Konten dari Pengguna

Transmigrasi: Perubahan dan Tantangan di Tanah Seberang

Amelia Dwikristia N
Halo nama saya Amelia, akrab di panggil Amel. Berkuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
16 Oktober 2024 11:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amelia Dwikristia N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Transmigrasi dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan negara yang tidak bisa ditunda-tunda. Di lain sisi kesengsaraan terus dialami oleh kehidupan Samirin - 'orang-orang Tran'

Transmigrasi dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan negara yang tidak bisa ditunda-tunda. Di lain sisi kesengsaraan terus dialami oleh kehidupan Samirin - 'orang-orang Tran'
ADVERTISEMENT
Tulisan dari Amelia Dwikristia Ningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
hasil dokumentasi sendiri

Perjuangan hidup di Tanah Baru:

Transmigrasi adalah program pemerintah yang bertujuan untuk memindahkan penduduk dari daerah padat ke wilayah yang lebih jarang penduduknya. Bagi para transmigran, proses adaptasi di tempat baru sering kali penuh tantangan. Mereka harus belajar bertahan hidup di lingkungan yang asing dengan kondisi alam yang berbeda dari kampung halaman. Meskipun begitu, banyak dari mereka yang tetap memiliki harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Dengan tekad yang kuat, mereka berusaha membangun komunitas baru dan menciptakan peluang di tanah yang sebelumnya tidak mereka kenal.

Novel orang-orang tran merupakan cerita karangan Nh. Dini, pada tahun 1985 yang berlatar belakang mengenai kehidupan orang transmigrasi yang penuh suka-duka. Pada saat itu samirin telah mengenal gadis yang ia cintai Bernama marsi dan akan segera tuker cincin, Namun sayang, sekali lagi ayahnya kurang menyetujui hubungan mereka. Beruntung, ibunya masih bisa mengerti dan mendukung posisi Samirin. hingga pada akhirnya samirin dan marsi menikah dengan restu yang kurang dari ayahnya, hal ini membuat samirin semakin jauh dengan sang ayah. Setelah menikah samirin tinggal di rumah marsi dan membantu usaha orang tua marsi membuat tahu. Satu tahun berlalu, dan Marsi melahirkan seorang putra yang dinamai Pembayun. Sementara itu, Samirin tidak hanya membantu mengembangkan bisnis milik mertuanya, tetapi juga berusaha mendapatkan pekerjaan sebagai pengajar dengan mengirimkan lamaran.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, Samirin akhirnya mendapat kesempatan bekerja sebagai guru di sebuah desa bernama Kintap di Kalimantan Tengah. Dengan penuh antusias dan kesiapan, ia segera mempersiapkan seluruh berkas-berkas yang diperlukan untuk program transmigrasi ke Kintap. Selama dua tahun berikutnya, Samirin menetap di sana, membangun tempat tinggal dan mengolah sebidang ladang yang kelak akan dihuni bersama istri dan anaknya. Rutinitas Samirin kemudian terbagi antara mengajar dan mengurus ladang yang nantinya akan dikelola oleh Marsi. Waktu berlalu, dan setahun kemudian, usaha keras Samirin membuahkan hasil. Ladang yang ia garap akhirnya menghasilkan panen untuk pertama kalinya, menandai awal yang menjanjikan bagi kehidupan baru keluarganya di tanah perantauan.
Hingga hari yang ditunggu-tunggu oleh samirin tiba, istri dan anaknya menyusul ke Kalimantan. Kedatangan mereka membawa kebahagiaan yang tak terkira bagi Samirin. Namun, kebahagiaan yang baru dirasakan selama dua tahun itu mendadak mengalami perubahan. Suatu peristiwa penting terjadi saat Samirin menjalankan tugasnya sebagai pengajar di Kintap. Ia menerima undangan dari Bupati di Pleihari untuk menghadiri pertemuan para wakil di DPRD Tingkat I. Dengan seksama, Samirin menyusun laporan mengenai keberhasilannya dalam bidang pendidikan dan pertanian. Ia juga menyertakan berbagai pertanyaan serta kendala yang ia hadapi selama bertugas. Pertemuan tersebut tampaknya memberi kepuasan tersendiri bagi Samirin dan rekan-rekannya.
ADVERTISEMENT
Kesejahteraan Samirin dan istrinya tidak berlangsung lama karena setelah itu dia diminta pindah ke desa lain untuk membangun sekolah lagi dan berjuang dari awal di desa yang lebih terpencil. Situasi ini menimbulkan ketidaksetujuan dari Marsi, yang kerap kali meluapkan kemarahannya pada Samirin. Marsi menduga bahwa selama kunjungan Samirin ke Pleihari, ia mungkin telah mengucapkan sesuatu yang tidak pantas tentang pemerintah, yang mengakibatkan Samirin di alih lokasikan kembali ke desa terpencil. Marsi terus menerus mengungkapkan keresahannya atas kepatuhan berlebihan Samirin terhadap pemerintah.
Di hari-hari selanjutnya, Marsi masih berupaya untuk menerima keputusan pemindahan Samirin, kali ini ke desa Sebamban di Kalimantan Selatan. Samirin menghabiskan tiga hari untuk melakukan survei lokasi pembangunan sekolah baru serta tempat tinggal untuk keluarga kecilnya. Ia juga mencari ladang yang sesuai dengan kriteria yang ia cari, seperti tanah yang tidak gembur agar mudah ditanami oleh tanaman seperti padi, jeruk, dan sayuran. Samirin akhirnya mendapatkan seluas tanah dan dengan semangat ia membersihkan rumput ilalang, dan tidak lupa mencari sumber air yang mudah diakses. Semua ini dilakukan sebagai persiapan untuk memulai kehidupan baru mereka di tempat tersebut. Sebagai tambahan, Samirin menyusun kebutuhan hidup sehari-hari, mencakup bahan pangan, persediaan obat-obatan, serta peralatan dan perlengkapan dapur.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, Samirin kembali ke Kintap untuk menjemput Marsi. Setibanya di Sebamban, mereka menemukan bahwa tempat tinggal yang disediakan kurang layak huni. Nasib kurang beruntung menimpa mereka karena rumah tersebut memiliki atap yang hampir rusak, padahal musim hujan akan segera tiba. Benar saja, pada malam hari, suara gemuruh hujan memecah keheningan saat semua orang beristirahat. Rumah yang mereka tempati mengalami kebocoran di berbagai tempat, hingga anak mereka terpaksa tidur di dapur. Dalam diam dan dengan sigap, Marsi membereskan semua barang yang mereka bawa dari Kintap, berusaha menjauhkannya dari tetesan air hujan yang masuk melalui atap yang berlubang. Pada saat itu, Samirin menyaksikan usaha Marsi dan seolah-olah merasakan kesedihan dan kecemasan yang sama yang dialami oleh istrinya.
ADVERTISEMENT
Samirin dan keluarganya menjalani hari-hari penuh keterpaksaan, terpaksa memulai segalanya dari awal di lingkungan baru. Desa Sebamban masih menghadapi berbagai kendala, terutama karena akses yang sulit dan jarang dilalui. Bahkan, desa tersebut belum memiliki fasilitas kesehatan dasar seperti puskesmas. Di samping itu, Samirin harus mengajar dengan jumlah murid yang masih sangat terbatas. Dalam situasi ini, Samirin dan Marsi berencana untuk memiliki anak lagi. Namun, ketiadaan puskesmas membuat Samirin cemas akan kesehatan calon buah hati mereka. Kekhawatiran ini terbukti ketika Marsi mengalami keguguran, yang membuat Samirin sangat berduka. Kejadian ini semakin diperburuk oleh kelangkaan obat-obatan di desa tersebut