Konten dari Pengguna

Cukai Plastik: Janji yang Ditunda, Sampah yang Bertambah?

Amelia Amretha Candra
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
14 Februari 2025 16:12 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amelia Amretha Candra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pencemaran lingkungan dari sampah plastik (Sumber: Freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pencemaran lingkungan dari sampah plastik (Sumber: Freepik.com)
ADVERTISEMENT
Sampah plastik menjadi salah satu tantangan lingkungan terbesar yang dihadapi Indonesia saat ini. Sebagai negara kepulauan dengan populasi yang besar, Indonesia menghasilkan sekitar 69,7 juta ton sampah pada tahun 2023. Dari jumlah tersebut, 34,76% atau sekitar 24,2 juta ton tidak terkelola dengan baik, yang sebagian besar terdiri dari sampah plastik (data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)). Berdasarkan laporan Ocean Conservancy, Indonesia bahkan menjadi negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi permasalahan ini, berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari kampanye pengurangan plastik sekali pakai hingga penerapan regulasi di tingkat daerah. Salah satu kebijakan yang direncanakan sejak 2016 adalah penerapan cukai plastik. Pemerintah mengusulkan skema cukai yang akan dikenakan pada produk plastik tertentu, seperti kantong plastik dan kemasan berbahan plastik, dengan tujuan utama mengurangi konsumsi serta meningkatkan pendapatan negara.
Kebijakan ini mendapatkan dukungan dari DPR dan berbagai organisasi lingkungan, yang melihatnya sebagai langkah penting dalam menekan produksi limbah plastik di Indonesia. Bahkan, beberapa daerah seperti Bali dan Jakarta telah lebih dulu menerapkan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan. Namun, meskipun telah beberapa kali masuk dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), implementasi cukai plastik terus mengalami kendala, baik dari sisi regulasi maupun kesiapan industri.
ADVERTISEMENT
Faktor-Faktor Penundaan Penerapan Cukai Plastik
Beberapa alasan yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam menunda penerapan cukai plastik antara lain:
1. Dampak Ekonomi terhadap Industri dan Konsumen
Pemerintah mempertimbangkan bahwa penerapan cukai plastik dapat meningkatkan biaya produksi bagi industri yang bergantung pada plastik sebagai bahan utama. Akibatnya, harga barang di pasaran berpotensi naik, yang pada gilirannya dapat memberatkan konsumen, terutama kelompok berpenghasilan rendah.
Menurut data dari Kementerian Perindustrian, sektor manufaktur Indonesia masih sangat bergantung pada plastik, dengan konsumsi bahan baku plastik mencapai 7,2 juta ton per tahun. Selain itu, laporan dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAPLAS) menyebutkan bahwa sekitar 65% produk kemasan di Indonesia masih berbasis plastik, sehingga kebijakan cukai dapat berdampak luas pada harga barang kebutuhan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
2. Situasi Ekonomi Pasca Pandemi
Pandemi COVID-19 yang melanda sejak 2020 membawa dampak besar terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah memprioritaskan pemulihan ekonomi, sehingga kebijakan seperti cukai plastik dianggap bisa memperlambat laju pemulihan, terutama bagi sektor manufaktur dan UMKM yang masih berjuang untuk bangkit.
Berdasarkan laporan BPS (Badan Pusat Statistik), pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat terkontraksi hingga-2,07% pada tahun 2020, dan meskipun kini telah membaik, beberapa sektor industri masih mengalami tekanan. Data dari Asosiasi Industri Kecil dan Menengah Plastik Indonesia (AIKMPI) juga menunjukkan bahwa banyak UMKM berbasis plastik masih dalam tahap pemulihan, sehingga kebijakan cukai dinilai bisa memperberat beban usaha mereka.
3. Tekanan dari Pelaku Industri Plastik
Industri plastik dan sektor terkait, seperti makanan dan minuman, aktif mendorong pemerintah untuk menunda penerapan cukai plastik. Mereka beralasan bahwa kebijakan ini akan meningkatkan biaya produksi, yang berujung pada kenaikan harga produk di pasaran. Akibatnya, daya saing produk lokal bisa menurun, terutama dibandingkan dengan produk impor yang mungkin lebih murah.
ADVERTISEMENT
Menurut data Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), sekitar 70% kemasan produk makanan dan minuman di Indonesia masih menggunakan plastik. Jika cukai diterapkan, harga kemasan bisa meningkat hingga 20-30%, yang berisiko menurunkan daya beli konsumen. Selain itu, Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAPLAS) memperingatkan bahwa cukai plastik yang tinggi dapat mendorong masuknya plastik ilegal yang tidak terawasi dan berpotensi merugikan industri dalam negeri.
4. Kesiapan Infrastruktur Pengelolaan Sampah Plastik
Penerapan cukai plastik bertujuan untuk mengurangi limbah plastik, tetapi efektivitas kebijakan ini dipertanyakan jika infrastruktur pengelolaan sampah masih belum optimal. Saat ini, Indonesia masih menghadapi berbagai kendala dalam pengelolaan sampah, seperti minimnya fasilitas daur ulang, rendahnya tingkat pemilahan sampah oleh masyarakat, serta keterbatasan sistem pengolahan limbah yang efisien.
ADVERTISEMENT
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari 68,5 juta ton sampah yang dihasilkan Indonesia pada 2023, sekitar 18,71% atau 12 juta ton adalah sampah plastik. Namun, hanya 9% yang berhasil didaur ulang, sementara sisanya berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) atau mencemari lingkungan, termasuk sungai dan laut.
Tanpa perbaikan sistem daur ulang dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam memilah sampah, kebijakan cukai plastik berisiko menjadi beban ekonomi tambahan tanpa memberikan dampak signifikan dalam mengurangi pencemaran plastik. Oleh karena itu, banyak pihak berpendapat bahwa sebelum menerapkan cukai, pemerintah perlu memperkuat infrastruktur pengelolaan limbah agar hasilnya lebih optimal.
Penundaan penerapan cukai plastik di Indonesia menimbulkan berbagai reaksi dan pertanyaan mengenai komitmen negara dalam mengatasi permasalahan sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan. Di satu sisi, kelompok industri berpendapat bahwa cukai plastik bisa berdampak negatif terhadap ekonomi, terutama bagi sektor manufaktur dan konsumen. Di sisi lain, para pemerhati lingkungan menilai bahwa kebijakan ini seharusnya segera diterapkan mengingat tingkat pencemaran plastik yang semakin parah.
ADVERTISEMENT
Lantas, apakah keputusan untuk menunda cukai plastik ini merupakan langkah yang bijak atau justru sebuah kemunduran dalam upaya perlindungan lingkungan di Indonesia?
Dampak Penundaan Cukai Plastik
Penundaan penerapan cukai plastik tentu memiliki konsekuensi, baik dari segi lingkungan maupun ekonomi.
1. Dampak terhadap Lingkungan
Tanpa regulasi yang ketat, konsumsi plastik di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan laporan OECD (Global Plastics Outlook: Policy Scenarios to 2060), produksi sampah plastik global diproyeksikan melonjak dari 460 juta ton pada 2019 menjadi 1.231 juta ton pada 2060, hampir tiga kali lipat dalam empat dekade. Jika Indonesia tidak segera menerapkan kebijakan pengendalian plastik, seperti cukai plastik, maka pencemaran lingkungan akan semakin sulit dikendalikan.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Indonesia menghasilkan sekitar 12 juta ton sampah plastik per tahun, namun hanya 9% yang berhasil didaur ulang, sementara sisanya berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA), sungai, dan laut (KLHK, 2023). Tanpa langkah tegas, dampak ekologisnya akan semakin parah, mulai dari pencemaran air dan tanah, gangguan ekosistem laut, hingga ancaman mikroplastik bagi kesehatan manusia.
2. Dampak terhadap Pendapatan Negara
Cukai plastik tidak hanya berfungsi sebagai alat pengendalian konsumsi plastik, tetapi juga dapat menjadi sumber pendapatan tambahan bagi negara. Dana yang diperoleh dari cukai ini bisa dialokasikan untuk mendukung program pengelolaan sampah, membangun fasilitas daur ulang, serta mendorong inovasi dalam kemasan ramah lingkungan.
Menurut estimasi pemerintah, jika cukai plastik diterapkan, potensi penerimaan negara bisa mencapai Rp1,6 triliun per tahun. Namun, dengan terus menundanya, Indonesia kehilangan peluang pendanaan yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya plastik sekali pakai.
ADVERTISEMENT
3. Keterlambatan dalam Perubahan Perilaku Konsumen
Beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Filipina dan Vietnam, telah lebih dulu menerapkan kebijakan cukai plastik sebagai upaya untuk menekan konsumsi plastik dan mendorong penggunaan alternatif yang lebih ramah lingkungan. Jika Indonesia terus menunda implementasi kebijakan ini, kebiasaan penggunaan plastik sekali pakai akan semakin mengakar di masyarakat.
Keterlambatan dalam pengendalian plastik juga berisiko membuat Indonesia semakin tertinggal dibandingkan negara lain dalam menerapkan kebijakan ramah lingkungan. Tanpa adanya insentif atau disinsentif yang jelas, konsumen cenderung memilih opsi yang paling murah dan mudah, yaitu tetap menggunakan plastik sekali pakai, meskipun dampaknya terhadap lingkungan sangat besar.
Alternatif Solusi Jika Cukai Plastik Belum Bisa Diterapkan
Jika penerapan cukai plastik masih mengalami penundaan, pemerintah tetap harus mengambil langkah-langkah strategis untuk mengendalikan konsumsi plastik dan mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan. Beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain:
ADVERTISEMENT
1. Insentif bagi Industri Ramah Lingkungan
Alih-alih membebankan pajak, pemerintah dapat mendorong inovasi dengan memberikan insentif pajak atau subsidi kepada perusahaan yang mengembangkan kemasan ramah lingkungan atau berbasis bahan daur ulang. Dengan adanya insentif ini, lebih banyak produsen akan terdorong untuk mengganti plastik konvensional dengan alternatif yang lebih berkelanjutan.
Menurut Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), saat ini biaya produksi kemasan berbasis daur ulang masih 30-50% lebih mahal dibandingkan plastik konvensional. Dengan insentif yang tepat, industri hijau dapat lebih berkembang dan menjadi pilihan utama bagi pelaku usaha.
2. Kampanye Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Edukasi mengenai bahaya plastik sekali pakai dan pentingnya daur ulang harus terus digencarkan di berbagai lapisan masyarakat, terutama di sekolah, komunitas lokal, dan pusat perbelanjaan.
ADVERTISEMENT
Menurut KLHK, kesadaran masyarakat Indonesia dalam memilah sampah masih rendah, dengan hanya 10-15% dari total sampah plastik yang berhasil didaur ulang. Oleh karena itu, kampanye yang berkelanjutan, seperti gerakan zero waste dan program pengurangan plastik di sektor ritel, dapat membantu mengubah pola konsumsi masyarakat.
3. Penguatan Regulasi di Tingkat Daerah
Jika kebijakan cukai plastik di tingkat nasional masih tertunda, pemerintah daerah dapat mengambil inisiatif dengan menerapkan larangan atau pembatasan plastik sekali pakai, sebagaimana yang telah dilakukan di Bali, Jakarta, dan beberapa kota lain.
Misalnya, Bali telah melarang penggunaan kantong plastik, sedotan, dan stirofoam sejak 2019, yang berhasil mengurangi konsumsi plastik sekali pakai hingga 52% di pusat perbelanjaan dan pasar tradisional. Langkah serupa dapat diterapkan di daerah lain untuk menekan produksi sampah plastik secara signifikan.
ADVERTISEMENT
4. Investasi dalam Infrastruktur Pengelolaan Sampah
Pemerintah perlu meningkatkan kapasitas fasilitas daur ulang dan memperbaiki sistem pengelolaan sampah agar lebih efektif. Saat ini, Indonesia hanya memiliki 15-20 fasilitas pengolahan sampah plastik modern, sementara produksi limbah plastik terus meningkat setiap tahunnya.
Investasi dalam teknologi pengolahan sampah, pengelolaan TPA yang lebih efisien, serta pengembangan sistem pemilahan sampah dari rumah tangga sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada plastik sekali pakai dan meningkatkan angka daur ulang.
Penerapan cukai plastik di Indonesia telah direncanakan sejak 2016, namun hingga kini masih tertunda akibat berbagai pertimbangan, seperti dampak ekonomi, tekanan industri, dan kesiapan infrastruktur pengelolaan sampah. Sayangnya, penundaan ini justru membawa dampak negatif, terutama terhadap peningkatan konsumsi plastik yang semakin sulit dikendalikan serta hilangnya potensi pendapatan negara dari cukai ini.
ADVERTISEMENT
Jika kebijakan ini belum dapat diterapkan dalam waktu dekat, pemerintah perlu mengambil langkah alternatif, seperti memberikan insentif bagi industri ramah lingkungan, mengintensifkan edukasi kepada masyarakat, serta berinvestasi dalam sistem pengelolaan limbah yang lebih baik.
Agar tidak semakin tertinggal dalam upaya global mengurangi pencemaran plastik, pemerintah harus mengimbangi keputusan penundaan ini dengan kebijakan konkret yang tetap mendukung pengurangan sampah plastik di Indonesia.