Konten Media Partner

Walikota Ambon Berbagi Tips Soal Kota Toleran di UNIKA Semarang

27 Agustus 2019 19:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Walikota Ambon, Richard Louhenapessy menyampaikan konsep Kota Ambon dalam Pembangunan Kota Inklusif dan Toleran itu di depan ratusan mahasiswa dan dosen di Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata Semarang, Senin (26/8). (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Walikota Ambon, Richard Louhenapessy menyampaikan konsep Kota Ambon dalam Pembangunan Kota Inklusif dan Toleran itu di depan ratusan mahasiswa dan dosen di Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata Semarang, Senin (26/8). (Foto: Istimewa)
Ambonnesia.com-Ambon,-Kota Ambon dikenal sebagai kota inklusif dan toleran. Tidak mudah mewujudkan julukan itu, perlu banyak upaya dan strategi bagi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy ketika membagikan tips kebijakan pemerintah dalam membangun kota inklusif dan toleran itu di depan ratusan mahasiswa dan dosen di Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata Semarang.
Louhenapessy hadir sebagai pembicara dalam seminar bertajuk membangun kota inklusif dan toleran yang diselenggarakan LPPM UNIKA-Semarang.
Pembicara lain yang turut diundang dalam seminar tersebut antara lain, Prof. David Bamford dari Flinders University, Andreas Pandiangan serta Yulita Titik Sunarimahungsih.
Dalam paparannya, Walikota menjelaskan Ambon sebagai kota multikultur. Sejak dulu Kota Ambon dianggap sebagai pusat rempah-rempah, kemudian menghantarkan bangsa asing datang ke Ambon dan menjadikan Ambon sangat pluralis.
Menurut Louhenapessy, ada dua peristiwa penting yang menjelaskan mengapa kota itu mampu bangkit dan kembali menata diri saat terpuruk ketika konflik 1999 lalu .
ADVERTISEMENT
Pertama, pra reformasi terdapat penyeragaman pranata adat secara nasional akibat sentralisasi. Hal ini kemudian dirasakan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya di daerah sehingga terjadi distorsi yang puncaknya terjadi konflik sosial.
Peristiwa kedua, kata Walikota saat era reformasi. Dimana kearifan lokal dikedepankan. Disinilah Kota Ambon mulai berbenah dengan mengedepankan nilai-nilai budaya.
“Budaya Pela Gandong yang sudah ada sejak dulu. Nilai Pela-Gadong kemudian kita angkat dan perkuat sebagai perekat antar masyarakat lintas agama,” akunya.
Walikota kemudian mencontohkan bagaimana nilai 'Pela' dan 'Gandong' dipraktikkan dalam kehidupan warga melalui kegiatan keagamaan yang melibatkan berbagai komunitas agama.
“Pada saat MTQ, baik panitia maupun pendukung acara, ada yang beragama Kristen Protestan dan Katolik. Sebaliknya ketika even Perparawi maupun Pesparani, ada umat Muslim yang juga turut terlibat dalam acara tersebut,” ucap Walikota.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, apa yang telah dilakukan pemerintah dan warganya mendapat apresiasi dari pemerintah pusat melalui Kementerian Agama RI sebagai salah satu kota dengan tingkat toleransi tertinggi.
“Tepatnya pada bulan Januari tahun 2019, Kota Ambon dinobatkan sebagai Kota dengan tingkat toleransi tertinggi,” kata Walikota.
Tak lupa Walikota juga memberikan apresiasi bagi UNIKA yang lewat kegiatan bakti sosial maupun penelitian tentang Ambon yang mampu membawa nilai positif bagi bangsa.
Sementara itu, Kepala LPPM UNIKA Soegijapranata-Semarang, Dr Berta Retnawati mengatakan, seminar ini merupakan forum untuk berbagi pengetahuan tentang Ambon sebagai kota multikultur.
Ambon membangun dari situasi konflik menuju damai yang inklusif melalui penguatan negeri dan masyarakat adat. Itu menjadi ciri khas dan kekuatan sosial kota Ambon. (Amar)
ADVERTISEMENT