Bahaya Self-Diagnosis bagi Kesehatan Mental

Alyani Widyo Putri
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
3 Januari 2023 14:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Alyani Widyo Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Fenomena Self-Diagnosis (Sumber : Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Fenomena Self-Diagnosis (Sumber : Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan zaman membuat kita sangat mudah mendapatkan berbagai hal, salah satunya informasi. Kita dapat memilah dan memilih informasi apapun yang kita inginkan, salah satunya adalah informasi mengenai kesehatan mental. Munculnya berbagai platform untuk mengakses informasi tidak hanya menimbulkan dampak positif, tetapi juga dampak negatif.
ADVERTISEMENT
Saat ini kesehatan mental merupakan salah satu isu hangat yang banyak diperbincangkan, banyak informasi yang tersebar di berbagai media digital mengenai kesehatan mental. World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan kesehatan mental sebagai kemampuan yang dimiliki individu dalam mengelola stress, menjalani aktivitas secara normal dan produktif dan berperan baik dalam suatu komunitas/lingkungan masyarakat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.
Informasi yang tersebar biasanya membahas mengenai gejala yang dirasakan ketika seseorang mengalami masalah kesehatan mental dan dikemas dalam bentuk postingan di sosial media, konten video dan lain sebagainya. Hal tersebut bertujuan untuk mengenalkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan mental. Akan tetapi, terkadang informasi yang disajikan kurang detail atau dilebih-lebihkan, sehingga menyebabkan khalayak ramai menelan mentah-mentah informasi tersebut. Hal ini juga menyebabkan banyak orang mendiagnosa dirinya sendiri atau biasa disebut self-diagnosis, dikarenakan dirinya merasakan hal yang sama dengan informasi yang didapatkan.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari halodoc, self-diagnosis sendiri merupakan keadaan dimana kita mendiagnosis diri sendiri mengidap sebuah gangguan atau penyakit berdasarkan pengetahuan atau informasi yang didapatkan secara mandiri. Saat melakukan self-diagnosis seakan-akan kita sebagai pembaca sedang berasumsi seolah-olah mengetahui penyakit yang sedang kita alami.
Pada dasarnya, self-diagnosis tidak selalu buruk. Hal tersebut dapat menjadi langkah awal seseorang untuk mengetahui apakah kesehatan mentalnya terganggu atau tidak. Kemudian, dilanjutkan dengan mengambil tindakan medis. Akan tetapi, apabila seseorang hanya melakukan self-diagnosis tanpa adanya tindakan lebih lanjut, dapat berpotensi membahayakan diri.
Contohnya, ketika seseorang merasa sering mengalami perubahan suasana hati secara berlebihan, lalu ia memutuskan untuk mencari tahu kira-kira apa yang menjadi penyebab hal itu melalui internet, dari hasil pencarian didapati bahwa ia mengidap bipolar. Kemudian orang itu merasa sangat khawatir dan stress karna menganggap ia mengidap bipolar dan mengambil pengobatan yang salah seperti meminum obat tanpa resep dokter dan melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri serta orang lain. Hal tersebut tentu membawa efek buruk ke diri sendiri dan bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
ADVERTISEMENT
Contoh lainnya, ketika seseorang merasa ia benar-benar merasakan kecemasan, takut, dan khawatir akan sesuatu secara berlebihan, dan hal itu benar-benar mengganggu hidup dia. Kemudian dari hasil pencarian di internet mengatakan bahwa ia mengidap anxiety, namun ia memutuskan untuk tidak konsultasi ke psikolog atau psikiater. Hal itu justru dapat memperparah keadaan dan kesehatan mental ia sendiri.
Seorang content creator Tiktok bernama Ananza Prili yang juga merupakan Sarjana Psikologi menghimbau kepada banyak orang, untuk tidak melakukan self-diagnosis. Ia juga menghimbau ketika seseorang merasakan suatu gangguan di dalam dirinya, lebih baik di konsultasikan ke ahlinya yaitu psikolog atau psikiater, Nanza juga menambahkan kesalahan diagnosis bisa berdampak ke perawatan yang tidak tepat dan bisa memperparah keadaan. Jadi sekecil apapun gangguan itu lebih baik dicegah sedini mungkin.
ADVERTISEMENT
Dari hal-hal yang sudah disampaikan sebelumnya, tentunya kita harus memproteksi diri kita sendiri untuk tidak melakukan self-diagnosis, dengan cara menyeleksi, memilih, dan mencari tahu lebih dalam tentang informasi yang kita dapatkan. Selain itu, apabila kita mengalami gejala yang menganggu, lebih baik dikonsultasikan dengan tenaga medis yang berpengalaman.