Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten Media Partner
Mengenal Tenun Khas Tanimbar Maluku Tenggara Barat
12 Maret 2018 21:55 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
ADVERTISEMENT
Ambon,- Membuat kain tenun diperlukan ketelitian juga kesabaran, proses pengerjaannya pun cukup lama. Untuk satu lembar kain tenun bermotif, dibutuhkan satu bal benang bordir, benang terlebih dulu diikat. Biasanya para pengrajin sudah khatam cara ikat benang. Ketelitian ikatan akan menentukan motif dan penyerapan warna. Usai diikat barulah benang-benang itu dicelup untuk proses pewarnaan.
ADVERTISEMENT
Cara kerjanya mirip dengan teknik "tie dye", semakin kencang ikatan maka makin kentara motif yang dihasilkan. Setelah itu barulah benang yang bermotif itu ditempatkan pada papindangan atau tempat menenun, proses selanjutnya yakni menyatukan tiap benang lungsi yang diatur berjajar atau memanjang, benang yang diselipkan di antara lungsi menggunakan perkakas kayu hingga membentuk selembar kain tenun.
Proses ini memakan waktu cukup lama apalagi bila dilakukan sambil mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Para penenun tidak biasa terlalu lama duduk, terutama yang sudah berusia di atas 50 tahun. Karena itu mereka memakai lerka atau penyangga di bagian pinggang untuk mengurangi rasa encok akibat kelamaan duduk.
Jumlah Penenun di Kota Ambon terbilang sedikit, untuk melestarikan budaya itu perlu dilakukan pelatihan bagi generasi muda. Tenun khas Tanimbar merupakan satu-satunya ujung tombak pengembangan dan pelestarian tenun Maluku. Rina Masela menghawatirkan tak ada regenerasi jika penenun yang sudah tua tidak bisa lagi melakukan pekerjaan menenun. Keterbatasan dana, mengatur penjualan produk tenun pun menjadi kendala.
ADVERTISEMENT
Senada dengan itu, Maria Magdalena Barutresy pun menyiratkan hal serupa. Hasil penjualan tenunan dijadikan modal utama untuk menghidupi aktivitas sehari hari. Dia kadang kewalahan menghadapi permintaan pasar sementara tak banyak yang ahli dalam menenun.
"Saya pernah kesulitan biaya, untung waktu itu tiba tiba ada tamu dari luar datang dan borong tenun banyak," jelas dia.
Dia menuturkan beberapa waktu lalu pihak Dinas perindustrian dan perdagangan kota melayangkan surat undangan kepada para perajin untuk mengikuti program penjualan berbasis internet atau berbisnis online, sayangnya, hal tersebut tampaknya kurang tepat sasaran.
Pasalnya tidak semua perajin melek teknologi, usia juga jadi faktor yang perlu dipertimbangkan. Rata-rata mereka ibu rumah tangga yang menghabiskan waktu mengurus keperluan domestik. Sementra untuk berjualan secara online setidaknya user harus siaga dan aktif mengunggah foto atau membalas chat dari calon pembeli. "Saya diminta buat ikut jualan online dengan Bukalapak. Tapi laptop sudah dibawa anak saya. Jual di rumah saja pasti juga mereka datang cari," jawabnya lugas.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui, kemajuan ekonomi suatu daerah tidak semata bergantung pada usaha usaha besar. Namum juga pelaku usaha kecil, seperti pengrajin tenun tersebut. Dukungan berupa akses distribusi, pelatihan, kerjasama dengan pihak ketiga, adalah beberapa opsi yang harusnya dipikirkan dengan matang.
Reporter : Priska Akwila