Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Bukan Hanya Soal Zoom & Deadline: Human Relations di Era Hybrid
1 Mei 2025 14:54 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Amanda Zafira Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pandemi yang melanda dunia telah mengubah bagaimana kita bekerja. Karena dianggap lebih efisien dan fleksibel, banyak bisnis sekarang menggunakan sistem hybrid yang menggabungkan kerja dari kantor dan dari rumah. Di sisi lain, ada tantangan besar yang jarang dibicarakan di balik kenyamanan itu. Misalnya, bagaimana cara mempertahankan hubungan yang baik di antara rekan kerja saat komunikasi lebih sering dilakukan secara digital?
ADVERTISEMENT
Di dunia kerja hybrid, interaksi fisik menjadi terbatas untuk dilakukan. Hubungan kerja menjadi kaku, impersonal, atau bahkan menimbulkan kesalahpahaman karena tidak ada lagi obrolan spontan di pantry atau tatap muka yang memperkuat koneksi emosional. Sebagian besar komunikasi dilakukan melalui chat, email, atau aplikasi seperti Slack, WhatsApp, dan Microsoft Teams. Tidak ada lagi omong kosong di pantry kantor atau di rapat secara pribadi. Sayangnya, komunikasi digital sangat mudah disalahartikan. Karena tidak ada ekspresi wajah atau nada suara yang menyertainya, pesan dapat dianggap dingin, terlalu singkat, atau bahkan menyinggung, meskipun sebenarnya maksudnya tidak begitu.
Sebuah laporan dari Harvard Business Review (2023) menunjukkan bahwa sejak 62% karyawan beralih ke komunikasi digital, mereka merasa lebih terisolasi dan relasi kerja mereka lebih buruk. Ini memberikan peringatan bahwa pekerjaan hybrid membutuhkan kedua teknologi yang baik dan pendekatan manusiawi yang konsisten.
ADVERTISEMENT
Apa itu Human Relations dan Kenapa Penting?
Human relations merupakan cara kita membangun hubungan kerja yang baik dengan orang lain di tempat kerja. Tetapi human relations bukan sekadar menjaga relasi kerja. Hal tersebut adalah fondasi dari rasa saling percaya, loyalitas, dan kolaborasi yang sehat. Dalam budaya kerja yang baik, hubungan antarmanusia inilah yang membuat seseorang merasa dihargai, didengar, dan didukung.
Sayangnya, banyak orang yang bekerja hybrid hanya berkomunikasi disaat ada tugas. Hal itu dapat menyebabkan hubungan menjadi dingin dan terlalu formal. Meskipun demikian, kita semua membutuhkan perasaan dihargai, didengar, dan diakui sebagai manusia, bukan hanya sebagai "rekan kerja". Untuk menjaga hubungan dalam konteks ini membutuhkan kesadaran lebih. Berikut beberapa cara untuk memperkuat human relations di era kerja hybrid :
ADVERTISEMENT
1. Gunakan bahasa yang ramah
Komunikasi digital memang terbatas, tapi kita tetap bisa menuliskan pesan yang mengandung empati. Contoh kecil seperti menambahkan “semoga harimu lancar ya” atau “terima kasih sudah bantu” bisa berdampak besar dan membuat seseorang merasa dihargai.
2. Jangan hanya kontak disaat perlu
Jika kita hanya muncul saat ada keperluan pekerjaan, hubungan yang terbangun jadi transaksional. Cobalah sesekali menyapa di luar konteks kerja. “Gimana kabarnya hari ini?” atau “Keluarganya sehat semua?” bukan basa-basi, tapi jembatan yang menguatkan koneksi personal.
3. Rayakan momen penting
Ulang tahun, kelahiran anak, atau kabar duka, semua ini adalah momen kemanusiaan yang bisa jadi peluang memperkuat human relations. Sekalipun secara virtual, ucapan dan empati tetap bermakna besar dan menunjukkan bahwa kita peduli kepada seseorang, bukan hanya mengaggapnya sekadar rekan kerja.
ADVERTISEMENT
Peran Perusahaan dalam Menjaga Human Relations
Menjaga hubungan baik di era hybrid bukan hanya tanggung jawab personal. Perusahaan punya peran besar dalam membentuk budaya kerja yang berorientasi pada kemanusiaan.
Beberapa hal yang bisa dilakukan perusahaan :
1. Menjadikan Nilai Kemanusiaan sebagai Budaya Perusahaan
Empati, kolaborasi, dan komunikasi terbuka perlu diangkat sebagai nilai inti perusahaan. Ini bisa dimasukkan ke dalam visi, pelatihan onboarding, dan bahkan indikator evaluasi kinerja. Karyawan tidak hanya dinilai dari hasil kerja, tapi juga dari bagaimana mereka memperlakukan rekan, membangun kerja sama, dan menjaga suasana positif di tim.
2. Membuat Forum Non-Formal Secara Rutin
Kerja hybrid cenderung membuat interaksi sosial memudar. Maka, perusahaan perlu menciptakan ruang temu non-formal seperti sesi "coffee chat", virtual lunch santai, atau buddy system antar-divisi. Tujuannya bukan untuk membahas kerja, tapi untuk membangun kepercayaan dan keakraban yang mendukung kolaborasi jangka panjang.
ADVERTISEMENT
3. Menjadikan Pemimpin Sebagai Teladan Human Relations
Pemimpin adalah contoh hidup dari budaya organisasi. Ketika mereka menyapa tim dengan tulus, mendengarkan keluhan tanpa menghakimi, dan memberi apresiasi secara terbuka, mereka menanamkan budaya saling peduli dan menghargai. Pelatihan kepemimpinan berbasis empati sangat penting agar setiap manajer mampu memimpin dengan hati, bukan hanya dengan target.
Teknologi boleh berkembang, sistem kerja boleh berubah. Tapi satu hal yang tidak boleh hilang adalah hubungan manusia yang hangat, jujur, dan penuh empati.
Hybrid bukan hanya tentang di mana kita bekerja, tetapi bagaimana kita tetap menjadi manusia yang saling terhubung. Kalau komunikasi digital bisa dijalankan dengan etika dan empati, maka kita tidak hanya akan jadi tim yang efektif, melainkan kita akan jadi komunitas kerja yang sehat dan saling mendukung.
ADVERTISEMENT
https://kumparan.com/alfi-ariyandi/membangun-budaya-kerja-hybrid-yang-sukses-22z9a0gGCf8/full
https://kumparan.com/humaidanaswa/revolusi-hybrid-work-mengubah-lanskap-dunia-kerja-di-indonesia-22yX33cgV3g/2
https://www.harvardbusiness.org/wp-content/uploads/2023/01/Perspective_DifficultInteractions_Jan2023.pdf
Hidayat, T., Irnawati, N., Amanda, S., Lalika, S. H., & Wati, Y. L. (2025). MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA SEBAGAI PILAR PENGEMBANGAN KARYAWAN DI ERA HYBRID WORK DAN FLEKSIBILITAS KERJA. Jurnal Pendidikan Kreativitas Pembelajaran, 7(1).