Konten Media Partner

Peneliti : Kasus Merkuri di Gunung Botak Lebih Berbahaya dari Minamata

13 Maret 2018 23:16 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti : Kasus Merkuri di Gunung Botak Lebih Berbahaya dari Minamata
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ambon,- Pencemaran bahan kimia merkuri di kawasan Tambang Emas Gunung Botak, Kabupaten Buru, kini memprihatinkan. Kondisi di kawasan tersebut diprediksikan lebih berpotensi buruk dari dari tragedi pencemaran bahan kimia, merkuri yang terjadi, di Kota Minamata, Prefektur Kumamoto Jepang Tahun 1958.
ADVERTISEMENT
Jika tidak diantisipasi secepat mungkin oleh pemerintah maka dipastikan masyarakat di Bumi Bupolo akan terserang penyakit hingga membawa malapetaka berkepanjangan. Karena saat ini sedimen dari dampak pengolahan merkuri sudah masuk ke sungai dan laut.
Salah satu Peneliti dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Prof Dr. A. S. Khouw menyebutkan tragedi Minamata berpotensi terjadi di Pulau Buru. Hal ini karena dampak penggunaan merkuri dalam jumlah besar untuk pengolahan emas ilegal di kawasan Gunung Botak.
“Penggunaan merkuri dalam pengolahan emas illegal di Gunung Botak akan berdampak berbahaya, bahkan kasusnya akan lebih berbahay dari kasus di Minamata Jepang,” kata Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti Ambon, kepada pers di Ambon, Senin 12 Maret 2018.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya tiga ekor hewan ternak jenis kerbau yang mendadak mati karena diduga menelan limbah merkuri di lokaksi pengolahan emas ilegal sistem rendaman Jalur A Dusun Wamsait, Kecamatan Wailata, pada Jumat lalu. Kasus serupa juga terjadi pada Minggu kemarin. Dimana, warga kembali menemukan seekor kerbau mati di Teluk Kayeli.
“Kasus minamata belum terlalu parah jika kita bandingkan dengan kasus Gunung Botak. Minamata itu kan laut tercemar, lalu dia (manusia) makan ikan atau makan siput dari situ. Tapi di Gunung Botak, kita belum sampai makan siput atau lainnya saja sudah ada binatang yang mati. Di Minamata tidak ada binatang yang mati,” ungkapnya.
Menurutnya, sesuai gambar satelit, perairan Teluk Kayeli Pulau Buru sudah berwarna seperti cermin. Kondisi tersebut lantaran ada merkuri di permukaan air laut. Artinya, jika merkuri sudah sampai ke perairan, dia akan berubah menjadi racun yang sangat keras.
ADVERTISEMENT
“Saya sudah sering mengingatkan kepada Pemerintah Provinsi Maluku dan aparat keamanan terkait bahaya merkuri di Pulau Buru. Kalau ada hewan mati, maka indikasinya air, rumput, maupun tumbuh-tumbuhan di kawasan tersebut sudah tercemari merkuri. Saya tidak percaya ada teknologi yang mampu menetralisir merkuri yang sudah ada di alam. Prinsipnya ini adalah adalah bencana,” katanya.
Dengan adanya temuan pencemaran lingkungan di perairan Teluk Kayeli, muara sungai Kayeli dari Gunung Botak, maka pihaknya merekomendasikan Pemerintah Provinsi Maluku dan aparat keamanan agar Gunung Botak ditutup. Pemerintah juga harus melarang kegiatan, aktivitas di lingkungan Gunung Botak, baik aktivitas dalam pengunaan merkuri maupun aktivitas dalam pemanfaatan sumber daya air atau tumbuh-rumbuhan yang ada di sekitar daerah tercemar.
ADVERTISEMENT
Pemerintah seharusnya menyikapi masalah tersebut. Jika ada masyarakat yang tercemar merkuri selain berujung kematian juga menyebabkan cacat tubuh hingga keturunannya.
“Cacat fisik ini yang ditakutkan bila tubuh manusia tercemar merkuri. Kalau orangnya itu hidup lalu dia cacat, misalnya dia akan menurunkan generasi-generasi baru yang sudah mengalami mutasi daripada gennya, itu yang ditakuti karena merkuri sampai di tingkat itu bisa merubah genetik manusia. Misalnya kalau kita cacat, idiot itu bisa turun ke generasi berikutnya teristimewa ibu-ibu yang sedang hamil,” katanya.
Reporter : Miftah Abdullah