Soal Batas Wilayah SBB dan Maluku Tengah Mendagri Lawan Putusan MK?

Konten Media Partner
18 Februari 2019 17:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peta perbatasan Pulau Seram (Sumber: Google Map)
zoom-in-whitePerbesar
Peta perbatasan Pulau Seram (Sumber: Google Map)
ADVERTISEMENT
Ambonnesia.com-Ambon,-Sengketa tapal batas antara Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat sudah final lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, hingga kini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum melaksanakannya.
ADVERTISEMENT
Sengketa batas wilayah antara kedua kabupaten itu sebagai akibat pertentangan antara batang tubuh dengan lampiran Undang-undang (UU) nomor 40 Tahun 2003 tentang ‘Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Kepulauan Aru di Provinsi Maluku’. Pada batang tubuh UU tersebut menempatkan batas kedua kabupaten di Sungai Tala atau Kali Tala, sedangkan pada lampiran ditentukan batasnya di Sungai Mala.
Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Daerah Maluku, Semuel Waileruny mengatakan, Pertentangan ini telah diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan MK Nomor 123/PUU-VII/2009 tanggal 2 Februari 2010. Pendapat MK sebagaimana pada halaman 101 baris 4 dari bawah s/d halaman 102 baris 5 dari atas berbunyi,
'Bahwa yang dimaksud oleh Pasal 7 ayat (2) huruf b UU 40 tahun 2003 yang menyatakan, kabupaten SBB mempunyai batas wilayah sebelah timur berbatas dengan Kecamatan Seram Utara dan Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah dan Selat Seram, khusus yang menyangkut Kecamatan Amahai, menurut Mahkamah harus dimaknai Kecamatan Amahai sebelum adanya pemekaran wilayah Kabupaten SBB, karena Kabupaten SBB saat itu belum ada, maka Mahkamah berpendapat bahwa batas wilayah Kabupaten SBB adalah di sungai Tala atau kali Tala atau wia Tala'
ADVERTISEMENT
Dengan adanya putusan MK, seharusnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gubernur Maluku dan Pemerintah Kabupaten SBB mengikutinya dengan cara menerbitkan putusan-putusan mereka yang sejalan dan sejiwa dengan putusan MK. Sehingga masyarakat yang berada pada wilayah sengketa batas wilayah itu memiliki ketenangan, dan hak-hak mereka untuk memperoleh pelayanan pemerintah.
Namun Mendagri bertentangan dengan putusan MK dengan cara menerbitkan Peraturan Mendagri (Permendagri) Nomor 29 Tahun 2010 tentang ‘Batas Daerah Kabupaten SBB Dengan Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku’ yang menentukan batasnya di Sungai Mala.
Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Daerah Maluku, Semuel Waileruny. (Foto: ist)
“Jadi putusan MK menentukan batas di Sungai Tala namun Permendagri menentukan batasnya di Sungai Mala,” jelas Waileruny, Senin (18/2).
Upaya untuk mengatasi masalah ini telah dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) melalui investigasi dan mediasi beberapa kali di Ambon, dan di Jakarta yang melibatkan berbagai pihak.
ADVERTISEMENT
Komnas HAM merekomendasikan kepada Mendagri untuk merubah Permendagri Nomor 29 Tahun 2010itu disesuaikan dengan putusan MK.
Hasil mediasi Komnas HAM juga telah ditindaklanjuti oleh Bupati Maluku Tengah ihwal penyelesaian batas daerah yang ditujukan kepada kepada Gubernur Provinsi Maluku, Said Assagaff untuk diteruskan kepada Mendagri.
Namun Gubernur Maluku bersikap pasif. Mendagri juga menolak untuk memperbaiki Permendagri Nomor 29 Tahun 2010. Masyarakat yang berada pada wilayah sengketa batas kabupaten tersebut telah berulang-ulang menyurat kepada Mendagri, bahkan melakuan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Maluku yang diwakili oleh Asisten I, Kepala Biro Pemerintahan, Kepala Biro Hukum dan Kepala Kesbangpol.
Mereka mendesak Pemerintah Provinsi Maluku menyampaikan kepada Mendagri untuk segera merubah Permendagri sehingga dapat mengakhiri sengketa hukum dan mengakhiri penderitaan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan tersebut, lanjut Waileruny, terungkap bahwa Mendagri berpegang pada putusan Mahkamah Agung (MA) atas permohonan kasasi oleh Bupati Maluku Tengah terhadap Mendagri.
Sementara MA mempertimbangkan kewenangan menentukan batas wilayah kabupaten bukan pada pengadilan, Mendagri sehingga gugatan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima.
Tentu pertimbangan MA tersebut sebagai pertimbangan yang benar. Namun, kata dia, kewenangan Mendagri untuk menentukan batas wilayah kabupaten, bukanlah kewenangan mutlak atau dibatasi oleh hukum setingkat konstitusi yakni putusan MK 123.
Masalah ini telah berlangsung dari 2010 sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hingga pemerintahan Joko Widodo. Tetapi tidak ada penyelesaian, dan membuktikan pemerintah pusat sulit dipercaya bahwa akan melaksanakan hukum secara murni dan konsekuen bagi masyarakat Maluku.
ADVERTISEMENT
“Sulit dipercaya, pemerintah pusat akan menjamin rasa aman, dan bekerja keras bagi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Maluku. Terutama menjaga tersalurnya hak-hak konstitusional masyarakat di Maluku secara benar” tuturnya. (Amar)