harus dilakukan memang itu yang masih rendah,” ungkap Meiki.
Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap perubahan iklim membuat media massa harus turun tangan untuk memberikan pemahaman, edukasi, dan berbagai contoh bencana yang terjadi sebagai dampak perubahan iklim. Hal tersebut dikarenakan media massa memiliki peran sebagai agen sosialissasi sekaligus sarana kontrol masyarakat.
Salah satu cara yang dilakukan media massa saat ini yaitu membuat produk jurnalisme sains yang menyajikan berbagai data aktual berdasarkan keilmuan berbasis sains. Namun, terdapat tantang dalam memproduksi produk jurnalisme sains yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
“Tantangannya sebenarnya bagaimana kawan-kawan bisa membuat produk jurnalisme bisa menyesuaikan kondisi publik. Bagaimana tulisan yang dibikin para jurnalis bisa menarik perhatian, tidak kaku, dan menceritakan fakta lapangan. Walaupun berbasis ilmiah kawan-kawan bisa mengemasnya dengan cerita-cerita masyarakat yang terkena dampaknya. Pasti akan menjadi tantangan terpenting bagi kawan-kawan,” ungkap Meiki.
Tak hanya menerbitkan produk jurnlisme sains yang berkualitas saja, jurnalis juga bisa berkolaborasi dengan para aktivis untuk mengampanyekan berbagai isu global bertemakan lingkungan. Selain itu, isu perubahan iklim juga perlu disuarakan oleh lebih banyak orang.
“Isu perubahan iklim masih banyak yang harus menyuarakan terutama pelibatan kawan-kawan jurnalis apapun wadahnya. Masih perlu banyak dilakukan, masih perlu banyak kolaborasi yang disinergikan antara jurnalis itu sendiri maupun kami pegiat lingkungan hidup. Mengingat kesadaran anak muda Indonesia terhadap perubahan iklim sudah tinggi,” ujar Meiki.
ADVERTISEMENT