Konten dari Pengguna

Darurat Konten Penyiksaan Hewan di Indonesia

Amelia Hanin
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dengan hobi menulis sebagai penyalur ide miliknya
4 Juni 2023 14:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amelia Hanin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kucing marah dan mencakar. Foto: Alun Marchant/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kucing marah dan mencakar. Foto: Alun Marchant/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seiring dengan perkembangan zaman dan derasnya laju informasi, keberadaan konten menjadi kebutuhan bagi kita apalagi dalam bermedia sosial. Kini, ada beragam jenis konten yang hadir dan karakteristiknya masing-masing. Mulai dari konten YouTube, Instagram, dan TikTok.
ADVERTISEMENT
Namun seiring dengan itu, mirisnya Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai penghasil konten kekerasan dan penyiksaan terhadap hewan. Memang, isu kekerasan hewan bukanlah hal baru di Indonesia. Aksi penyiksaan monyet dan kucing yang beredar di internet belakangan ini menjadi bukti nyatanya.
Menurut Asia For Animals Coalitation, dari 5.480 konten yang dikumpulkan pada 2022 lalu, sebanyak 1.626 dari 5.480 konten tersebut dihasilkan dari negara ini, diikuti oleh Amerika dan Australia pada peringkat kedua dan ketiga.
AFC mengatakan, isu penyiksaan hewan yang diunggah ke media sosial merupakan isu global. Bahkan dari 5.840 video yang ada telah lebih 5,3 juta kali penayangan. Dan yang disayangkan ialah di balik kerugian dan juga kekejaman yang dialami oleh hewan tersebut, orang yang mengunggahnya justru meraup banyak keuntungan.
Ilustrasi nonton konten video penyiksaan hewan. Foto: Harnaka Harto/EyeEm/Getty Image
Salah satu kasus yang sempat menggemparkan media sosial adalah kasus seorang pemuda di Bengkulu Utara yang ditangkap polisi karena menyembelih dan memakan kucing yang sedang hamil. Saat melakukan aksinya, pria tersebut menjadikannya konten yang kemudian ia unggah ke media sosial.
ADVERTISEMENT
Dalam video dan foto yang diunggah, terlihat seekor kucing dalam kondisi yang sudah disembelih. Pelaku juga terlihat sedang memutilasi bagian perut dari kucing tersebut.
Tak hanya itu, terlihat juga ada tiga ekor anak kucing yang mati dan diduga merupakan anak kucing yang sebelumnya masih dalam kandungan kucing tersebut. Di video lain, menunjukkan bahwa pelaku sedang memasak daging kucing tersebut.
Tindakan yang dilakukan oleh sang pelaku tentu saja mengundang komentar amarah dan juga kecaman dari warganet serta komunitas pecinta kucing setempat.
Atas perbuatan yang dilakukannya, sang pelaku terancam Pasal 302 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Pasal 66A, Pasal 91 B UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ilustrasi borgol Foto: Fitra Andrianto/kumparan
UU KUHP Indonesia Pasal 302 ayat 2 berbunyi, “Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah karena penganiayaan hewan.”
ADVERTISEMENT
Sedangkan Pasal 66 UU No 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mengatakan bahwa:
Populasi Kucing Liar Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dari kasus di atas, sebagai manusia yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna sudah sewajarnya bagi kita untuk menyayangi serta menjaga makhluk ciptaan lainnya.
ADVERTISEMENT
Adanya peraturan yang menjamin hak hidup hewan merupakan bukti dari moral yang terdapat dalam diri manusia, sehingga diharapkan ke depannya dapat menekan perbuatan penyiksaan hewan sehingga kejadian yang sama tidak terulang kembali.