Pasca Ditutup, Gunung Botak Belum Direhabilitasi

Konten Media Partner
27 Juni 2019 20:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lokasi pertambangan ilegal Gunung Botak, Pulau Buru. (Foto: Doc Ambonnesia.com)
Ambonnesia.com-Ambon,-Pelaksana Tugas Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Provinsi Maluku Roy C Siauta mengatakan, lokasi tambang emas Gunung Botak, Pulau Buru perlu direhabilitasi. Sebab, sudah tercemar zat merkuri.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil penelitian, sebut Siauta, kawasan Gunung Botak telah tercemar limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) merkuri dan sianida. Meski volumenya kecil, namun menyebar ke banyak titik.
"Artinya untuk di Gunung Botak itu kita harus melakukan rehabilitasi," ujar Siauta, Kamis (27/6).
Menurutnya rehabilitasi penting dilakukan agar generasi mendatang bisa memanfaatkan sumber daya alam untuk kehidupan.
Menyikapi hal itu, bersama Universitas Pattimura akan melakukan kajian terhadap daerah-daerah yang terdampak pencemaran merkuri di Gunung Botak dan cinnabar di Gunung Tinggi Desa Iha, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
"Kita harap, kedepan lingkungan hidup bisa dinikmati dengan baik sehat untuk semua generasi," pungkasnya.
Berulang Kali Ditutup
Sebelumnya, tambang emas Gunung Botak mulai pertama kali beroperasi pada 2011, setelah seorang transmigran asal Jawa menemukan kandungan emas. Sejak awal, pertambangan ilegal ini diprotes dan diminta untuk ditutup.
ADVERTISEMENT
Pada 2011 hingga 2015, pemerintah daerah melakukan 24 penertiban terhadap 50.000 petambang. Pada 7 Mei 2015, Presiden Joko Widodo menginstruksikan penutupan tambang emas tersebut.
Sudah puluhan kali dilakukan upaya penertiban, hingga pada 22 Februari 2019, kawasan Gunung Botak dinyatakan bersih dari aktivitas penambangan ilegal.
Sementara dari sisi hukum, Bareskrim Polri telah memeriksa empat perusahaan yang menggunakan merkuri diantaranya PT Buana Pratama Sejahtera, PT Citra Cipta Prima, PT Prima Indonesia Persada dan PT Sinergi Sahabat Setia.
Dua diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. PT Buana Pratama Sejahtera ditetapkan sebagai tersangka dengan kasus dugaan penyalahgunaan izin pertambangan sementara PT Prima Indonesia Persada dengan dugaan kasus pencemaran lingkungan. (Mona)
ADVERTISEMENT