Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Tobrut: Kekerasan Berbasis Gender Online Berkedok Candaan
6 Februari 2025 13:59 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Alya Fitri Ramadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, perkembangan teknologi informasi menjadi hal yang mustahil untuk dihindari. Arusnya yang tak pernah berhenti terus melahirkan berbagai inovasi, salah satunya adalah transformasi media ke dalam bentuk digital melalui media sosial. Akan tetapi, media sosial adalah pisau bermata dua. Selaras dengan manfaatnya yang beragam, media sosial turut melahirkan keresahan yang beragam, salah satunya adalah menjadi wadah baru bagi kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Kekerasan seksual yang terjadi secara daring pada media sosial disebut kekerasan seksual berbasis online atau KBGO. Menurut buku Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online yang disusun oleh SAFEnet, Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) merupakan kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan atas seks atau gender dan difasilitasi oleh teknologi. KBGO hadir dalam beragam bentuk, mulai dari pelecehan siber, pelanggaran privasi, perusakan reputasi, hingga ancaman dan kekerasan yang dapat mengganggu kondisi mental dan fisik korban.
KBGO acap kali dilakukan oleh pelaku di luar kesadaran mereka. Banyak pelaku yang tidak menyadari bahwa komentar, cuitan, hingga status yang mereka unggah di media sosial adalah bagian dari KBGO. Salah satu contoh KBGO yang saat ini tengah marak dilakukan oleh masyarakat adalah penggunaan kata tobrut.
ADVERTISEMENT
Tobrut merupakan singkatan dari toket brutal, adalah istilah seksis yang sering digunakan untuk merujuk pada ukuran payudara perempuan yang lebih besar dari kebanyakan perempuan. Istilah ini termasuk ke dalam KBGO karena memuat unsur objektivitas terhadap tubuh perempuan. Dalam kata lain, perempuan beserta tubuhnya direduksi menjadi sebatas objek seksual yang bertugas memenuhi hasrat pelaku dengan mengabaikan nilai, martabat, hingga pencapaian mereka selama ini.
Penggunaan istilah ini kini ramai digunakan di media sosial mencerminkan budaya seksisme dan patriarki yang masih mengakar dengan kuat hingga sekarang di Indonesia. Fenomena ini sangat disayangkan sebab kontradiktif dengan gerakan emansipasi wanita yang kini digaungkan dengan sangat lantang oleh berbagai pihak termasuk pemerintah.
Sebab mereka telah mengesahkan undang-undang yang bertujuan melindungi perempuan dari kekerasan seksual melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dalam hal ini, pelecehan non-fisik telah diatur dalam Pasal 5 UU TPKS yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
“Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara non-fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual non-fisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).”
Kendati peraturan sudah tertulis dan disahkan oleh negara, KBGO tetap marak terjadi di masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari SAFEnet Indonesia, kasus KBGO di Indonesia pada triwulan pertama tahun 2024 menyentuh angka 480 kasus. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) juga menyebutkan bahwa korban terbanyak terjadi pada kelompok usia 18-25 tahun dengan jumlah 272 kasus, diikuti rentang usia di bawah 18 tahun dengan 123 kasus.
ADVERTISEMENT
Penting untuk diketahui bahwa KBGO tidak muncul dengan sendirinya, melainkan wujud dari norma patriarki dan budaya misoginis yang masih mengakar kuat dalam masyarakat. Norma patriarki yang terus dipelihara turut mengalami digitalisasi dalam wujud KBGO untuk mendiskreditkan, merendahkan, dan menghancurkan martabat perempuan. Terminologi seksis yang menjadi bagian dari kekerasan seksual tidak seharusnya dipelihara dalam bermedia sosial.
Sebagai bagian dari masyarakat yang bernorma, penting bagi kita untuk menciptakan ruang aman di segala tempat, termasuk media sosial bagi semua pihak. Rasa nyaman dan aman adalah hak semua orang, tak terkecuali perempuan. KBGO adalah tantangan yang harus kita hadapi bersama. Mari kita bekerja sama untuk menciptakan dunia digital yang lebih aman dan berkeadilan bagi perempuan. Dengan kesadaran dan tindakan kolektif, kita dapat mengubah situasi ini dan memberikan harapan bagi generasi mendatang.
ADVERTISEMENT