Konten dari Pengguna

Terjerat Jaring Zonasi

Amanda Amelya
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
3 Juli 2024 18:19 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amanda Amelya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tiap tahunnya, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu menjadi sorotan masyarakat. Bagaimana tidak, PPDB ini nantinya akan menjadi gerbang awal bagi para peserta didik untuk melanjutkan studi selama tiga tahun ke depan. Oleh karena itu, baik peserta didik maupun orangtuanya tentu menginginkan hasil terbaik dari PPDB ini. Namun, banyak polemik dan kendala yang menjadi rintangan bagi peserta didik untuk bersekolah di tempat impian mereka. Salah satu kendala utama adalah sistem zonasi.
ADVERTISEMENT
Sistem zonasi ini awalnya diadopsi dari sistem pendidikan luar negeri dan dibawa ke Indonesia oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy. Tujuan utama dari sistem zonasi adalah menciptakan pemerataan akses dan kualitas pendidikan. Dengan adanya sistem zonasi, diharapkan semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas, tanpa terkecuali.
Namun, dalam praktiknya, sistem ini justru memicu berbagai masalah dan kecurangan yang merugikan banyak pihak. Penerapan sistem zonasi dalam PPDB di Indonesia sering kali berbenturan dengan realita di lapangan. Banyak permasalahan muncul akibat penerapan sistem zonasi, mulai dari permasalahan persebaran akses pendidikan hingga celah sistem yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sistem zonasi didasarkan pada jarak antara tempat tinggal siswa dengan sekolah yang dituju. Artinya, semakin dekat jarak rumah siswa dengan sekolah, semakin besar kemungkinan siswa tersebut diterima di sekolah tersebut. Namun, di beberapa daerah, distribusi geografis sekolah dan populasi penduduk tidak merata. Misalnya, ada daerah di mana sekolah-sekolah terletak di satu sisi wilayah, sementara populasi penduduk terkonsentrasi di sisi lain. Hal ini menyebabkan siswa yang tinggal jauh dari sekolah kesulitan untuk diterima karena kuota zonasi yang terbatas.
ADVERTISEMENT
Kebijakan zonasi ini juga tidak disertai dengan adanya pemerataan akses pendidikan di tiap wilayah. Sangat tidak adil jika sistem zonasi ini diberlakukan di suatu wilayah padat penduduk dengan akses pendidikan yang hanya terpusat di satu wilayah saja. Akan lebih baik jika pemerintah bisa menerapkan sistem ini sembari membangun infrastruktur sekolah yang lebih mudah diakses lebih banyak siswa.
Selain permasalahan sulitnya akses, permasalahan mengenai sekolah negeri dan swasta juga menjadi salah satu permasalahan dalam sistem zonasi. Meskipun bertujuan menghapus sistem “sekolah favorit” agar pendidikan merata, dalam lapangan masih ada beberapa sekolah yang dianggap lebih unggul sehingga membuat pemilihan terpusat pada satu sekolah. Status negeri dan swasta dari sekolah juga menambah poin keputusan para peserta didik memilih sekolah swasta.
ADVERTISEMENT
Sekolah negeri hingga saat ini masih menjadi tujuan utama bagi para calon peserta didik baru di Indonesia. Dilansir dari berita detik.com, jumlah calon peserta didik (CPD) yang sudah mendaftar ke sekolah swasta baru mencapai 3.017 orang. Padahal kuota yang tersedia untuk sekolah swasta mencapai 88.647. Hal itu berbanding terbalik dengan pendaftar ke sekolah negeri. Pendaftar ke sekolah negeri pada PPDB tahap II sendiri mencapai 223.562 orang atau 134,41 persen dari kuota yang disediakan yakni 162.691 orang.
Data di atas secara tidak langsung menjelaskan bahwa meskipun sistem zonasi diterapkan, pendaftar pada sekolah negeri tetap lebih tinggi dibandingkan dengan pendaftar di sekolah swasta. Hal ini berarti pemerintah belum mampu menyamakan citra antara sekolah negeri dan swasta. Selain itu, sekolah negeri seharusnya bisa lebih banyak menerima kuota dari siswa tidak mampu. Jika tidak, pemerintah bisa memberikan penurunan biaya bagi siswa tidak mampu di sekolah swasta. Jika kedua opsi tersebut tidak terpenuhi, besar kemungkinan banyak mimpi siswa yang kandas karena kesulitan mendapatkan akses di kedua sekolah
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, sistem zonasi ternyata juga menyisakan celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mencari keuntungan pribadi. Banyak terjadi laporan mengenai adanya praktik manipulasi data alamat oleh oknum-oknum tertentu agar siswa bisa masuk ke sekolah-sekolah favorit yang sebenarnya berada di luar zona tempat tinggal mereka.
Praktik semacam ini tidak hanya merugikan siswa-siswa yang memang berhak, tetapi juga tidak sesuai dengan tujuan awal penerapan sistem zonasi. Kelonggaran dalam verifikasi data alamat menjadi salah satu penyebab utama mengapa praktik curang ini bisa terjadi. Seharusnya, pemerintah memperketat pengawasan dan verifikasi untuk memastikan bahwa sistem zonasi berjalan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Akibatnya beberapa peserta didik yang benar-benar berprestasi harus mengubur mimpinya dalam dalam untuk masuk ke sekolah impiannya, karena pada kenyataannya beberapa sekolah masih memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sekolah lain yang mana pastinya membuat para calon peserta didik menaruh minat lebih tinggi untuk bisa bersekolah di sekolah tersebut.
ADVERTISEMENT
Sistem zonasi memang bukanlah solusi instan yang bisa menyelesaikan semua masalah pendidikan di Indonesia. Namun, dengan evaluasi dan perbaikan yang terus menerus, kita bisa berharap bahwa sistem ini dapat berjalan lebih baik dan memberikan manfaat yang maksimal bagi seluruh anak bangsa. Setiap anak di Indonesia berhak mendapatkan akses pendidikan yang adil dan merata, tanpa terkendala oleh jarak dan ketidakmerataan fasilitas pendidikan.
Dengan demikian, sistem zonasi perlu terus dikaji dan disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan. Hanya dengan upaya bersama dari pemerintah, sekolah, dan masyarakat, tujuan pemerataan pendidikan bisa benar-benar terwujud, memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh anak bangsa untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Pemerintah harus serius menjalankan dan mengoreksi program pendidikan terutama zonasi demi mewujudkan cita-cita mencerdaskan bangsa yang tertuang dalam UUD 1945. Zonasi harusnya tidak hanya mempertimbangkan jarak geografis tapi juga penilaian akademis siswa supaya siswa di sekitar sekolah tidak hanya bergantung pada jark geografis tempat tinggalnya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi berbagai masalah yang muncul dari sistem zonasi, pemerintah dapat mengambil beberapa langkah strategis. Pertama, meningkatkan pemerataan fasilitas pendidikan di berbagai wilayah dengan membangun lebih banyak sekolah berkualitas di daerah yang masih kekurangan. Kedua, memperketat verifikasi data untuk mencegah manipulasi alamat dan memastikan bahwa siswa yang berhak mendapatkan akses sesuai dengan zona tempat tinggalnya. Ketiga, memberikan insentif dan subsidi bagi siswa tidak mampu di sekolah swasta agar akses pendidikan tetap terjaga tanpa membebani orang tua.
Sistem zonasi memiliki potensi besar untuk menciptakan pemerataan pendidikan di Indonesia. Dengan evaluasi yang kontinu dan penyesuaian kebijakan yang tepat, harapan untuk mewujudkan pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh anak bangsa bisa terwujud.
Ilustrasi Siswa SMA di Sekolah | Photo by Ed Us on Unsplash