Konten dari Pengguna

Childfree dan Perwujudan Wakil Tuhan

Amay Djibran
Gorontalo pride, mahasiswa UMM
21 Februari 2023 20:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amay Djibran tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ibu dan anak foto bersama. Foto: Kunlanan Yarist/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ibu dan anak foto bersama. Foto: Kunlanan Yarist/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini Childfree menjadi isu yang hangat di Indonesia khususnya di media sosial. Apa itu childfree? Childfree adalah kesepakatan pasangan suami istri untuk tidak memperoleh keturunan selama masa kehidupannya setelah nikah. Childfree menjadi sebuah pilihan hidup karena berbagai alasan, misalnya kekhawatiran terhadap perkembangan anak, ekonomi, psikologis, atau persoalan sosial. Salah satu akun Instagram melontarkan pernyataan terkait childfree dan mendapatkan respons dan reaksi yang beragam. Banyak respons yang memuji akun tersebut dan ada juga yang menganggap pernyataan tersebut arogan dan sensasional.
ADVERTISEMENT
Paham childfree sudah lama dikenal oleh masyarakat luar khususnya negara-negara barat. Misalnya di Jerman, pada abad ke-18 perempuan lebih memilih untuk mandiri dan merdeka dari memperoleh keturunan. Kita mengenal paham feminism sosialis di mana para perempuan berjuang menghilangkan sistem kepemilikan hak suami atas istri dan menginginkan keduanya memiliki hak yang sama, salah satunya hak untuk kemandirian bekerja serta terbebas dari penindasan patriarki.
Anak dianggap sebagai penghambat orang tua dalam merintis karier dan kesuksesan bahkan menjadi penyebab gagalnya seseorang untuk menikmati kehidupan. Pemahaman ini sepantasnya harus disertai dengan pemikiran yang matang dan penuh dengan kesadaran.
Mari kita samakan terlebih dahulu konsep manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Tentang konsep ini merujuk pada pemahaman bahwa setiap manusia diciptakan oleh Tuhan dan diberikan tanggung jawab untuk menjaga keberlangsungan hidup dan keseimbangan ekosistem di bumi. Dalam pandangan ini, manusia dianggap sebagai makhluk yang dipercayakan oleh Tuhan untuk menjaga dan merawat dunia ini, serta memanfaatkan sumber daya alam secara bertanggung jawab.
Ilustrasi perempuan memutuskan childfree. Foto: Shutterstock
Dalam perspektif agama, manusia sejatinya adalah makhluk Tuhan paling tinggi derajatnya dan di muka bumi ini. Manusia sebagai objek yang paling vital dalam menjaga alam dan keseluruhan isinya. Yang jadi pertanyaannya “Apa yang akan terjadi jika manusia tidak akan melanjutkan generasinya?” tentunya bumi akan kehilangan arahnya dan keseimbangan pun tak terelakkan.
ADVERTISEMENT
Terlebih lagi dalam unsur sejarah manusia merupakan unsur yang sangat penting selain ruang dan waktu. Pernyataan di atas menjadikan bahwa manusia secara mutlak sebagai penanggung jawab atas segala hal yang terjadi di muka bumi ini. Segala yang terjadi di muka bumi ini membentuk peradaban. Peradaban tersebut ditulis dalam tinta yang disebut sejarah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam masyarakat yang masih kental dengan ekspektasi sosial untuk menikah dan memiliki anak, individu atau pasangan yang memilih childfree masih dianggap sebagai pelanggar norma. Terkadang, mereka dianggap tidak memahami hakikat hidup di muka bumi. Socrates seorang Filsuf Yunani yang sangat terkenal pernah mengatakan bahwa “manusia adalah sentral dirinya sendiri”. Yang memiliki makna bahwa manusia mengatur dirinya, alam dan manusialah yang membuat aturan itu.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, individu yang memilih untuk hidup childfree mungkin merasa sulit untuk memahami keyakinan dan kepercayaan yang dianut oleh orang yang merasa menjadi wakil Tuhan di bumi, karena pandangan hidup mereka bisa sangat berbeda. Di sisi lain, individu yang merasa menjadi wakil Tuhan di bumi mungkin merasa bahwa keputusan untuk hidup childfree merupakan pilihan yang salah, karena mereka percaya bahwa memiliki anak adalah bagian dari tanggung jawab mereka sebagai wakil Tuhan di bumi.
Bagi orang yang merasa menjadi wakil Tuhan di bumi, pengalaman hidup mereka mungkin didasarkan pada iman yang kuat, dan mereka mungkin memiliki pandangan yang konservatif tentang kehidupan dan nilai-nilai tradisional. Namun, di sisi lain, beberapa wakil Tuhan di bumi mungkin juga mempunyai pandangan progresif dan ingin menciptakan perubahan positif dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran yang ada pada diri manusia hingga ia memutuskan untuk tidak memiliki anak tidak bisa dijadikan sebagai alasan dasar.
Kebutuhan yang dikeluarkan untuk anak tidak bisa dipandang sebagai beban orang tua. Bahkan anak merupakan sebuah investasi di akhirat bagi orang tuanya di mana pahala orang tua akan terus mengalir sekalipun ia telah meninggal.
Sebuah dystopia yang akan terjadi ke depannya jika childfree akan menjadi sebuah kultur. Tentunya kita tidak akan membiarkan itu terjadi. Dengan menjalankan hidup secara sungguh-sungguh dan sesuai prinsip, manusia dapat mewujudkan kebutuhannya dan merasakan kenikmatan yang membawa bumi ini menuju peradaban. Bagaimana pun hidup adalah sebuah pilihan. Saya tidak mengesampingkan faktor-faktor penyebab childfree ini menjadi isu kontemporer. Ekonomi, psikologi, sosial dan personal seseorang menjadi faktor childfree sebagai pilihan hidup.
ADVERTISEMENT