Disabilitas Netra Sulit Dapat Kerja: Menjadi Tukang Pijat Saja Sudah Bersyukur

Amarelis
Sociology student at Brawijaya University Malang Active on Instagram @amayouthh
Konten dari Pengguna
11 Desember 2023 10:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amarelis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Artikel ini merupakan tulisan hasil kolaborasi 5 mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya, dalam ranah kajian Riset Inklusif. Narasi yang tercantum murni melibatkan subjek utama, penulisan artikel ini telah mendapat persetujuan dari seluruh narasumber yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Keadilan merupakan hak asasi manusia yang mendasar dan harus diperoleh oleh setiap warga negara Indonesia. Realitanya, hak ini tak selalu didapatkan semua kalangan, terutama bagi kelompok rentan. Kelompok rentan seringkali mendapatkan diskriminasi, salah satu faktornya diakibatkan oleh kurangnya kesadaran dan pemahaman terkait dengan kebutuhan khusus mereka (IJRS, 2022). Marginalisasi terhadap kelompok rentan penyandang disabilitas netra masih sangat sering terjadi, khususnya dalam perihal memperoleh pekerjaan.
Meskipun sudah dijamin dalam Pasal 11 UU 8/2016, proporsi angkatan kerja untuk penyandang disabilitas rupanya belum bisa sepenuhnya membantu mereka agar memiliki kesempatan yang adil dalam mencari pekerjaan.
Kutipan tersebut hanya sepenggal dari cerita yang disampaikan oleh informan kami di lapangan. Pengalaman penyandang disabilitas netra yang sulit mendapatkan akses pekerjaan, mayoritas terkendala oleh faktor ketatnya persaingan dan kompetisi sosial. Bahkan, dari 2.927 orang penyandang disabilitas di Kota Malang, hanya ada satu orang saja penyandang disabilitas netra yang bekerja sektor formal atau pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Ketatnya Persaingan dan Kompetisi Sosial
Selain tuntutan yang begitu besar, situasi ini tidak terlepas dari ketatnya persaingan serta kompetisi sosial yang harus ditanggung oleh penyandang disabilitas netra. Kompetisi sosial yang dibutuhkan pun mencakup banyak hal, mulai dari sikap responsif hingga tuntutan untuk mampu berkomunikasi serta mengutarakan pendapat dalam lingkungan kerja. Penyandang disabilitas netra tidak hanya harus bersaing dengan mereka sesama penyandang netra, tetapi juga persaingan skill untuk mampu bekerja secara efektif dan efisien dengan penyandang disabilitas kategori lainnya.
Sayangnya, hingga saat ini penyandang disabilitas netra khususnya di Kota Malang belum sepenuhnya mendapatkan pembekalan kemampuan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan perusahaan.
Menurut Suratmo, pemerintah sebenarnya telah memberikan beberapa pelatihan bagi penyandang disabilitas netra yang tergabung sebagai anggota PERTUNI. Mereka selalu didorong untuk mengikuti beberapa kegiatan pelatihan yang bertujuan agar dapat memperoleh pekerjaan. Namun terkadang, pelatihan-pelatihan tersebut dinilai kurang cocok dan diminati.
ADVERTISEMENT
Faktor Internal: Sulit Melakukan Mobilitas, Hingga Tak Punya Ijazah
Dalam beberapa tahun terakhir, Kota Malang berusaha menciptakan lingkungan yang ramah terhadap kaum disabilitas dengan membenahi beberapa fasilitas umum pendukung sehingga mereka mendapatkan akses dan kenyamanan yang setara. Kompleksitas pemenuhan hak dan keadilan bagi penyandang disabilitas netra dalam memperoleh pekerjaan, tidak hanya berhenti pada aspek fasilitas saja. Melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain menjadi hal yang sangat sulit bagi mereka, hal ini membuat mereka sangat bergantung pada pendamping.
Adapun kesempatan kerja yang ada tidak terbuka lebar bagi penyandang disabilitas netra, sebab masih banyak diantara mereka yang tidak memiliki ijazah pendidikan formal sebagai syarat mendaftar pekerjaan di sektor formal. Meskipun sekolah-sekolah formal telah memiliki fasilitas yang inklusif, informan kami mengaku bahwa dirinya masih sangat kesulitan untuk mengikuti alur pendidikan di sekolah formal dikarenakan kurangnya kemampuan baca tulis tanpa bantuan suara/braille.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Tetap Berusaha
Untuk mengatasi kondisi ini, pemerintah telah membangun UPT Rehabilitasi Sosial Bina Netra (RSBN) yang dinaungi oleh Dinas Sosial Kota Malang. RSBN menjadi pilihan bagi penyandang disabilitas netra Kota Malang untuk mendapatkan pendidikan secara non-formal. RSBN menyediakan berbagai macam pelatihan untuk mengasah kemampuan dan potensi penyandang disabilitas netra seperti pembuatan keset serta bermain musik. Akan tetapi, pelatihan pijat tetap menjadi yang paling banyak dilakukan karena adanya peluang yang besar dalam pembukaan usaha jasa pijat. Sayangnya, riwayat pendidikan non-formal belum bisa menggantikan pendidikan formal bagi para penyandang disabilitas netra untuk mendapatkan peluang kerja di sektor formal.
PERTUNI sebagai Wadah dan Harapan
PERTUNI sebagai wadah yang membersamai penyandang disabilitas netra tidak berhenti melakukan upaya untuk membantu anggotanya. Bantuan dan kerja sama dari pemerintah untuk mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas netra, telah menumbuhkan harapan baru bagi kelompok rentan yang merasakan.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik yang dianutnya. Akhir kata, tulisan ini kami dedikasikan kepada seluruh pihak-pihak yang terlibat, agar bersama-sama kita dapat bersinergi untuk membentuk iklim yang baik demi terwujudnya keadilan akses dan peluang sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja terhadap para penyandang disabilitas netra di seluruh Indonesia.