Natal di Ambon, Memaknai Toleransi dari Depan Gereja

Konten Media Partner
26 Desember 2019 1:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pohon natal di desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon (Foto : The kewel/ ambonnesia)
zoom-in-whitePerbesar
Pohon natal di desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon (Foto : The kewel/ ambonnesia)
Ambonnesia.com-Ambon,-Pelarangan beribadah oleh sekolompok organisasi maupun pemerintah gencar dilakukan di Indonesia, belum lama ini, larangan merayakan Natal bagi umat Nasrani di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat mencuat pasca beredarnya surat larangan melakukan perayaan Natal yang dilayankan pemerintah setempat.
ADVERTISEMENT
Upaya pemerintah tersebut oleh berbagai kalangan masyarakat dinilai mencederai Pancasila, sebagai simbol kebinekaan.
Sebagai warga negara Indonesia, sudah seharusnya nilai-nilai Pancasila dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, agar kasus serupa tidak lagi terjadi.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pengantarnya pada buku Merawat Perdamaian, 20 Tahun Konflik Maluku mengatakan, masalah konflik berlatar agama disebabkan oleh ketidakadilan akibat tidak seimbangnya kekuasaan baik eksekutif, maupun legistlatif yang dikuasai oleh agama tertentu.
Cara-cara ini, menyebabkan hilangnya harmonisasi di kalangan pejabat publik lantaran sistem demokrasi yang diterapkan ala Amerika, The Winner Take All saat reformasi digaungkan.
Ia mencontohkan, penyebab konflik Maluku kurang lebih serupa dengan konflik-konflik yang terjadi di daerah lain di Indonesia adalah masalah ketidakadilan, baik ketidakadilan ekonomi maupun ketidakadilan politik.
ADVERTISEMENT
“Oleh karena itu penyelesaiannya pun harus menerapkan prinsi-prinsip keadilan,” tulisnya.
Berkaca dari konflik Maluku, selama 20 tahun ini pemerintah maupun masyarakat berupaya agar konflik tidak lagi pecah. Salah satu pendekatan budaya yang digunakan untuk merekatkan kembali harmonisasi antar umat beragama, adalah Pela Gandong, Ain Ni Ain dan Larvul Ngabal; tradisi persaudaraan di Maluku yang secara turun menurun dipraktekkan. Meski begitu, kesadaran setiap orang untuk menciptakan perdamaian berasal dari dalam diri sebelum berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
“perdamaian adalah salah satu yang mahal dan harus dijaga oleh semua pihak, tidak ada artinya pencapaian umat manusia tanpa perdamaian,” kata Jusuf Kalla dalam buku Merawat Perdamain, 20 Tahun Konflik Maluku.
Toleransi Dari Depan Gereja
Para pecalang ikut mengamankan jalannya misa Natal di Gereja Katedral St. Fransiskus Xaverius, Ambon (Foto: ambonnesia)
Di depan Gereja Katedral Santo Fransiskus Xaverius, puluhan pemuda beragama Hindu ikut menjaga misa Natal. Dua orang nampak berdiri sigap di depan pintu masuk gereja, berbaju hitam dengan sarung yang terlilit di pinggang, lengkap dengan penutup kepala atau disebut Maudeng bagi para pecalang. Sesekali mereka turut membantu polisi, mengatur lalu lintas agar tidak tersendat di kawasan Jalan Pattimura itu.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun terakhir, pemuda Hindu yang tergabung dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia Maluku ini terlibat dalam mengamankan jalannya ibadah Natal di Ambon. Tak hanya di Gereja Katedral, di tiga gereja lainnya, seperti, Geraja Silo, Gereja Maranatha dan Gereja Bintang Love merupakan titik fokus dalam melakukan pengamanan berlangsungnya ibadah Natal.
Salah satu anggota Parisada Hindu Dharma Indonesia Maluku, Wayan Supriana menuturkan, alasannya mengikuti proses pengamanan malam Natal tidak lain karena tanggung jawab sebagai umat beragama adalah menjaga perdamaian. Di tengah gejolak pelarangan beribadah di daerah lain, kata dia, di Ambon malah sebaliknya.
“Kan tanggung jawab kita sebagai orang beragama, menjaga toleransi dan kedamaian di Kota Ambon” tuturnya, Rabu (25/12).
Banser Maluku bersama kepolisian menjaga ibadah Natal di Gereja Silo, Ambon (Foto: ambonnesia)
Di saat yang sama, di ujung jalan Am Sangaji, barisan pemuda berdiri di sepanjang trotoar. Ada yang memakai kostum loreng bak tentara, yang berbeda dari tentara sungguhan adalah kopiah hitam di atas kepala mereka.
ADVERTISEMENT
Dari kejauhan, sudah bisa ditebak mereka adalah anggota Banser Maluku yang sedang betugas melakukan pengamanan di depan Gereja Silo. Ketua Banser Maluku, Arman Kalean mengungkapkan, pengamanan malam Natal oleh anggotanya dipusatkan di sejumlah jalan utama di dekat gereja agar umat Kristiani yang tengah beribadah merasa aman.
“Kami fokuskan di tempat-tempat vital, di pintu masuk gereja juga membantu mengamankan lalu lintas di sekitar gereja,” katanya. Tidak hanya di Ambon, anggota Banser di Maluku Tenggara juga menggelar pengamanan serupa.
Sejak meninggalnya salah seorang anggota Banser jawa Timur, Riyanto saat mengamankan malam Natal di Gereja Eben Heazer, di Mojokerto pada tahun 2000 silam. Nahdlatul Ulama (NU), menginstruksikan setiap kadernya di daerah turut berpartisipasi mengamankan Natal.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, meski banyak pandangan dalam islam yang berbeda menyoal toleransi, namun ada pandangan ulama yang membolehkan, pun yang tidak bukan alasan untuk diperdebatkan. NU, organisasi Islam, yang tasamuh, lanjutnya, selalu mengedepankan nilai-nilai toleransi.
“Ini langkah ikhtiar untuk menjaga toleransi, menjaga ketertiban dan keamanan umat beragama, ” ungkapnya.
Dia menambahkan, kultur menghormati antar agama lebih dulu ada, jauh sebelum pemuda Anshor maupun Banser dibentuk di Ambon. Badan Koordinasi Remaja Masjid Indonesia, Kota Ambon, kata dia, rutin mejaga ibadah Natal. Namun di tahun ini banyak komunitas ikut terlibat. Artinya, kesadaran masyarakat Maluku, khususnya di Ambon ihwal kerukunan makin berkembang.