Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Terpapar Merkuri, Ahli Sarankan Masyarakat Tidak Makan Kepala Ikan
28 Oktober 2018 20:10 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Ambon,-Ahli kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Univesitas Pattimura, Dr Yusthinus Theodorus Male menyatakan, ikan dan sejumlah biota laut di pulau Buru dan sebagian peraian di Ambon sudah terpapar merkuri. Olehnya itu, ia menyarankan penduduk tidak memakan kepala ikan.
ADVERTISEMENT
“Jadi, saya sarankan jangan makan kepala ikan, jangan makan sum-sum, tulangnya karena di situ merkuri menginap. Kalau di Buru jangan makan ikan karang, karena karang menetap,” ujar Male kepada ambonnesia.com, Minggu (28/10).
Pernyataan Male ini didasari penelitian yang dilakukan bersama timnya di Pulau Buru beberapa tahun lalu. Mereka mengumpulkan ikan di semua pasar di Buru untuk sampel.
Setelah diuji, konsentrasi merkuri pada 30 persen sampel itu pun sudah melampaui batas atas standar nasional yang hanya 0,5 mg per 1 kg sampel.
“Saya dan rekan dari Australia melakukan penelitian, kita kumpulkan ikan dari semua pasar di Namlea. Semua sudah terpapar merkuri dalam level mematikan,” ungkap dia.
Menurut dia, fakta ini harus diwaspadai. Sebab, ikan-ikan di perairan laut teluk Kayeli bisa bermigrasi ke laut Banda dan pulau Ambon.
ADVERTISEMENT
Dalam sistem rantai makanan, kata dia, disebut dengan istilah Biomagnifikasi. Biomagnifikasi merupakan proses perpindahan polutan biasanya berupa pestisida yang mengikuti arah dari rantai makanan dimulai dari produsen sehingga akan terakumulasi pada karnivora tingkat paling atas atau manusia.
“Kita kan predator tertinggi dalam rantai makanan sejajar dengan ikan paus. Tapi, ikan paus kita makan. Sirip hiu kita makan. Penelitian, sirip hitu itu sudah mengandung merkuri, karena dia makan cakalang. Begitu juga kita yang makan cakalang setiap hari, yang makan puri. Jadi, cepat atau lambat akibat akan ada,”urainya.
Bahkan, berdasakrkan hasil penelitian tersebut, merkuri sudah masuk ke tubuh manusia. Dikutip dari Kompas, kadarnya mencapai 18 mg per 1 kg sampel atau lebih tinggi 36 kali dari standar.
ADVERTISEMENT
“Enam bulan setelah tambang emas dibuka, zat merkuri sudah berada di muara sungai. Dua tahun kemudian, merkuri sudah masuk ke tubuh ikan, dan tubuh manusia. Pasti sudah di tubuh manusia, karena di rambut sudah ada,”katanya.
Selain di Buru, lanjt Male, sejumlah jenis bia atau kerang di perairan Latulahat, pulau Ambon, dan di pulau tiga sudah tercemari merkuri. “Riset mahasiswa saya, itu Bia di Latuhalat dan Pulau Tiga sudah kena sedikit (merkuri),” katanya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Yusthinus menilai, ancaman pencemaran merkuri di Buru sudah masuk level ‘lampu kuning’. Bila tidak segera diatasi secara bijak, tragedi Minamata bisa terjadi di Buru. “Saya sudah sampaikan jauh-jauh hari, hati-hati karena merkuri sudah masuk pada tahap mematikan,” ucapnya. (Amar).
ADVERTISEMENT