Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Dosa Pajak Diampuni Lagi: Tax Amnesty dan Bencana Moral di Dalamnya
16 Desember 2024 17:04 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Amalia Nur Fitriani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Karpet merah pengampunan atas mereka yang berdosa kembali diberikan pemerintah kepada mereka – para pengemplang pajak yang masih menyembunyikan harta kekayaan mereka. Pengampunan yang terlampau sering ini menimbulkan tanda tanya di masyarakat, di mana keadilan bagi mereka – si patuh lapor pajak?
ADVERTISEMENT
Rencana Tax Amnesty Tahun Depan
DPR RI telah resmi menetapkan 41 RUU menjadi program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2025 pada rapat paripurna 19 November 2024 lalu. Salah satu RUU yang menjadi prioritas pembentukan adalah RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty yang diusulkan oleh Komisi XI.
Pengampunan pajak – atau yang lebih dikenal dengan istilah tax amnesty, merupakan program pengampunan atas “dosa” pajak bagi para WP yang mengemplang pajak di masa lalu. Pengampunan ini dilakukan dengan memberikan kebebasan sanksi bagi WP yang secara sukarela mengungkapkan dan memulangkan harta mereka yang selama ini masih tersembunyi.
Bagi pemerintah, kebijakan amnesti pajak dilakukan untuk menyasar tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Manfaat jangka pendek dari program ini adalah adanya tambahan penerimaan negara secara cepat dan dalam waktu yang relatif singkat dari jumlah uang tebusan yang dibayarkan. Sedangkan manfaat jangka panjang program ini adalah bagaimana pengungkapan dan pemulangan harta baru ke Indonesia dapat menjadi tambahan aktivitas ekonomi, serta “ladang” bagi pemerintah untuk memungut pajak atas harta tersebut di periode pajak selanjutnya guna mengupayakan peningkatan rasio perpajakan negara.
ADVERTISEMENT
Apabila berhasil dilaksanakan tahun depan, kebijakan amnesti pajak ini akan menjadi program Tax Amnesty jilid III yang dilakukan pemerintah.
Belajar dari program tax amnesty sebelumnya, Tax Amnesty jilid I tahun 2016 lalu telah berhasil meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp 130 triliun dari uang tebusan yang diterima, lebih dari Rp 4.800 triliun harta baru terungkap, dan Rp 147 triliun harta berhasil dipulangkan ke Indonesia.
Namun, besarnya nominal tersebut ternyata hanya piala kosong yang tidak dapat diakui sebagai sang penyelamat penerimaan negara. Pasalnya, realisasi penerimaan pajak pada tahun 2016 hanya menyumbang 83,4% dari target yang ingin dicapai pemerintah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Nasional Perubahan (APBN-P).
Sejalan dengan program sebelumnya, melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty jilid II pada tahun 2022 lalu, nominal yang berhasil didapatkan pemerintah melalui amnesti pajak ini jauh lebih sedikit, yakni hanya berkisar Rp 61 triliun dengan nilai harta bersih yang terlapor sebesar Rp 594,82 triliun.
ADVERTISEMENT
Lantas bergunakah kedua program pengampunan ini dalam meningkatkan rasio perpajakan Indonesia?
Efektivitas Tax Amnesty Jilid I dan II pada Tax Ratio Indonesia
Dilansir dari data yang dirilis oleh Kementerian Keuangan, rasio perpajakan dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa Indonesia masih mengalami stagnasi pada angka 9-10%. Ini berarti untuk setiap Produk Domestik Bruto, penerimaan perpajakan hanya berkontribusi sekitar 9-10 persen.
Dua program amnesti pajak yang telah dilaksanakan pemerintah pada tahun 2016 dan 2022 nyatanya membawa dampak nihil terhadap pertumbuhan rasio perpajakan.
Program Tax Amnesty Jilid I pada 2016 realitanya tidak menjadi instrumen yang diharapkan dapat mengatrol rasio perpajakan. Di tahun tersebut, justru terjadi penurunan sebesar 0,4% dari rasio pajak tahun 2015. Kegagalan program Tax Amnesty Jilid I dalam “membopong” kinerja perpajakan negara juga dapat dilihat pada angka rasio pajak tahun berikutnya, yaitu tahun 2017, di mana angkanya turun sebesar 0,5%. Bahkan hingga delapan tahun setelah diberlakukannya program pengampunan jilid pertama, rasio perpajakan Indonesia terus berada dalam kondisi stagnan. Angkanya bahkan tidak pernah melampaui angka pada tahun 2015 – tahun sebelum diberlakukannya tax amnesty.
ADVERTISEMENT
Hal serupa terjadi pada Program Pengungkapan Sukarela atau Tax Amnesty jilid II di 2022, pasca melemahnya ekonomi akibat pandemi COVID-19, pemberlakuan amnesti dan kebijakan pajak lainnya memang terbukti efektif dalam meningkatkan penerimaan negara. Hasilnya, rasio perpajakan dapat meningkat sebesar 1,27% dari tahun sebelumnya. Namun, di tahun setelahnya, lagi dan lagi, pengampunan dosa atas pengungkapan harta malah berdampak pada penurunan rasio perpajakan. Tujuan jangka panjang dari kebijakan amnesti pajak ini pun dipertanyakan, efektifkah ia dalam mewujudkan kepatuhan pajak yang lebih besar?
Nominal raksasa dari harta yang berhasil diungkap, yakni lebih dari Rp 4800 triliun pada jilid pertama, serta Rp 594 triliun lainnya pada pengampunan jilid kedua, yang semula diharapkan dapat menjadi ladang baru pemungutan pajak di masa depan, realitanya hanya menjadi nominal kosong dalam menyokong rasio perpajakan negara.
ADVERTISEMENT
Kegagalan dalam mewujudkan manfaat jangka panjang amnesti pajak ini dapat menjadi bumerang yang menunjukan adanya moral hazard yang dilakukan pemerintah dalam kebijakannya terhadap masyarakat sebagai pembayar pajak.
Apabila tidak mampu mewujudkan manfaat jangka panjang dan hanya menjadikan Tax Amnesty sebagai alternatif singkat mencari pembiayaan untuk menutup defisit anggaran dan membiayai program-program baru pemerintah yang memerlukan anggaran raksasa, sepadankah ia dengan mengorbankan kepercayaan masyarakat yang selama ini patuh membayar pajak?
Ketidakadilan dalam Pengampunan
Program pengampunan pajak tentunya dirasa tidak adil bagi para WP yang selama ini membayar pajak dan melaporkan hartanya secara taat sebagai bentuk tanggung jawab untuk menghindari adanya sanksi pajak di masa mendatang. Dengan mengetahui bahwa para pengemplang pajak lagi-lagi akan diberikan pengampunan, membuka peluang bahwa mereka yang telah patuh akan mempertanyakan efektivitas kepatuhan mereka selama ini, apabila pada akhirnya, para pengemplang juga akan dibebaskan dari sanksi.
ADVERTISEMENT
Bahaya bencana moral dalam perpajakan juga dapat terjadi dalam bentuk “kenikmatan” yang dirasakan oleh pengemplang pajak melalui adanya tax amnesty. Pemberlakuan amnesti pajak yang terlampau sering menimbulkan kemungkinan bahwa para pendosa pajak ini akan kembali melakukan dosa pajak dengan menyembunyikan harta mereka dan berpikiran bahwa dengan adanya pengampunan di masa mendatang, penghindaran yang mereka lakukan tak akan mendapatkan konsekuensi yang serius.
Selain moral hazard yang timbul dari adanya kebijakan amnesti pajak berturut-turut, efektivitas program bagi pemerintah untuk menemukan harta tersembunyi juga akan menyusut.
Belajar dari jeda waktu antara Tax Amnesty jilid I dan jilid II yang berkisar 6 tahun, realisasi penerimaan uang tebusan menunjukan penurunan yang sangat signifikan. Dari Rp 130 triliun pada jilid pertama, menjadi hanya Rp 61 triliun pada jilid kedua.
ADVERTISEMENT
Begitupula dengan nominal harta terungkap, dari semula pemerintah dapat menerima deklarasi harta sebesar Rp 4800 triliun pada jilid pertama, sedangkan pada jilid kedua, deklarasi harta yang berhasil didapatkan hanya sebesar Rp 594 triliun.
Dalam jangka waktu enam tahun, penurunan deklarasi harta yang diterima sebesar lebih dari 87% seharusnya dijadikan sebagai bahan evaluasi pemerintah. Apabila program Tax Amnesty jilid III akan benar diterapkan pada tahun 2025, yakinkah pemerintah bahwa program ini akan mendatangkan manfaat jangka panjang dan jangka pendek yang diharapkan? Mengingat karpet merah pengampunan ini digelar hanya dalam jeda waktu tiga tahun dari program amnesti sebelumnya.
Terlalu sering menggelar karpet merah pengampunan kepada para pengemplang pajak seharusnya dipandang sebagai panggung pertunjukan bagi kegagalan pemerintah dalam mengawasi kepemilikan harta dan peredaran aktivitas ekonomi negara. Sehingga darinya terdapat celah-celah yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan pengemplangan pajak.
ADVERTISEMENT
Belum mampunya pemerintah dalam menyediakan sistem teknologi perpajakan yang baik, serta minimnya akses terhadap aset-aset tersembunyi di seluruh dunia, menyebabkan efektivitas amnesti pajak selamanya akan terus berbasis penerimaan sekali waktu.
Tidak peduli seberapa besar harta yang berhasil diungkap pada program Tax Amnesty jilid III mendatang, jika tidak ada langkah lanjutan dari pengungkapan harta baru tersebut, selama itu pula rasio perpajakan Indonesia akan berada jauh di bawah negara-negara lainnya, bahkan untuk tingkat Asia Tenggara.
Secara keseluruhan, program Tax Amnesty jilid III yang dicanangkan akan berlaku tahun depan, hanya akan memberikan dampak besar sesuai yang diharapkan apabila dilakukan dalam jeda waktu relatif lama, serta dibarengi dengan perbaikan sistem perpajakan terintegrasi yang memungkinkan pemerintah untuk melakukan pengawasan secara ketat atas peredaran harta wajib pajak. Jika tidak, program amnesti ini hanya akan menunjukan bahwa pemerintah sedang putus asa mencari pendanaan secara cepat dan relatif singkat. Jangan hanya karena penerimaan sekali waktu, pemerintah harus mengorbankan tingkat kepatuhan pajak di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Konsep pengampunan yang dijalankan terlalu sering dapat menjadi sinyal kegagalan pemerintah dalam menyediakan sistem perpajakan yang berkeadilan. Isu moral hazard yang timbul dari adanya amnesti pajak sepatutnya dijadikan evaluasi agar kebijakan ini tidak mengurangi kesadaran WP untuk melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai regulasi yang berlaku. Dibandingkan dengan memberikan pengampunan bagi para pendosa pajak, komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan akuntabel merupakan opsi yang jauh lebih baik untuk membangun kepatuhan pajak sukarela guna menyokong keberlanjutan fiskal di masa mendatang.
REFERENSI
Sari, S. (2017). Amnesti Pajak: Sejarah dan Efektivitas di Berbagai Negara. JABE (Journal of Applied Business and Economic), 3(3), 139-147.
Ibrahim, M. A. et al. (2017). A Systematic Literature Review on Tax Amnesty in 9 Asian Countries. International Journal of Economics and Financial Issues, Vol. 7, No. 3, pp. 220-5.
ADVERTISEMENT
Inasius, F., et. al. (2020). Tax Compliance After the Implementation of Tax Amnesty in Indonesia. Sage Open, 10(4).