Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Tenun Tanimbar, Usaha Rumahan di Kota Ambon
12 Maret 2018 17:41 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
Ambon,- Kain tenun merupakan salah satu kekayaan wastra tanah air, daerah di timur Indonesia memiliki motif yang berbeda hingga cara pengerjaannya yang unik. Tak terkecuali di Maluku dikenal dengan nama kain tenun Tanimbar. Motif alam dan warna cerah jadi ciri khasnya. Tak perlu jauh-jauh ke desa Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) agar bisa membelinya. Kerajinan yang diwariskan turun temurun itu bisa kita jumpai di pusat kota Ambon.
ADVERTISEMENT
Beberapa warga asli MTB masih mempertahankan pengerjaan tenun, pembuatannya dilakukan perorangan dibawah naungan usaha dagang pribadi. "Kita sudah dari 1990 bikin tenun," ucap pengrajin tenun Rachel Masela. Perempuan yang akrab disapa Rina Masela itu sejak tahun 1990 sudah aktif mengerjakan tenun bersama sang ibu, pembuatan tenun bukan lagi hal baru baginya. Sebab sejak SD, anak- anak kampung Kendar di Maluku Tenggara Barat sudah diajarkan menenun. Sepeninggal sang ibu, Rina meneruskan usaha dagang (UD) Burburat dibantu empat pengrajin laim yang berasal dari kampung yang sama. Proses produksi di UD Burburat itu berjalan tiap hari, dalam sebulan mereka menghasilkan delapan lembar kain tenun.
"Satu orang bisa bikin dua lembar. Asal telaten dan kuat duduk saja," lanjut perempuan yang aktif wara wiri mengikuti pelatihan dan workshop menenun itu.
ADVERTISEMENT
Motif tenun yang dibuat yakni bunga anggrek, mutiara, teripang, kerang, jagung, dan juga busur. Sebelum jadi satu lembar kain, benang diikat lebih dulu. Ikatan ini yang menentukan motif-motif tersebut. Biasanya para pembeli datang langsung ke workshopnya di Jalan Skip Jembatan Hautuna, Kecamatan Sirimau untuk membeli.
Selain di Skip, produksi tenun juga bisa dijumpai di daerah Kudamati, Kecamatan Nusaniwe."Fokus pengerjaannya baru pada 2010 setelah pensiun," kata dia.
Mantan guru SMA Negeri 1 Ambon itu membuat sendiri tenun disela-sela kesibukan rumah tangga, perempuan yang akrab disapa Ibu Barutresy itu berasal dari kampung yang berbeda dengan pengrajin tenun keluarga Masela. Dia berasal dari desa Namtabung, MTB. Sama halnya dengan Rina, mereka sejak kecil sudah diperkenalkan dengan tenun. Maka tak heran, hasil yang ia buat pun termasuk kelas wahid di Ambon. Terbukti Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bahkan pernah memboyong tenun buatannya. "Desember tahun lalu ibu Susi datang beli langsung di rumah saya," lanjut pemilik UD Juindah itu.
ADVERTISEMENT
Motif yang dibeli Susi Pujiastuti adalah motif tua dengan benang khusus dari kapas, saat ini memang tak banyak penenun yang memakai benang organik, lantaran harganya yang mahal serta jumlah kapas sangat terbatas. Di rumahnya di daerah Lorong SPK Kudamati itu, terdapat berbagai kain tenun. Semuanya memang sudah habis terjual, namun bila ada yang ingin membeli bisa mengikuti motif yang sudah ada sebelumnya.
Nah jika kebetulan mampir di Ambon, kain tenun dari para pengrajin asal MTB ini bisa jadi pilihan buah tangan yang pas, soal kualitas tak perlu diragukan lagi. Pembeli juga dapat melihat langsung proses pengerjaan dan melakukan tawar menawar harga secara langsung dengan penenunnya. Harga yang dibanderol dua pengrajin tenun tersebut bervariasi, untuk scarf seharga Rp 100 ribu sampai 150 ribu, Kain berukuran 1x10 Meter seharga Rp 700 ribu, sedankan satu set pakaian seharga Rp 1,7 juta.
ADVERTISEMENT
Reporter : Priska Akwila