RMS, Sejarah dan Kini

Konten Media Partner
23 April 2018 21:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ambon,- Setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, tak lantas membuat Indonesia lepas dari pemberontakan dalam negeri, Pemerintah Indonesia dibawah kepemimpinan Soekarno menghadapi situasi darurat. Pemberontakan terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, mereka menolak bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satunya Republik Maluku Selatan (RMS). RMS didirikan pada 25 April 1950, salah satu pejabat Negara Indonesia Timur (NIT) dibalik pembentukan RMS yakni Christian Robert Soumokil, saat itu ia menjabat sebagai Menteri kehakiman dan Jaksa Agung pada pemerintahan NIT.
ADVERTISEMENT
Seperti dikutip pada buku, Soumokil dan Hantjurnya RMS, (1964) “Proklamasi RMS benar-benar hasil tekanan dan bayonet belaka” Tulis Syaranamual
Terbentuknya RMS, membuat Pemerintah Indonesia khawatir. Soekarno kemudian mencoba membujuk pemimpin RMS dengan jalan damai, upaya damai ditolak RMS, pada November di tahun itu juga pemberontakan RMS pertama kali pecah di Ambon, Kolonel A E Kawilarang diutus memimpin serangan militer menumpas RMS. Sementara bekas Prajurit Belanda (KNIL) dijadikan panglima perang kala itu. Namun tidak semua bekas KNIL memilih bergabung dengan RMS ada yang justru masuk Angakatan Persenjataan Republik ITentara Nasional Indonesia (TNI). Pemberontakan ke dua terjadi di Pulau Seram hingga tahun 1962. Usai pemberontakan itu setahun kemudian, Christian Robert Steven Soumokil ditangkap pada tahun 1963 , Mahkamah Militer Luar biasa menjatuhinya hukuman matipada 12 April, 1966.
ADVERTISEMENT
Setahun kemudian, 12.000 tentara KNIL beserta keluarganya diasingkan ke Belanda. Kedatangan mereka di Belanda justru mempertahankan kedaulatannya. Meski tidak semua bekas tentara KNIL itu bergabung dengan RMS, hingga saat ini Republik Maluku Selatan masih bertahan, kini dipimpin Johan Wattilete, seorang pengacara ia diangkat sebagai Presiden RMS tahun 2010 menggantikan Frans Tutuhatunewa.
Pergerakan Separatis RMS di Maluku
Pergerakan RMS di Indonesia khususnya di Ambon menjadi perhatian aparat keamanan baik TNI maupun Polri. Dari catatan Kepolisian, sebanyak 19 orang warga Desa Hutumuri ditangkap, mereka diduga menyimpan bendera RMS. Sedankan kurun waktu 2004 sampai 2008 sebanyak 28 orang ditangkap dengan tuduhan separatis dan membuat makar. Pada tahun 2010, lima orang kembali diamankan di Desa Tuhaha, Kecamatan Saparua, Kabupten Maluku tengah. Di tahun 2014, Panglima RMS Simon Saiya, ditangkap bersama sembilan orang lainnya. Mereka sebelumnya merupakan buronan kepolisian. Simon disebut-sebut sebagai otak pengibaran bendera RMS di hadapan Presiden Bambang Yudhoyono pada perayaan Hari Keluarga Nasional tahun 2007 silam.
ADVERTISEMENT
Mengantisipasi pergerakan simpatisan RMS, di tahun-tahun berikutnya kepolisian Daerah Maluku memperketat pengamanan jelang Ulang Tahun Republik Maluku Selatan yang diperingati setiap tanggal 25 April. Pasalnya menjelang hari lahirnya, bendera RMS atau yang dikenal dengan sebutan Benang Raja kerap dikibarkan orang tak dikenal.
Ditahun ini pun, 473 personil kepolisian diterjunkan mengamankan situasi jelang HUT RMS nanti, hal tersebut mengantisipasi adanya tindakan makar. Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Maluku, Andap Budi Revianto memimpin langsung upacara operasi merah putih siwalima bagi 473 personil yang akan disiagakan di sejumlah daerah yang dianggap rawan disusupi simpatisan RMS di Maluku. Kapolda juga meminta anggotanya mengetahui lokasi dan sasaran, begitu juga bentuk dari sasaran barang yang akan diantisipasi.
ADVERTISEMENT
"Saya harap agar semua personel nanti harus tahu dan paham dengan situasi dan obyek atau sasaran dalam operasi, Minimal anggota harus mengetahui lokasi dan sasaran yang di anggap rawan, begitu juga bentuk dari sasaran barang yang akan kita antisipasi. Mari kita jawab tantangan kita ini dan kita buktikan bahwa Maluku memang aman “ kata Kapolda Maluku, Andap Budi Revianto saat memimpin upacara Operasi merah Putih, Senin, (23/4).
Minggu, (22/4) kemarin, Tiga mantan anggota gerakan Separatis Republik Maluku Selatan memproklamirkan kesetiaan terhadap NKRI, diantaranya, Paulus Thenu, Mezak Waas serta Beny Leweherilla. Ketiganya bersama 16 0rang lainnya ditangkap pada 2003 di kampung Halaman Mereka Desa Hutumuri, pihak kepolisian menduga mereka menyimpan bendera benang raja pada malam jelang HUT RMS.
ADVERTISEMENT
Pernyataan sikap ini dibacakan di Balai Desa Negeri Hutumuri, disaksikan pejabat Negeri Hutumury, Wiliem Waas serta jajaran perangkat desa, Babinkamtibmas dan sejumlah personil kepolisian. menolak tegas segala bentuk kegiatan separatis, setia terhadap NKRI dan turut mendukung kepolisian menjaga kamtibmas.
Beny lewaherilla, salah satu narapidana menyatakan penyesalannya, Ia tak ingin dianggap separatis setelah menjalani kurungan penjaran selama 1,3 tahun. Usai dibebaskan, Benny dan sejumlah Narapidana lainnya merasakan stigma buruk di masyarakat, mereka berharap usai mendeklarasikan diri cinta terhadap tanah air turut menghapus stigma yang terlanjur melekat sebagai anggota separatis. Ketiganya memilih tinggal dan menjalani keseharian sebagai nelayan maupun petani sedankan 16 orang orang lainnya memilih pindah dari desanya. Meski terbukti di pengadilan, mereka yakin bukan bagian dari anggota RMS.
ADVERTISEMENT
“situasi pada tanggal 24 April kami bersama jaga di malam RMS, ada yang datang bawa bendera RMS di desa kami, tiba-tiba kami ditahan” cerita Benny Leweherilla.
Alasan lain mendasari mereka menyatakan sikap lantaran berusaha melupakan masalalu, dianggap anggota separatis, “ buat saya pernyataan sikap ini saya tidak mau lagi ada masalah-masalah yang bersifat separatis, saya sudah hapus masalalu,” ungkapnya.
Sementara itu Pejabat kepala Desa, Willem Waas memastikan desa Hutumuri bersih dari gerakan separatis. “setahu saya mereka sudah bersih, tidak terlibat karena mereka sudah menyatakan kegiatan separatis tidak menguntungkan sebagai warga negara. ” ujarnya
Dia berharap, tiga orang warganya itu tidak lantas dianggap melakukan tindakan makar setelah menyatakan sikap untuk setia terhadap bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Mereka jangan dianggap melakukan berbagai tindakan yang mengarah ke gerakan itu, mereka sudah bersih, mereka menyadari tidak ada keuntungan dari apa yang diperbuat di masalalu,” tegasnya.
( ambonnesia )