Konten dari Pengguna

Dramaturgi Kolosal di Panggung Wisuda TK dan SD

Amalia Yaksa Parijata
Mahasiswa Doktoral Program S3 LSPR Institute of Communication & Business
9 Juli 2024 18:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amalia Yaksa Parijata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Wisuda Siswa TK. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wisuda Siswa TK. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena wisuda anak usia Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) telah berkembang menjadi peristiwa yang megah dan sering kali mewah, serupa dengan wisuda di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Meskipun banyak yang melihat perayaan ini sebagai momen berharga yang memperingati pencapaian akademis anak-anak, kontroversi telah muncul seputar relevansi, biaya, dan dampak psikologis dari upacara wisuda yang demikian kolosal untuk anak-anak yang masih sangat muda.
Selayaknya sebuah panggung sandiwara, wisuda TK dan dan SD pun tersuguhkan dengan struktur yang rapi dan mumpuni.

Babak Pembuka: Meriahnya Pendidikan Pra-Sekolah dan Sekolah Dasar

Di tengah riuhnya dunia pendidikan, fenomena wisuda anak TK serta SD menorehkan kisah tersendiri di hati banyak orang: suatu pertunjukan dramaturgi kolosal yang menggambarkan akhir dari suatu babak besar dalam kehidupan seorang anak.
Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) merupakan mimbar pertama seorang anak dalam merajut mimpinya, menerima pengakuan pertamanya sebagai pemain di pentas besar kehidupan. Di sinilah fondasi karakter, nilai, dan kemampuan dasar dibentuk, berpadu dengan keceriaan dan kepolosan yang menjadi ciri masa kanak-kanak.
ADVERTISEMENT

Babak Inti: Wisuda Anak - Lebih dari Sekadar Acara

Wisuda tidak lagi menjadi dominasi pelajar menengah atas atau universitas. Anak-anak usia 6-7 tahun pun kini dilepas dengan serangkaian acara yang tidak kalah megah. Euforia bertambah saat balutan jubah wisuda mungil menambah aura kedewasaan premature pada anak-anak tersebut.
Pemandangan di balik panggung penuh warna, parade gaun wisuda, toga yang luar biasa, serta mahkota kecil yang berkilauan. Orang tua berlomba mengabadikan momen, sementara guru-guru berusaha menjaga ketertiban di tengah kegembiraan yang nyaris tak terbendung.

Babak Klimaks: Simbolisme dan Sorot Wajah Harapan

Seremonial wisuda ini menjadi medan perjuangan melawan air mata gembira para orang tua. Hampir teatrikal, perlahan-lahan anak-anak berjalan melewati panggung, di bawah sorotan lampu dan tepuk tangan meriah. Nama mereka dipanggil satu per satu, setiap sebutan menjadi sebuah proklamasi keberhasilan.
ADVERTISEMENT
Di tangan mereka, bukan hanya ijazah, tapi api obor estafet generasi yang akan datang. Bahkan di usia yang masih sangat belia, wisuda ini bagai manifesto bahwa mereka siap bagi tahap hidup selanjutnya. Mereka berjanji akan memainkan peran-peran lebih besar, lebih berwarna, dalam naskah yang masih panjang: pendidikan mereka.

Relevansi Pada Anak

Namun, para kritikus mempertanyakan relevansi mengadakan upacara wisuda untuk anak-anak. Mereka berpendapat bahwa pada usia tersebut, anak-anak seharusnya lebih fokus pada pembelajaran melalui permainan dan interaksi sosial, bukan dipaksa untuk mengambil bagian dalam event yang serius dan berstruktur. Momen-momen penting dalam pendidikan dasar, menurut beberapa orang, seharusnya dirayakan dengan cara yang lebih sederhana dan anak-anak dibiarkan menikmati masa kecil mereka tanpa tekanan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, salah satu aspek yang sering kali dikritik adalah biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan wisuda yang megah. Orang tua sering kali merasa terpaksa untuk membeli jubah wisuda, aksesori tambahan, dan membayar biaya foto professional.
Di sisi lain, para mahasiswa yang tengah berjuang skripsinya pun kerap memberikan komentar pada unggahan sosial media wisuda di sekolah, mereka merasa seperti toga mereka tidak lagi berarti ketika sejak usia sekolah dini sudah kerap dijadikan hal yang biasa dan tidak lagi monumental.
Di tengah beragam pro dan kontra dalam kehidupan sosial, bagaimana dengan Kumparan Moms? Apakah kalian tipe yang merayakan setiap momen, atau hanya menunggu tonggak penting tertentu untuk diabadikan?