Fenomena 'Halo Dek' Kian Marak: Ini Bukan Lagi soal Korban Dimabuk Cinta

Amarelis
Sociology student at Brawijaya University Malang Active on Instagram @amayouthh
Konten dari Pengguna
12 Maret 2023 9:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amarelis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Penting untuk membaca tulisan ini sampai habis! Dibuat murni dengan tujuan edukasi bagi masyarakat luas, serta tidak bermaksud untuk menyudutkan pihak manapun.

Sumber: https://unsplash.com/photos/PBG2rs_TOt4
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://unsplash.com/photos/PBG2rs_TOt4
Pria berseragam itu menawan. Mungkin begitu kira-kira gambaran dari realitas yang terjadi pada masyarakat saat ini. Sebenarnya bukan sesuatu yang mengejutkan. Wajar saja hukumnya karena memang insting manusia selalu menginginkan hidup dalam kemakmuran.
ADVERTISEMENT
Dari zaman nenek moyang kita dulu, bukan menjadi rahasia lagi kalau sebagian orang tua akan lebih "mulus" memberikan restu, jika calon menantunya punya title pria berdinas dan berseragam. Kalau soal selera, bicaranya sudah bukan lagi tentang benar dan salah karena pada dasarnya setiap orang punya preferensinya masing-masing.
Tapi, akan menjadi berbahaya kalau masyarakat terutama wanita zaman sekarang semakin dibutakan oleh paham dan obsesi tanpa dasar akal sehat, bahwa standar kebahagiaan rumah tangga yang tinggi nan harmonis itu hanya diukur dari sisi status sosial seorang pria berseragam.
Kuantitasnya bukan lagi satu atau dua korban dengan kasus yang sama, tapi puluhan. Sampai dibuat istilah banyolan "halo dek" untuk abang-abang yang flexing, mengajak berkenalan wanita incarannya lewat media sosial. Sebenarnya sah-sah saja mau membanggakan atribut yang dipakai. Toh lagi pula kita semua tahu bahwa di balik gaharnya seragam tersebut pasti ada dedikasi dan usaha yang tak mudah untuk mendapatkannya.
ADVERTISEMENT
Pesona kharisma menjadi salah satu alasan. Klise, sih, memang. Tapi nampaknya beberapa masyarakat Indonesia masih disugesti oleh kesan nasionalis dan sosok pengayom dari tampilan pria berseragam.
Orang-orang yang mampu bertahan adalah mereka yang cerdas membaca peluang, lalu tanpa ragu menembaknya dengan perhitungan serba akurat. Nasihat tersebut tentu akan menjadi salah kaprah, apabila diaplikasikan oleh para seseorang dengan niat ingin menipu wanita target sasarannya.
Mereka memanfaatkan kelemahan, ketika wanita hanya melihat sifat simbolik dalam memahami sebuah visual tertentu. Kedok yang digunakan yakni mendekati sang korban dengan modus love scamming.
Jangan kaitkan kasus ini dengan latar belakang pendidikan, atau ekonomi seseorang. Mau dari kalangan manapun, kalau pola pikir dan believe-nya sudah terpatri seperti yang dijelaskan di atas, ya siap-siap saja menjadi korban selanjutnya dari para kaum "halo dek".
ADVERTISEMENT
Meresahkan ya memang. Tapi bersyukurlah dengan membaca tulisan ini artinya kalian masih bisa terselamatkan.
Tenang, saya tawarkan dulu rasionalisasinya. Mari kita bedah satu per satu.
Ini semua bermula dari persoalan tentang pandangan masyarakat akan sebuah status sosial seseorang. Sudut pandangnya kita geser ke skala yang lebih luas.
Masyarakat Indonesia terbilang masih cukup teguh dalam memegang nilai-nilai tradisional. Termasuk salah satunya anggapan bahwa orang yang berseragam itu pasti makmur sampai masa tuanya karena punya pegangan gaji dan pensiunan.
Punya pasangan berseragam, artinya akan ada harapan tentang derajat keluarga yang terangkat dalam hierarki sosial. Umumnya, masyarakat dari golongan tertentu akan lebih dihormati. Tentunya tidak semua berpandangan demikian, di era modern begini semakin banyak pergeseran pemikiran yang cenderung lebih variatif.
ADVERTISEMENT
Standar konservatif inilah yang sedikit banyak memberikan dukungan kepada para wanita untuk menggantungkan tingkat kebahagiaan dengan aspek nilai-nilai suatu jabatan. Apalagi kalau sudah menjadi obsesi yang menggebu-gebu, tekanan dari lingkungan sosial pun dapat membuat seseorang menjadi hilang akal.
Pola pikir seperti itu tentu tidak lagi relevan dengan kondisi dunia saat ini yang sangat terbuka dengan perubahan dan perkembangan. Kepribadian seseorang juga tidak dapat diukur dari apa yang ia kenakan.
So, be smart wahai wanita-wanita Indonesia. Bukalah matamu lebar-lebar. Tanamkan keyakinan bahwa, kalian dilahirkan sebagai sosok yang hebat dan akan selalu menghebatkan. Salam hangat, penulis.