Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
New Normal! Belajar Dari Kisah Umar Bin Khattab Saat Terjadinya Wabah
24 Agustus 2020 15:27 WIB
Tulisan dari amalia mifta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi Covid-19 yang saat ini melanda dunia masih belum ada tanda-tanda akan berakhir dalam waktu dekat. Setelah beberapa bulan harus ‘mengurung diri’ di rumah masing-masing, kini masyarakat bisa sedikit bernapas lega. Sebab, pelonggaran PSBB telah dilakukan dimana-mana meski wilayahnya masih termasuk dalam zona merah.
ADVERTISEMENT
Artinya kasus confirm Covid-19 masih belum dikatakan menurun bahkan cenderung naik. Namun, hal ini tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap antusias warga. Terbukti dengan semakin banyak orang yang masih keluar rumah hanya sekedar jalan-jalan, refreshing tanpa keperluan yang mendesak. Parahnya kerumunan tetap terjadi dimana-mana meski pemerintah telah menghimbau untuk tetap patuh pada protokol kesehatan yang ada.
Tentu sikap masyarakat yang demikian bukan tanpa alasan. Dari mulai alasan ekonomi hingga psikis membuat masyarakat berbodong-bondong memenuhi tempat-tempat yang mengundang banyak kerumunan. Bahkan tempat-tempat wisata pun mulai dibuka meskipun harus mematuhi protokol kesehatan yang ada. Misalnya, pengunjung harus memakai masker, jaga jarak hingga pembatasan jumlah pengunjung sebesar 50% dari kapasitas standar.
Namun pertanyaannya, dapatkah berjalan dan bertahan lama? Mengingat kesadaran masyarakat di negeri ini masih menjadi PR besar. Lalu, bagaimana dengan usaha yang berbentuk himbauan agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan ketika keluar rumah dalam rangka menghadapi New Normal?
ADVERTISEMENT
Sebelumnya perlu ditelisik bagaimana pemahaman masyarakat secara umum terkait dengan New Normal. New Normal dapat diartikan sebagai tatanan kehidupan baru artinya masyarakat dihimbau agar terbiasa dengan tata keidupan baru yang sangat berbeda dengan masa sebelumnya. Jika dahulu bebas ke mana saja, tanpa jaga jarak, tanpa pakai masker, kini masyarakat harus terbiasa mematuhi protocol kesehatan tersebut meskipun sedikit rumit dan ribet. Namun, sudahkah masyarakat menyadarinya?
Faktanya masih banyak masyarakat yang belum patuh dengan kebijakan ini. Buktinya masih banyak pula masyarakat yang melakukan aktivitas seperti biasa sebelum adanya pandemi ini. Seolah-olah bagi mereka virus Corona telah pergi dan berlalu.
Bahkan ada diantara mereka mulai mengadakan acara-acara yang mengundang kerumunan orang. Padahal sejatinya kasus confirm Covid-19 semakin tinggi. Lantas, dalam New Normal saat ini, masyarakat sudah kebal dengan virus atau justru semakin bebal dengan aturan?
ADVERTISEMENT
Jika kondisi masyarakat bebal, siapa yang paling merasa dirugikan? Ya, pastinya tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam menangani kasus Covid-19. Mereka bersusah payah bahkan bertaruh nyawa demi menghadapi resiko yang sangat besar, yaitu tertular Covid-19 dari pasien yang ditanganinya.
Otomatis semakin banyak orang yang dirawat di rumah sakit, pastinya semakin tinggi pula resiko penularan. Kalau sudah begini, siapa yang akan bertanggung jawab? Terlepas dari kesadaran masyarakat yang sebagian besar masih rendah, tentu hal ini tidak bisa dibiarkan terus menerus. Harus menunggu sampai kapan? Hingga jutaan nyawa tumbang baru tersadar?
Harus ada solusi menuntaskan persoalan ini. Tentunya berkaitan dengan pemegang kebijakan yang punya kendali untuk mengatur masyarakat yang semakin berani menantang resiko ini. Kebijakan yang mampu melindungi masyarakat dari bahaya virus Corona ini, tentunya kebijakan yang diiringi dengan edukasi dan pengawasan yang ketat oleh aparat.
ADVERTISEMENT
Seperti yang pernah dilakukan oleh sahabat Nabi, yaitu Khalifah Umar bin Khattab, ketika wilayah negaranya mengalami wabah. Apakah dibiarkan begitu saja oleh Umar ketika melihat masyarakat melakukan perpindahan dari satu daerah ke daerah yang rawan wabah atau sebaliknya? Tentu tidak!. Umar justru melakukan isolasi wilayah terdampak dengan memperhatikan kebutuhan hidup rakyatnya. Tidak ada warganya yang berani keluar dari wilayah isolasi ataupun sebaliknya. Mereka sangat patuh dengan kebijakan yang diambil oleh Umar dengan penuh kesadaran.
Pada bulan Rabiul Awwal tahun 17 atau 18 hijriyah, sosok sahabat Nabi Muhammad SAW yang gagah dan berani itu, pernah berdebat dengan Abu Ubaidah, Gubernur Syam soal wabah penyakit mematikan.
Bermula saat Abu Ubaidah memberitahu Umar bahwa wilayah Syam tengah dilanda wabah Tha’un Amwas (penyakit mematikan di Amwas, red). Sang Amirul Mukminin yang berencana henda pergi kesana mengurungkan niatnya dan meminta pasukan untuk singgah terlebih dulu di wilayah Saragh.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan sumber akun Youtube Ustadz Khalid Basalamah Official dengan tajuk ‘Kisah Wabah di Massa Umar bin Khatab’, dikatakan saat itu Umar tengah kebingungan kea rah mana ia hendak membawa pasukannya itu.
Ketika tempat yang hendak dikunjunginya tengah dilanda wabah penyakit mematikan, dan ia baru mengetahuinya saat sampai di wilayah sebrang yang berjarak sungguh dekat dengan tempat wabah mematikan itu menyerang.
Tak disebutkan secara jelas, dalam misi apa Umar bin Khatab mendatangi wilayah Syam itu, ada sumber yang menyebut untuk melawan bangsa Romawi yang saat itu menentang Islam, sedangkan sumber lain mengungkap, dalam misi kunjungan, usai negeri Dyam bergabung dengan kekuasaan Islam.
Kemudian, Abdullah Ibnu Abbas seperti yang diriwayatkan dalam hadits Abdurrahman bin Auf menceritakan bahwa ketika itu Umar meminta dipanggilkan beberapa Muhajirin sepuh, untuk berdiskusi mengenai kebingungannya itu.
ADVERTISEMENT
Pasalnya Umar tidak dapat memutuskan secara sepihak terkait nasib ribuan pasukan yang ia bawa menuju ke negeri Syam. Diketahui Umar bin Khatab adalah sosok pemimpin yang paling bijaksana dalam memutuskan sebuah perkara yang berkaitan dengan kepentingan umat.
Musyawarah yang dilakukan dengan para sesepuh Muhajirin itu berujung perdebatan, yang terjadi antara tokoh senior Muhajirin dan Umar bin Khatab. Ada yang menyarankan agar Umar tetap melanjutkan perjalanan ke Syam, namun tak sedikit yang meminta Singa Padang Pasir itu kembali ke Madinah untuk menghindari wabah.
Abu Ubaidah bin Jarrah dan Muad bin Jabbar berkata: “Kau hendak melawan takdir Allah SWT. wahai Umar, masuklah saja ke negeri Syam dan tawakallah pada Allah SWT., serahkan semuanya pada Sang Pencipta”, terang Ustadz Khalid Basalamah.
ADVERTISEMENT
Umar bin Khattab menjawab: “Tak aku sangka wahai Abu Ubaidah, perkataan itu keluar dari mulut orang sepertimu, seharusnya engkau yang pintar dan berakal tak berucap seperti demikian”, terang Ustadz Khalid Basalamah, sembari menambahkan bahwa saat itu Umar begitu khawatir dengan pasukan yang ia bawa.
Tak ada titik temu, pertemuan bertajuk diskusi itu dibubarkan. Namun Umar belum menyerah, kemudian ia meminta Ibnu Abbas untuk memanggil orang-orang Anshar. Terulang kembali, tak ada titik temu, perdebatan kembali menyeruak dalam diskusi tersebut dan Umar belum mendapat solusi terbaik.
Di tengah kebingungannya itu, Umar bin Khattab terus berdo’a, meminta petunjuk dari Allah SWT, sembari memohon ampunan karena mungkin saja benar apa yang dikatakan sesepun Muhajirin, bahwa Umar yang tengah meragukan kepergiannya adalah respon penolakan terhadap takdir yang telah digariskan Allah SWT.
ADVERTISEMENT
Hingga suatu ketika, pemimpin yang terkenal akan kecerdasan dan ketangkasannya dalam memutuskan suatu perkara, berusaha meyakinkan Abu Ubaidah, bahwa ia hendak kembali ke Madinah agar semua pasukannya dapat selamat dari wabah tersebut.
Meski Abu Ubaidah tidak langsung menerima keputusan itu, bahkan ia marah dengan Umar karena telah melawan takdir Allah SWT., untuk berkunjung ke daerah yang dipimpinnya, namun Umar terus berusaha meyakinkan. Hingga, datanglah Abdurrahman bin Auf menjelaskan bahwa apa yang akan dilakukan Umar, itu adalah pilihan yang tepat, karena persis dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
“Apabila kalian mendengar ada suatu wabah di suatu daerah, maka janganlah kalian mendatanginya. Sebaliknya kalau wabah tersebut berjangkit di suatu daerah sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar melarikan diri darinya”, terang Ustadz Khalid Basalamah.
ADVERTISEMENT
Umar bin Khattab kemudian meminta Abu Ubaidah meninggalkan negeri Syam dan jangan kembali kesana sampai wabah itu mereda. Namun Abu Ubaidah menolak dan tetap tinggal di Syam, tak berselang lama ia terkena wabah dan meninggal dunia. Tak hanya Abu Ubaidah, bahkan Muaz bin Jabbal yang menggantikan Abu Ubaidah sebagai Gubernur Syam juga meninggal dunia terkena wabah.
Wabah penyakit di Syam baru mereda setelah Amir bin Ash menjabat gubernur. Ia mencoba menganalisa penyebab munculnya wabah dan kemudian melakukan isolasi, orang yang sakit dipisahkan. Akhirnya wabah penyakit di Syam perlahan-lahan mulai hilang.
Lalu bagaimana dengan masyarakat Indonesia yang jumlahnya sangat banyak bahkan sebagian adalah umat muslim? Mungkinkah bisa diterapkan apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar di zamannya?
ADVERTISEMENT
Tentu bukan hal yang mustahil jika ada kemauan, asal ada kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat. Merujuk pada satu solusi. Solusi dari pemilik hidup ini, Dialah Allah SWT yang telah mengutus Rasulullah sebagai penyampai risalah-Nya. Dan juga dicontoh oleh para sahabat salah satunya oleh Umar bin Khattab.