Woro: Tentang Seni dan Kehidupan

Konten dari Pengguna
6 Mei 2020 1:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amanda Ariawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kuala Lumpur, Sabtu 2 Mei 2020
Setelah satu setengah bulan bekerja dari rumah, akhirnya saya akan kembali berutinitas mulai Senin depan. Siang ini, pemerintah Malaysia telah mengumumkan bahwa beberapa kantor akan diperbolehkan beroperasi mulai tanggal 4 Mei 2020. Hal ini berarti, akhir pekan ini merupakan kali terakhir saya dapat bersantai di rumah, membaca, bermeditasi, dan menikmati berbagai bentuk karya seni yang tersedia di platform digital – mulai dari pameran virtual, film, dan musik.
ADVERTISEMENT
Mungkin Anda bertanya, bukankah masih ada akhir pekan berikutnya? Kenyataannya adalah, bagi saya yang bekerja di industri kreatif ini, tepatnya sebagai seorang kurator pameran di sebuah galeri seni rupa, sulit sekali memisahkan antara pekerjaan dan personal space. Contohnya menulis, yang merupakan hobi saya, terkadang menjadi beban ketika adanya tuntutan untuk membahas topik, karya, pameran atau seniman tertentu yang sesungguhnya kurang saya minati. Tidak selalu, tapi sering kali.
Kegiatan menulis itu sendiri hampir tidak mungkin saya lakukan kalau tidak sedang sendiri, sembari mengopi dan mendengarkan playlist khusus menulis saya; hal-hal yang umumnya tidak bisa terjadi di galeri. Alhasil, tugas-tugas yang berkaitan dengan menulis selalu saja saya bawa pulang, dan memakan seluruh akhir pekan saya. Itu sebabnya, di waktu luang yang tersisa ini, saya berniat menulis tentang suatu karya yang berarti bagi saya.
Seusai pengumuman pemerintah tersebut, kembali saya nyalakan musik dari laptop saya. Lagu 'In Search of the Meaning of Life' mengisi studio tempat tinggal saya dengan aura yang positif. Ya, itulah energi yang saya rasakan dari musik maupun kepribadian Woro sendiri. Saya rasa itu juga alasan mengapa, semenjak mendengar Woro menampilkan lagu tersebut untuk yang pertama kalinya, yaitu di Pusat Kebudayaan Perancis tanggal 21 Juni 2018 lalu, musiknya terus menemani saya, layaknya seorang sahabat, melewati berbagai perubahan yang saya alami dari satu fase ke fase berikutnya, selama hampir dua tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Lebih dari sekadar musik yang saya pilih untuk menciptakan mood menulis layaknya yang telah saya jelaskan di atas, terdapat hal yang menarik dari cara Woro mengkaitkan kehidupan dengan seni, yang membuat lagu-lagunya berperan penting dalam evolusi pribadi – atau, seperti istilah yang kerap diucapnya di lagu 'Stargazin'g – “soul searching” saya. Sebuah fakta yang saya harap juga bisa dirasakan oleh pendengar lainnya.
Alasan di balik ini bukan terletak di cara Woro menebar optimisme kehidupan lewat liriknya. Bahkan saya rasa memang bukan itu niat utamanya, terlepas dari judul album yang baru dirilis awal bulan lalu ini, 'Don’t Let This World Make Us Bitter'. Dari judulnya memang seakan-akan bersifat ingin mempengaruhi pendengar dengan pandangan positif. Namun sebenarnya, album ini justru banyak mengangkat aspek-aspek kehidupan yang realistis, menghasilkan karya yang saya anggap sangatlah jujur. Jauh dari menasehati, justru saya rasa album ini memberi ruang agar pendengar bisa memandang kembali kehidupannya masing-masing secara lebih kritis. Apa tantangan utama yang saya hadapi dalam hidup? Apakah hal itu membuat saya mengenal diri lebih baik? Dapatkah saya bertahan mengarungi pahit manis kehidupan, tanpa harus menjadi orang lain?
ADVERTISEMENT
Bagi saya sebagai seorang pendengar, potongan lirik lagu 'Believe' di atas memberikan efek yang menenangkan. Seolah pengingat bahwa kegundahan itu ada, bahwa merasa tersesat itu normal, dan bahwa saya bukanlah yang satu-satunya mengalami perasaan tersebut. Ya, di sini saya bisa menarik kesimpulan Woro adalah seorang seniman yang percaya bahwa bahkan, sisi pahit dari kehidupan perlu kita hadapi, resapi, dan ceritakan. Seorang individu yang percaya akan pentingnya proses; apa pun yang berangkat dari kesal, amarah, dan kebingungan, pada nantinya akan terurai secara perlahan, menjadikan kita pribadi yang lebih baik.
Di lagu Stargazing, Woro juga menggunakan kata-kata “fear of the unknown”; sebuah pernyataan yang begitu transparan, menjadikan lagu ini semakin kuat. Sering kali, kita bahkan tidak mau mengakui ketakutan yang terdapat di dalam diri kita. Padahal, menyadari dan menerima ketidakpastian hidup, sebenarnya bisa membantu kita untuk mengambil langkah dengan bijak, menjadikan kita lebih siap menerima apa pun. Paling tidak, itulah kesimpulan yang saya tarik lewat pengalaman pribadi saya, yang lagi-lagi tervalidasi lewat lirik lagu Woro.
ADVERTISEMENT
Karya-karya Woro merupakan hasil pengamatan pribadinya, atas pikiran dan perasaan yang ia alami sendiri. Namun, cara ia mengekspresikannya tidak sekadar dengan jalan yang impulsif. Melainkan lewat sebuah proses penyaringan dan pengolahan yang mendalam, layaknya dalam menulis. Apa benar ini yang saya rasakan? Kenapa saya merasa seperti ini? Apakah ini sebuah bagian dari kisah kehidupan saya yang layak dibagi?
Adapun pesan positif yang terpancar dari album ini saya rasa muncul secara natural. Musik adalah medium untuknya berbagi pengalaman. Potongan lirik lagu 'For Once' di atas contohnya, seolah mengajak kita untuk mencoba memahami posisinya. Mengenal sosok Woro walau hanya lewat beberapa pertemuan, saya rasa sudah cukup untuk memahami bahwa di balik pembawaannya yang ceria serta jiwa berpetualangnya, ada sikap kedewasaan dan kegigihan tinggi yang melatar belakangi seorang Woro. Tidak heran, seiring atau seusai menghadapi suatu cobaan, Woro akan menarik moral dari pengalamannya.
ADVERTISEMENT
Kalau dipikir-pikir, semua yang saya bahas di atas bukan hanya disimpulkan berdasarkan lirik lagu album barunya, tapi juga curahan hatinya tentang berbagai rintangan yang ia alami pada masa pembuatan album tersebut. “Tutur” mempunyai peranan penting bagi Woro sebagai sarana untuk lebih mengenal dirinya sendiri serta didengar lewat storytelling-nya.
Oleh karena itu, sejujurnya selain dari kata “lagu”, saya lebih setuju dengan penggunaan istilah “spoken words” untuk mengkategorikan karya Woro. Yaitu, sebuah bentuk seni panggung di mana sang seniman mengutamakan kata-kata sebagai bobot dari karyanya; bermain dengan pemilihan kata dan suara untuk menciptakan makna dan emosi tertentu. Tanpa melupakan kualitas musiknya yang begitu khas, sama seperti Woro, saya ingin beropini secara personal dan jujur: bahwa puisi yang sembunyi di balik petikan gitarnya lah yang paling membuat saya merasa terpanggil – untuk mendengar dan memahami ceritanya, tapi juga suara dalam diri saya sendiri. Sebuah “mantra” kehidupan.
ADVERTISEMENT